Masuk Area Konservasi,37 Persil Lahan Masih Dimiliki Perorangan

Surabaya, Bhirawa
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3/2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah , Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) dengan luas sekitar 2.500 hektare ditetapkan sebagai lahan konservasi. Namun, sebagian lahan di area konservasi tersebut masih milik perorangan atau warga sekitar.
Seperti di wilayah Kelurahan Medokan Ayu, Kecamatan Rungkut sedikitnya ada 37 persil lahan. Keberadaan lahan tersebut dimiliki perorangan secarah sah lantaran memiliki sertifikat dan pethok D. Setiap persilnya pun rata-rata luasnya mencapai dua hektare lahan yang kini tidak bisa difungsikan karena non produktif.
Diakui Lurah Medokan Ayu Bambang Hariyanto, ada sekitar 37 persil lahan yang berada area konservasi. Secara kepemilikan memang sah karena telah memiliki sertifikat tanah. “Namun tidak boleh merubah peruntukannya,” katanya ketika ditemui Harian Bhirawa di ruang kerjanya, Selasa (4/4) kemarin.
Menurut dia, setiap persil luasan lahan mencapai dua hektare yang dijadikan lahan kosong berupa tambak oleh pemiliknya. Namun, keseluruhannya diakui lahan tersebut tidak produktif karena tidak bisa ditanami ataupun untuk memelihara ikan.
“Semuanya itu karena pengaruhnya yakni kondisi air di wilayah tersebut,” dalihnya.
Bahkan, pria berbadan tambun ini mengakui masih banyaknya makelar tanah di wilayah Medokan Ayu. Ia tidak bisa menampik atas keberadaan mafia tanah tersebut. “Makelar tanah di sini it’s ok. Kalau mereka mengurus tanah, ya harus orang yang bersangkutan itu datang sendiri ke sini (Kantor Kelurahan Medokan Ayu, red). Kami pasti melayani,” ujarnya.
Berdasarkan  Perda RTRW 2007 tersebut mengatur rencana tata ruang wilayah Kota Surabaya 2010-2030. Bila kelurahan sudah mengetahui lahan tersebut masuk kawasan konservasi pada 2014, mengapa pembangunan permukiman yang kini masih berlangsung itu tidak dicegah? Ditanya mengenai hal tersebut,Bambang terdiam.
“sejak adanya warga disini itu sudah dimiliki dan punya pethoknya. paling lama di buku letter C itu tahun 60-an sudah keluar ptok kepemilikan,” katanya.
Disamping itu, terkait munculnya surat kepemilikan ganda yang kini marak di Medokan Ayu tersebut dikarenakan banyaknya orang yang mengaku memiliki. “Kalau ada bukti berupa surat-suratnya, kita dudukkan dulu. Kebanyakan orang yang beli ini sebagai korban. Kadang-kadang pengkavling itu luasnya lahan tetap tapi digeser. Nah penggeseran ini yang menjadi konflik,” jelasnya. (geh)

Tags: