(Masih) Darurat Narkoba

Masyarakat internasional merekomendasikan “kesiagaan yang tak pernah lentur terhadap bahaya narkoba.” Realitanya, hampir seluruh peredaran narkoba (terutama sabu) selalu dikendalikan dari balik jeruji besi penjara. Juga sudah banyak aparat penegak hukum (mulai sipir penjara, Polisi hingga hakim) yang menjadi “kaki tangan” sindikat narkoba. Selain memastikan hukuman maksimal kepada bandar narkoba, negara juga harus mengikis pencucian uang hasil perdagangan narkoba.

Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances (tahun 1988). Secara lex specialist diterbitkan UU No 7 tahun 1997. Konvensi internasional memberi label khusus perdagangan obat narkotika dan bahan psikotropika sebagai kejahatan serius. Pada pasal 3 ayat (6) diharapkan setiap pemerintah memastikan pengenaan sanksi yang maksimum. Tetapi bandar narkoba bagai tak mengenal jera.

Kasus terbaru, TNI-AL jajaran Komando Armada I, meng-gagalkan peredaran sabu-sabu di perairan Asahan (Sumatera Utara). Sabu-sabu asal Malaysia seberat 29 kilogram, plus 60 ribu butir pil ekstasi, disita. Penagkapan dilakukan oleh Tim Fleet One Quick Response (F1QR) TNI-AL dalam patrol (21 Juni 2022). Dua tersangka ditangkap untuk mengembangkan penyidikan oleh Kepolisian. Seluruh narkoba sebagai persiapan libur panjang sekolah.

Perairan sungai Asahan mulai kerap menjadi jalur penyelundupan narkoba. Dua bulan sebelumnya (19 April), di perairan yang sama TNI-AL juga meng-gagalkan penyelundupan 111 kilogram sabu-sabu dan ekstasi. Rinciannya, sebanyak 61.378 butir pil ekstasi (berat total sekitar 18,5 kilogram), dan sabu-sabu seberat 92,5 kilogram. Gebrakan TNI-AL akan menjadi garda terdepan pencegahan peredaran narkoba melalui transportasi laut. Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki banyak “dermaga tikus” yang rentan penyelundupan narkoba.

Polisi telah hafal benar, pusat “komando” narkoba mayoritas berada di balik jeruji penjara. Bandar-nya juga terpidana yang sama. Ironisnya, uang hasil perdagangan narkoba “dicuci” di berbagai usaha legal. Badan Nasional anti Narkotika (BNN), dan BNNP (di propinsi) bagai adu cepat dengan sindikat. Sudah banyak dilakukan penyuluhan hingga ke sekolah-sekolah. Tetapi jaring peredaran narkoba makin menjalar. Selalu terdapat kurir baru, modus baru, dan korban baru.

Pemain lama (walau di dalam penjara), selalu menjadi pemasok rutin. Bisa dipastikan, transaksi dengan sindikat internasional, juga dilakukan melalui sambungan komunikasi. Pembayarannya dilakukan oleh boreg yang memperoleh “titipan” modal dari bandar gede. Faktanya, TPPU dilakukan oleh bandar gede dengan cara menyokong bisnis. Tak terkecuali usaha property (perumahan), membuka usaha tempat hiburan, sampai toko emas.

Berdasar data BNN (hasil survei nasional penyalahgunaan narkoba tahun 2021) angka prevalensi pengguna narkoba semakin meningkat. Diketahui ganja dan hashish (getah ganja) menjadi zat adiktif yang paling sering digunakan (41,4%), disusul sabu, ekstasi, dan golongan amphetamine (25,68%).

Berdasar data Mabes Polri, hingga Maret 2022, terdapat 53.405 orang tersangka kasus penyalahgunaan narkoba. Peringkat teratas Sumatera Utara (6.077 orang), Jawa Timur (5.931), DKI Jakarta (3.511), dan Jawa Barat (2.570). Barang bukti yang disita terdiri dari 11,743 ton sabu, ekstasi 872.843 butir pil. Juga terdapat heroin 28,099 kilogram, dan kokain 1,4 kilogram. Serta pemusnahan lahan ganja seluas 58,5 hektar.

Saat ini sekitar 5 juta orang “pemakai” menjalani rehabilitasi. Sepertiganya tidak tertolong. Diskotek dan arena hiburan malam menjadi terminal peredaran narkoba. Maka diperlukan cara lebih sistemik, terstruktur dan masif melawan narkoba. Termasuk menjatuhkan vonis maksimal, tanpa grasi. Sehari, 50 jiwa melayang karena narkoba! Ini korban penyalahgunaan zat psikotropika salahsatu yang terbesar di dunia.

——– 000 ———

Rate this article!
(Masih) Darurat Narkoba,5 / 5 ( 1votes )
Tags: