Masyarakat Antusias Lihat Wayang Sandosa dan Pakeliran Padat

10-Wayang-Sandosa-(3)Pagelaran Eksibisi Dari ISI Surakarta
Pemprov, Bhirawa
Tak Hanya menampilkan kelihaian para dalang yang bersaing dalam Festival Dalang Jawa Timur 2014, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur melalui UPT Taman Budaya juga mengundang Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta yang menampilkan Wayang Sandosa dan Pakeliran Padat.
Wayang Sandosa, merupakan bentuk pakeliran garapan baru, yang menggunakan layar lebar, dengan dalang lebih dari satu orang, dan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai pengantar dan juga dialognya.
Dalang pada pertunjukan Wayang Sandosa sekitar delapan orang, tetapi pernah pula sampai sepuluh orang. Semua dalang tidak bersila diam di tempat, melainkan berdiri, dan jika perlu bergerak atau berpindah tempat.
Pertunjukan Wayang Sandosa amat mengutamakan efek bayangan, dengan memanfaatkan permainan lampu warna-warni. Dalang hanya menggerakkan peraga wayang untuk tokoh tertentu saja.
Sedangkan suluknya, dilakukan oleh dalang khusus. Iringan karawitan dengan garapan gending baru dan susunan baru, tanpa menggunakan dodogan dan keprakan. Penampilan Wayang Sandosa kali ini dengan lakon Begawan Ciptaning.
Ruangan Cak Durasim di Taman Budaya Jatim pun penuh dengan siswa baik SMA maupun SMK, juga masyarakat umum. Mereka antusias sekali melihat Wayang Sandosa ini. Setidaknya para siswa diajak untuk lebih mengerti dan memahami seni budaya pewayangan.
Keingintahuan mengenai Wayang Sandosa itu terbukti juga banyaknya siswa yang maju melontarkan pertanyaan langsung pada pelaku pewayangan seusai pagelaran, seperti Bambang Murtiyoso dan Blacius Bono seputar kisah pewayangan.
Dalam kesempatan ini, Kepala UPT Taman Budaya Jatim, Sukatno SSn mengatakan, penampilan Wayang Sandosa di Jatim ini sudah ke dua kalinya sejak tahun 1994. Adanya penampilan wayang inilah merupakan upaya sosialisasi terhadap generasi bangsa untuk melestarikan seni budaya agar tetap hidup langgeng, sehingga ada proses transformasi dan generasi  baik pelaku aktif maupun sebagai apresiator.
“Minimal kalau tidak bisa menjadi pelaku aktif di warisan kesenian, setidaknya jadi apresiator yang baik. Jangan hanya karena mau ke luar negeri lalu belajar seni budaya. Sebab biasanya di luar negeri biasanya memamerkan seni budaya tradisional. Jadi belajar seni budaya hanya dengan keterpaksaan,” katanya.
Sukatno mengharapkan pada seluruh guru agar memberikan wawasan dan pemahaman terhadap siswanya seni budaya sendiri. “Seperti wayang, sebenarnya sama yang diajarkan pada agama. Belajar bisa melalui apa saja. Apalagi seni pedalangan, merupakan bekal kehidupan,” katanya.
Usai penampilan Wayang Sandosa, ISI Surakarta juga menampilkan pakeliran padat dengan lakon Sumantri Ngenger yang dimainkan Dalang Ikal Dwi Hendra. Nampak dalam waktu hampir dua jam itu, masyarakat dibuai dengan kepiawaian Ikal Dwi Hendra memainkan tokoh pewayangan yang digarap cukup apik.
Sesekali secara tidak langsung masyarakat diajak tertawa dan bertepuk tangan atas kepiawaian tangan Dalang ISI Surakarta ini. Pelajaran yang dipetik dari cerita ini adalah memang dalam menuntut ilmu itu banyak sekali kesulitannya namun dalam menaklukkan kesulitan itu harus hati-hati.  [rac]

Sukatno SSn
Ka UPT Taman Budaya Jatim
Memang biasanya memang dalang yang terpilih menjadi dalang terbaik dalam Festival Dalang Jatim kemudian dijadwalkan dalam pagelaran wayang periodik tahun mendatang. Namun, sebelumnya harus ada pertimbangan dan penguatan lagi dari daerahnya agar bisa menampilkan hasil yang maksimal. Tidak sekedar terpilih terbaik, lalu langsung tampil.
Pagelaran wayang memang masih eksis di kalangan masyarakat dan penyebaran di daerah masih merata. Saya kira regenerasi wayang masih terus berlanjut dan perlu pengawalan dan dorongan agar tidak menyusul kesenian lainnya yang sudah menghilang dari peredaran.
Taman Budaya sebagai lembaga tugas pelestarian dan pengembangan seni budaya tetap berupaya mendorong maju seni busaya agar berdaya saing dengan seni yang lainnya. Sebab, saat ini, regenerasi di aspek pelaku/dalang, terbukti berjalan cukup baik. Untuk proses regenerasi penonton, harus diupayakan dan memerlukan perhatian khusus.

DR Suyanto SKar MA
Ketua Merangkap Anggota Juri Festival Dalang Jatim
Jangan sampai ada dalang di Jatim yang diorbitkan festival karena karbitan. Bisa membahayakan. Perlu proses lagi meskipun sebenarnya semua dalang yang ada di festival ini sudah baik dan bagus dan bisa juara, tapi akhirnya terpilihlah yang terbaik.
Bagi yang tidak masuk dalam sepuluh besar bisa berupaya lagi ke depan, agar bisa menjadi yang terbaik. Ajang ini merupakan ajang bagi dalang semuanya, dan terus berpacu. Disinilah dalang bisa merasakan dan membedakan wayang yang disajikan dengan apa adanya dan ketika digarap. Tentunya ada perbedaan. Program Taman Budaya harus diikuti dalam pengembangan diri dan kompetensi.

Heri Wahyono
Dalang Terbaik asal Kabupaten Blitar
Menjadi salah satu yang terbaik memang sebelumnya tidak terpikirkan oleh saya. Sebab, sebelumnya ketika akan mengikuti Festival Dalang Terbaik Jawa Timur ini, saya sempat grogi dan hampir mengundurkan diri. Namun, berkat kerjasama dengan kawan-kawan yang kompak dan ulet, menjadikan salah satu yang terbaik.
Saya harapkan adanya festival seperti ini, bisa memajukan pedalangan yang ada di Jatim dan di tahun mendatang tentunya masih banyak bibit seniman pedalangan yang lebih baik dari yang sekarang.

Sigit Sapto Margono SSn
Dalang Terbaik asal Kabupaten Ponorogo
Hasil jerih payah selama satu bulan lebih akhirnya bisa tercapai dan memuaskan. Sebab, dari awal target saya menjadi 10 besar dalang terbaik di Jatim. Tentunya hal ini sangat membanggakan.
Harapan saya, dengan terpilihnya menjadi dalang terbaik ini, maka saya bisa main di pendapa UPT Taman Budaya lagi. Sebab, biasanya di Taman Budaya selalu menyelenggarakan pagelaran wayang periodik. Saya ingin berpartisipasi didalamnya.

Tags: