Masyarakat Adat di Era Industri 4.0

Oleh :
Aminuddin
Kolumnis dan Esais, Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Era revolusi industri memaksa semua elemen masyarakat harus beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat ini. Revolusi industri juga menuntut pola pikir yang kritis, inovatif, kreatif, dan revolusioner. Jika tidak, maka akan terlindas oleh ganasnya kompetisi global. Kompetisi antar bangsa semakin kentara di pelupuk mata. Kran pasar bebas juga sangat terbuka. Sehingga, siapapun di dunia ini harus menerima kenyataan bahwa inovasi dan kreasi menjadi sebuah keniscayaan.
Bangsa Indonesia termasuk negara paling unik, dimana memiliki banyak pulau, suku, agama, budaya, dan adat. Secara khusus, masyarakat adat di Indonesia juga melimpah. Kekayaan ini tentu menjadi nilai positif. Sebab, tidak semua negara diwarisi kekayaan model ini. Uniknya lagi, bangsa Indonesia tergolong bangsa yang rukun, saling menghargai satu sama lain. Sehingga perpecahan, permusuhan, dan saling adu otot sama lain tidak mudah terjadi. Jika pun ada perselisihan, bangsa Indonesia bisa menyelesaikan dengan musyawarah.
Saat ini, pemerintah tidak setengah-setengah membangun infrastruktur. Tujuannya agar kesetaraan dan keadilan terjaga dengan baik mulai dari ujung barat hingga ke ujung timur Indonesia. Harga bahan pokok tidak timpang, akses pendidikan menjadi gampang, dan lain sebagainya. Namun di tengah ambisi tersebut, ada satu hal yang perlu diperhatikan, yakni eksistensi masyarakat adat.
Kita memahami bahwa Indonesia dihuni oleh masyarakat adat yang senantiasa menjunjung tinggi warisan leluhur. Keberadaannya bahkan menjadi nilai tersendiri di mata Nasional dan Internasional. Bahkan keberadaan masyarakat adat diakui oleh Bank Dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), SDGs. SDGs sendiri bahkan mendorong masyarakat adat dalam pemberdayaan dan pengentasan dari ketertinggalan dan keterbelakangan.
Diakui atau tidak, keberadaan masyarakat adat masih menjadi objek wisata semata. Akses pendidikan, kebutuhan hak hidup, kesetaraan, dan lain sejenisnya masih jauh panggang dari api. Padahal, akses pendidikan menjadi salah satu kunci bagi bangsa Indonesia untuk memajukan kebudayaan, apalagi, dunia sedang menghadapi revolusi industri yang dikenal dengan revolusi 4.0. Masyarakat adat juga harus beradaptasi dengan situasi, kondisi dan perubahan yang terjadi sekarang ini.
Setidaknya ada beberapa hal mengapa masyarakat adat mesti beradaptasi dengan era 4.0. Pertama, di tengah berkembang pesatnya teknologi dan informasi, masyarakat adat tidak bisa mengandalkan fanatisme terhadap warisan leluhur. Nilai budaya yang selalu dipegang teguh mesti dijaga dan dirawat agar tidak luntur oleh perkembangan zaman. Maka cara yang paling mudah adalah beradaptasi dengan tantangan zaman. Proses akulturasi menjadi hal yang niscaya agar kesakralan dan kesucian nilai budaya tidak dilindas oleh budaya-budaya baru.
Kedua, masyarakat adat tidak bisa hanya menunggu pengakuan dari pemerintah terkait dengan eksistensinya. Masyarakat adat juga mesti memperjuangkan eksistensi, hak-hak dan kewajibannya. Karenanya, cara yang paling relevan adalah memperjuangkan undang-undang masyarakat hukum adat melalui perwakilan di legislatif pusat maupun daerah. Merujuk pada data Aliansi Masyarakat Adat (AMAN), saat ini ada sekitar 57 orang utusan dari masyarakat adat yang bertarung sebagai calon legislatif di pemilu 2019. Dengan angkat tersebut, maka potensi untuk menuju Senayan cukup tinggi. Dengan begitu, perwakilan masyarakat adat melalui parlemen bisa terwujud.
Dengan kondisi demikian, masyarakat adat tidak boleh hanya memperoleh pengakuan semata. Namun bisa menjadi lumbung atas keuntungan yang diperoleh dari kekayaan masyarakat adat itu sendiri. Di era revolusi 4.0, tentu keuntungan masyarakat adat banyak diraih dari memanfaatkan teknologi dan informasi. Karenanya, keuntungan ekonomi melalui promosi di era industri harus dikembalikan ke masyarakat adat itu sendiri. Dengan begitu, keadilan, kesetaraan, dan hak-haknya benar-benar terjamin.
Era industri akan terus mengalami perkembangan signifikan. Dalam konteks masyarakat adat juga harus mengambil keuntungan dari revolusi industri ini. Jika tidak, maka masyarakat adat akan dilindas oleh zaman. Oleh sebab itu, negara juga harus mengambil peran dengan mengampanyekan secara mendalam manfaat perkembangan industri 4.0 terhadap masyarakat adat.
Masyarakat adat generasi milenial juga harus aktif dan mengambil peran dengan melek teknologi dan informasi. Tak cukup di situ, masyarakat adat generasi milenial juga harus dilengkapi oleh bahasa asing agar dapat berkomunikasi secara global. Peningkatan tersebut dapat diwujudkan dengan memberikan pelatihan, kursus, dan lain sejenisnya. Dengan begitu, masyarakat adat generasi milenial akan menjadi tumpuan guna menjaga dan merawat warisan leluhur melalui pemanfaatan teknologi dan informasi.

——— *** ———

Rate this article!
Tags: