Masih Relevankah PPID Saat Ini?

Oleh :
Zainal Muttaqin
Pranata Humas Ahli Muda Kantor Gubernur Jawa Timur ; Kandidat Doktor Manajemen Strategis

Ada yang menarik sekaligus menjadi “tamparan” bagi pengelola media sosial perangkat daerah di sesi akhir pelatihan kehumasan digital yang diselenggarakan BPSDM Jatim bersama Markplus Institute pekan lalu (8/4). Pelatihan yang isinya daging semua itu, diikuti oleh pelaku kehumasan seluruh Perangkat Daerah Provinsi Jawa Timur.

Narasumber memaparkan contoh evaluasi konten dari dua akun media sosial perangkat daerah pengampu urusan komunikasi di Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Satu kesimpulan yang menarik dari diskusi yang berlangsung adalah bahwa pertanyaan netizen pada kolom komentar di dua konten yang mengkampanyekan Vansin Covid-19 untuk lansia tersebut tidak ada yang direspon/dijawab langsung oleh admin akun sosmed perangkat daerah terkait, justru akun netizen lainlah yang menjawab dengan jawaban yang (mungkin) kurang tepat.

Ternyata, usut punya usut mayoritas admin media sosial instansi pemerintah “tidak bernyali” untuk merespon dan/atau menjawab komentar netizen yang kata Kang Arul (pakar manajemen sosmed) lekat dengan satire “Maha benar netizen dengan segala komentarnya”. Alasannya, mereka cenderung takut salah menjawab, merasa bukan kewenangannya, tidak ada kepastian pendelegasian hak-jawab dan lain sebagainya.

Keengganan admin media sosial untuk menghadapi netizen yang merupakan publik instansi pemerintah di dunia maya tersebut merupakan cerminan masih buruknya pengelolaan media sosial, padahal disrupsi komunikasi di era konektivitas ini menjadikan media sosial sebagai kanal komunikasi wajib yang “seksi” antara organisasi dengan publiknya.

Lemahnya Unit Kerja Kehumasan

Lalu, apa masalahnya sehingga pengelolaan media sosial pada instansi pemerintah cenderung buruk? apakah belum ada kesadaran para pihak tentang pentingnya penyebarluasan informasi kinerja pemerintah ditengah lautan informasi yang “keruh” saat ini? atau pemangku kepentingan belum sepakat tentang pentingnya mengelola media sosial sebagai kanal komunikasi publik dengan baik?

Pada forum sinergitas kehumasan lintas instansi yang diselenggarakan oleh Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Jawa Timur tahun 2020 lalu, terjadi diskusi yang sangat “gayeng” antara peserta dari Perangkat Daerah se-Jawa Timur dan Kabupaten/Kota se-Jawa Timur dengan para narasumber.

Semua sepakat bahwa kegiatan-kegiatan kehumasan merupakan ujung tombak “perebut hati” masyarakat, dan kepercayaan stake holders menjadi salah satu goal penting yang diharapkan dari kegiatan kehumasan. Namun, disisi lain sebagian besar peserta menyatakan bahwa status tugas kehumasan yang diampunya hanyalah sebagai tugas tambahan, bukan tugas utama.

Sebab tugas kehumasan pada perangkat daerah saat ini mayoritas dibebankan pada unit pelaksana PPID dan sebagian lagi dibebankan pada unit kerja tata usaha. Walhasil cita-cita mulia membangun citra pemerintah yang baik dan terpercaya kalah telak dengan hoax yang merajalela.

Sekali lagi, mari kita flashback pada Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 9 tahun 2015 tentang pengelolaan komunikasi publik. Sudah sejak 6 tahun lalu Presiden RI “menyadarkan” kita semua tentang sangat pentingnya pengelolaan komunikasi publik, melalui inpres tersebut Presiden Jokowi memberikan ruang kebijakan seluas-luasnya kepada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk “kreatif” dan “inovatif” dalam pengelolaan komunikasi publik dibawah koordinasi Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.

Sejurus dengan Inpres 9/2015 tersebut, saya ingat betul ketika Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa pertama kali memberikan pengarahan kepada perangkat daerah se Pemprov Jatim dua tahun lalu (15/2/19), salah satu yang digaris bawahi adalah Gubernur Khofifah sangat aware bahwa publikasi kinerja pemerintah melalui berbagai kanal adalah keniscayaan bagi seluruh perangkat daerah. Begitu juga dengan monitoring media, juga sangat penting dilakukan sebagai salah satu bentuk evaluasi tugas kehumasan.

Dari kenyataan tersebut, bukan masalah sadar/tidaknya para pihak tentang pentingnya pengelolaan komunikasi publik instansi pemerintah. Namun, buruknya pengelolaan media sosial dan kehumasan secara umum disebabkan oleh unit kerja pelaksana tugas kehumasan di level perangkat daerah yang belum “dibentuk” dan dikelola dengan serius. Sehingga diperlukan ketegasan dari pengambil keputusan dalam mengorganisir unit kerja kehumasan, dan diperlukan manajemen media sosial yang mapan untuk mencapai harmonisasi “suara” kinerja pemerintah daerah yang baik.

Manajemen Strategis Humas Digital

Media sosial yang dimiliki oleh instansi pemerintah saat ini bukan hanya digunakan sebagai kanal penyebarluasan informasi kebijakan/kegiatan yang dilaksanakan saja, namun juga menjadi kanal pengaduan bagi instansi pemerintah penyelenggara pelayanan publik.

Masyarakat pengguna layanan publik diarahkan untuk menyampaikan pertanyaan dan keluhannya melalui social media dan/atau social chatting yang disediakan, maklumat tersebut tertuang dalam Standard Pelayanan instansi pemerintah se Indonesia yang disajikan melalui SIPP (Sistem Informasi Pelayanan Publik) milik Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi di sipp.menpan.go.id

Keniscayaan penggunaan media sosial sebagai kanal pengaduan pelayanan publik harus diimbangi dengan manajemen media sosial yang mapan. Dalam pelatihan pekan lalu, Training Facilitator Markplus Institute Budi Astuti menyampaikan bahwa pengelolaan kehumasan digital harus dilakukan secara komprehensif end to end. Singkatnya, minimal ada tiga hal yang harus dilakukan yaitu merencanakan obyek informasi, menentukan sasaran penerima informasi dan menentukan kanal digital yang akan digunakan.

Tentu teori Coach Budi tersebut bila diuraikan menjadi langkah teknis manajemen media sosial akan sangat panjang sekali prosesnya. Misalnya, pada tahap perencanaan, bukan sekedar tentang konten apa saja yang akan diuanggah, namun framing, signing dan priming juga harus diperhatikan. Selanjutnya pendayagunaan sumberdaya menjadi kunci pada tahap pengorganisasian, salah satunya melalui optimalisasi konten media sosial dan optimalisasi search engine.

Pun pada tahap actuating atau pelaksanaan, harusnya media sosial dapat dimanfaatkan sebagai media komunikasi dua arah dengan terus menjaga interaksi yang baik antara admin media sosial dengan para netizen, antara pemerintah dan masyarakatnya, hal ini sangat penting untuk meningkatkan engagement media sosial. Sebagai bagian dari controlling, evaluasi terhadap efektivitas komunikasi publik melalui media sosial perlu diukur dari berbagai sisi, diantaranya faktor visible, relatable, searchable, actionable dan shareable.

Melihat kompleksitas manajemen kehumasan digital tersebut, kegiatan kehumasan harus dilaksanakan lebih serius dan bukan lagi menjadi “tugas tambahan” belaka.

Penguatan PPID

Satu-satunya unit kerja instansi pemerintah yang bersinggungan dengan tugas kehumasan dan secara terstruktur juga dibentuk hingga level perangkat daerah melalui payung Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) adalah PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi).

Pengelolaan PPID pada pemerintah daerah didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 35 tahun 2010 yang terakhir diubah menjadi Permendagri nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi pada Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.

Secara konsep dan struktur, PPID memang sangat ideal dalam hal perlindungan bagi instansi pemerintah sebagai produsen informasi maupun pemenuhan hak masyarakat sebagai pengguna informasi. Namun tampaknya PPID di era konektivitas saat ini, perlu dilakukan penguatan, khususnya pada bidang pelayanan informasi dan dokumentasi yang harus bertransformasi menjadi humas pemerintah seutuhnya hingga level Perangkat Daerah. Sehingga, diharapkan setiap Perangkat Daerah tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota memiliki unit kerja humas definitif dibawah koordinasi PPID masing-masing.

Langkah penguatan PPID yang paling penting untuk dilakukan adalah dengan menunjuk petugas definitif pelayanan informasi dan dokumentasi (bukan rangkap jabatan dan/atau tugas tambahan) dengan komposisi personil sesuai kebutuhan pelaksanaan tugas kehumasan. Selanjutnya, dalam melaksanakan tugas humas perangkat daerah juga harus menerapkan konsep manajemen kehumasan digital, termasuk pengelolaan media sosial secara komprehensif end to end. Sehingga, tujuan komunikasi publik pemerintah dapat tercapai dengan baik, serta tercipta hubungan yang harmonis dengan publik dalam rangka menciptakan citra dan reputasi yang positif instansi pemerintah.

——- *** ——–

Rate this article!
Tags: