Masih Dikuasi Kartel, Demokrasi Ekonomi Belum Tercapai

Pedagang sembako menjajakan daganganya di pasar Besar di Kota Pasuruan, Senin (23/5).

Pedagang sembako menjajakan daganganya di pasar Besar di Kota Pasuruan, Senin (23/5).

Jakarta, Bhirawa
Demokrasi politik dan ekonomi di Indonesia dewasa ini masih belum ter capai. Hal tersebut bisa dilihat dari masih bercokolnya kartel, oligopoli dan monopoli di beberapa sektor. Kartel di Indonesia mencengkeram bukan hanya pada kebutuhan pokok, tetapi juga pada kebutuhan lainnya.
Pada kebutuhan pangan, kartel telah membuat harga pasar Indonesia jauh lebih mahal dibanding harga di pasar internasional. Harga beras di pasar internasional hanya Rp6 ribu per kg, di pasar Indonesia Rp9/10 ribu per kg. Harga gula internasional Rp4 ribu per kg, di Indonesia Rp6/7 ribu per kg. Harga daging sapi di Singapura / Malaysia hanya RP60/70 per kg, di Indonesia Rp130/140 per kg.
“Bukan hanya pada pangan, pasar motor Indonesia juga dikuasai kartel. Sehingga harga motor terlalu tinggi yakni Rp14 juta per unit. Padahal harga ke-ekonomian motor hanya Rp6 juta per unit. Kartel motor Indonesia dikuasai Honda dan Yamaha dengan pangsa pasar Honda 68% dan Yamaha 28%, sedang sedikit sisanya merk lain,” ungkap komisioner KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) Dr Saidah Sakwan dalam forum legis lasi bertema “RUU Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat” di presroom, kemarin(30/8) dengan nara sumber lainnya anggota Komisi VI DPR RI Eka Sastra dan pengamat ekonomi INDEF Dr Sugiono.
Saidah Sakwan lebih jauh berpen dapat; struktur pasar Indonesia harus segera dirombak. Harus ada kekuatan untuk melawan dan melenyapkan semua bentuk Kartel yang selama ini menguasai pasar. Demokrasi politik dan ekonomi yang ingin kita capai hanya bisa terwujud bila kartel, oligo poli dan monopoli diberantas. Kartel yang menguasai belanja negara sela ma ini, nampak pada belanja barang dan jasa yang mencapai Rp800 triliun, tingkat kebocorannya mencapai 30%.
“Amandemen UU Larangan monopoli memang diperlukan, untuk me ngatasi kesenjangan harga pasar Indo nesia dengan harga pasar global. Untuk masuk MEA, Indonesia harus terlepas dari jeratan kartel, agar bisa bersaing,” tambah Saidah Sakwan.
Wakil rakyat Eka Sastra mengakui, selama ini surplus ekonomi Indonesia tidak menetes kebawah, tapi hanya dinikmati kelangan atas. Tingkat kesenjangan pendapatan di Indonsia banyak disebabkan adanya kartel, monopoli dan oligopoli di semua lini. Penerimaan kalangan atas yakni para kartel terlalu besar, sebaliknya peneri maan kalangan bawah terlalu kecil. Pendapatan kalangan bawah, untuk hidup dibawah garis kemiskinan-pun tidak mencukupi. Ditambah harga kebutuhan pokok yang diluar kewaja ran, kesenjangan atas bawah makin besar.
“Komisi VI memang bertekad menuntaskan amandemen UU tersebut. Agar struktur pasar lebih sehat bisa segera terwujud. Agar kita bisa ber lenggang dengan leluasa di MEA,” ujar Eka Sastra. [ira]

Tags: