Maskin Kabupaten Jember Tertinggi Kedua se Jatim

foto ilustrasi

Kab.Jember, Bhirawa
Jumlah masyarakat miskin (Maskin) di Kabupaten Jember masih cukup tinggi. Berdasarkan rilis dari Badan Pusat Statistik, selama tahun 2016 kemarin jumlah masyarakat miskin Jember sebanyak 265.100 jiwa. Jumlah ini menjadi terbanyak kedua di Jawa Timur yakni di bawah Kabupaten Malang.
“Jika secara absolute, jumlah masyarakat miskin di Jember itu kedua terbanyak di Jawa Timur setelah Kabupaten Malang. Ini disebabkan banyaknya jumlah penduduk di Kabupaten Jember dibandingkan dengan daerah lain,” ucap Supardi, Kepala Seksi Statistik Sosial Badan Pusat Statistik Jember kemarin siang.
Namun jumlah ini ada sedikit penurunan bila dibandingkan tahun 2015. Dimana untuk tahun 2015 lalu tercatat jika penduduk miskin di Jember mencapai sebanyak 269.540 jiwa. Sehingga ada pengurangan sekitar 4400 jiwa masyarakat miskin di Jember selama setahun kemarin.
Namun jika mengacu pada prosentase dibandingkan dengan jumlah penduduk, diakuinya turun jika dibandingkan dengan tahun 2015 lalu. “Sesuai prosentase, jumlah penduduk miskin menjadi sebesar 10,97 persen. Jumlah ini turun sebanyak 0,25 poin jika dibandingkan tahun 2015 lalu sebesar 11,22 persen,” ucapnya.
“Secara prosentase, jumlah masyarakat miskin Jember berada di peringkat 17 dari 38 kabupaten kota di Jawa Timur. Sehingga diakuinya sudah ada perbaikan peringkat untuk jumlah masyarakat miskin di Jember. Namun, memang masih diperlukan kerja keras Pemkab Jember untuk memperbaiki posisi ini,” katanya pula.
Sementara itu, untuk garis kemiskinan di Jember juga mengalami kenaikan sebesar Rp 16.313 per kapita per bulan. “Ini meningkat 5,75 persen. Dari Rp 283.510 perkapita perbulan pada 2015 lalu menjadi Rp 299.823 perkapita perbulan. Disini menunjukkan adanya kenaikan standar kesejahteraan masyarakat miskin di Jember,” katanya pula.
Sedangkan untuk sisi indeks kedalaman kemiskinan pada 2016 juga mengalami penurunann sebanyak 0.25 poin. “Yakni dari 1,58 tahun 2015 menjadi 1,33 di tahun 2016,” jelasnya. Dan untuk indeks keparahan kemiskinan juga mengalami penurunan sebesar 0,04 poin menjadi 0,29 pada tahun 2016.
Ia menjelaskan, penurunan kedua indeks tersebut, merupakan indikasi bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin juga semakin menyempit. “Ini bagus, sehingga tugas pemerintah melakukan pengentasan kemiskinan bisa lebih mudah,” ucap Supardi.
Supardi menjelaskan jika untuk data kemiskinan ini bukan merupakan jumlah pasti masyarakat miskin di suatu daerah. “Kita bukan lagi menjadi lembaga yang menentukan masyarakat miskin atau tidak. Karena untuk penentuan ini sudah menjadi kewenangan TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan),” paparnya pula.
Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsepkemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan tersebut maka kemiskinandipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Pihaknya menggunakan basis data terpadu sebesar 40 persen masyarakat menengah kebawah. Sehingga bisa digunakan untuk menggambarkan jumlah masyarakat miskin di Jember. “Jadi kami menggunakan pendekatan makro. Jadi BPS tidak punya data mikro yang by name by address,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Pemkab Jember Isnaini Dwi Susanti menuturkan pihaknya menyambut baik rilis dari BPS ini. Dirinya mengatakan sejumlah kegiatan yang dilakukan oleh Pemkab Jember berarti membuahkan hasil. “Mengurangi kemiskinan tidak bisa dari salah satu pihak saja, namun bersama-sama pemerintah dengan masyarakat,” ucap Santi.
Dirinya mengatakan selama ini menggunakan pendekatan berjejaring dalam menangani masyarakat miskin di Jember. “Kami menggunakan pendekatan mendekati tepat sasaran dalam pemberian bantuan,” jelasnya.
Apalagi, Santi menerangkan jika pemenuhan kebutuhan dasar bagi 28 PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) berbeda. Sehingga ara PMKS ini bisa terlindungi kebutuhan dasarnya. “Kami hanya menemani agar mereka bisa duduk dan berlari lagi,” jelasnya.
Terkait dengan perbandingan masyarakat miskin dengan masyarakat BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) diakuinya memang berbeda. BPJS PBI yang kini mencapai sekitar 950 ribu jiwa ini memang bukan hanya sekedar masyarakat miskin saja. “Tapi orang yang kebetulan sakit tapi tidak mampu membayar BPJS Kesehatan,” pungkasnya. [efi]

Tags: