Masalah Hukum NR, Dikuatirkan Mengganggu Penanganan Sampah

karikatur korupsi

Sidoarjo, Bhirawa
Penahanan Kasi Angkutan Sampah DLHK, NR, oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, Senin (12/11) malam, dikuatirkan akan berdampak terhadap penanganan sampah seluruh Kab Sidoarjo. Tersangka selama ini mengendalikan 50 sopir truk sampah.
Plt DLHK (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan) Sidoarjo, Toriquddin, ditemui, Selasa (13/11), meminta pelayanan masyarakat seperti kebersihan, pembuangan sampah jangan terganggu gara-gara aparat PNS DLHK menjadi tersangka. Tanggungjawab sebagai pelayan masyarakat harus tetap dijaga, kendati ada yang menghadapi masalah hukum.
Memang masalah yang menjerat NR, secara psikologi memberi beban pikiran rekan-rekannya di kantor. Terutama para sopir truk yang selama ini diladeni NR selaku Kasi Angkutan Sampah.
”Temperamen sopir itu keras, kalau mereka tak bekerja bisa akan merepotkan sekali. Sampah tak dibuang dua hari saja sudah sangat menumpuk,” ujarnya. Ia sudah mewanti-wanti agar jangan meninggalkan tanggungjawab yang sudah diberikan.
Kejari Sidoarjo, menahan, NR (56) selaku PPHK (Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan) DLHK terhadap pembangunan TPST (Tempat Pembuangan Sampah Terpadu) di Pasar Larangan, Krian dan Taman senilai Rp586 juta. Satu tersangka yang menjadi rekanan, AM (53 tahun)
Kejari meningkatkan status dari saksi menjadi tersangka terhadap keduanya. langsung ditahan untuk kepentingan penyidikan, kata Kasi Intelijen Kejari Sidoarjo, Idham Kholid dengan didampingi Kasi Pidsus, Adi Hardanto usai melakukan penahanan.
Lokasi penahanan kedua tersangka itu dilakukan sekitar pukul 19.00 WIB. Keduanya digelandang menuju Mobil Evalia Nopol W 509 PP untuk dijebloskan ke Lapas Delta Sidoarjo.
Idham mengungkapkan, kedua tersangka yang ditahan itu diduga melakukan korupsi proyek pekerjaan pembangunan TPST DLHK tahun anggaran 2017 yang dikerjakan di tiga tempat di wilayah Sidoarjo yaitu di Larangan, Kec Candi, Krian dan Taman.
lanjut Idham, seharusnya dikerjakan pada tahun yang sama dan penyerahannya diserahkan pada tahun yang sama, akan tetapi pekerjaan sisanya di selesaikan tahun 2018.
Meski begitu, perbuatan tersangka itu diancam pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 dan atau pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 KUH Pidana.
Menurut sumber di Pemkab, sebenarnya sisa pekerjaan yang digarap 2018 itu Cuma sedikit, rekanan teledor yang tidak menyelesaikan tanggungjawabnya hingga tuntas. Akibatnya masalah ini merembet menjadi masalah hukum.
”Rekanan teledor, lalu ada orang yang memotret pelanggaran ini sehingga menjadi persoalan hukum,” ujarnya. Andaikan di awal Januari 2018, proyek cepat diselesaikan, pasti tidak akan seperti ini masalahnya. [hds]

Tags: