Masyarakat Kecamatan Krucil Probolinggo Gelar Festival Ramadan

Festival Ramadan masyarakat Krucil.

(Marakkan Tradisi Likuran) 

Probolinggo, Bhirawa
Spektakuler…! Salah satu tradisi masyarakat Kecamatan Krucil yakni Festival Ramadhan ke-12 yang digelar Rabu 29/5 malam benar-benar menyulap suasana Desa Bremi-Krucil yang biasanya adem ayem menjadi semarak dan penuh warna.
Festival khas Kecamatan Krucil yang selama ini dilaksanakan pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan ini berangkat dari sebuah tradisi luhur “Likuran”. Dimana saat itu masyarakat mengharap berkah Ramadhan dengan cara saling berbagi makanan kepada sesama, termasuk kepada para pemusik patrol penghantar sahur.
Beberapa penggiat seni setempat kemudian mewadahi tradisi ini dengan mengadakan festival seni musik patrol, yang kemudian berkembang pesat dan menjadi hiburan yang sangat digemari karena adanya perpaduan seni dan filosofi leluhur didalamnya.
Masing-masing kelompok peserta ini memainkan perpaduan seni musik etnik tradisional ‘okol’ dan ‘kenong telok’ dengan tempo cepat dan rancak, tembang yang mereka bawakan pun kebanyakan tembang tradisional Jawa Timuran dan sholawatan yang bernuansa Islami. Alhasil kombinasi antara suara kentrung, kenong, gamelan serta suara drum plastik yang menjadi penuntun ketukannya mampu menghasilkan harmoni musik yang khas.
“Alat musik kenong telok sendiri merupakan warisan leluhur kita semasa perjuangan Sunan Kalijogo. Dimana kata ‘telok’ yang berarti tiga disini mempunyai filosofi keislaman yang bermakna Islam, Iman dan Iksan. Tiga hal ini diharapkan dimiliki oleh setiap insan muslim,” ungkap Sugiono, penggagas Festival Ramadhan Krucil.
Pria kelahiran Pacitan, pemilik Sanggar Seni El Gibran ini mengemukakan, selain bertujuan melestarikan seni budaya lokal, kegiatan tahunan ini diharapkan menjadi ajang bagi para pemuda dalam mengekpresikan diri melalui seni musik. Ramainya masyarakat yang memadati sepanjang jalan juga menjadi berkah tersendiri bagi para pedagang kaki lima.
“Minimal kami telah meneruskan tanggung jawab untuk melestarikan seni budaya lokal ini. Kami harap seni budaya ini kedepannya lebih dikenal luas sebagai salah satu kekayaan seni budaya Kabupaten Probolinggo,” tandasnya.
Camat Krucil, Febrya Ilham Hidayat mengaku termotivasi melihat adanya tradisi yang mengangkat seni budaya di wilayahnya itu. Hal ini merupakan wahana motivasi bagi pihaknya untuk menggali lebih jauh lagi budaya-budaya lain yang ada di sekitar masyarakat.
“Sehingga harapan kami, festival ini juga akan menjadi pendongkrak kunjungan wisata. Saya harap penyelenggaraan festival ini terus konsisten dan kedepan supaya dikemas lebih apik lagi agar mampu menarik minat wisatawan,” ungkapnya.
Untuk menghidupkan tradisi luhur “Malem Likuran” pada setiap 10 hari terakhir bulan Ramadhan, warga masyarakat Kecamatan Krucil ternyata memiliki cara yang khas dan unik. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya di setiap bulan suci Ramadhan, Rabu (29/5/2019) malam besok, segenap masyarakat Kecamatan Krucil bersama para insan seni dari berbagai wilayah Kabupaten Probolinggo akan menyemarakkan tradisi ini melalui pagelaran seni yang bertajuk Festival Ramadhan ke-12.
Akan ada berbagai atraksi seni musik kreatif, fashion fantasy show dan parade kereta hias yang semuanya akan digelar di jalanan. Tepatnya iring-iringan ini akan dilepas di segitiga Bermi Indah dan akan berakhir di lapangan umum Cemoro Sewu Krucil.
Menurut Sugiono, Owner Sanggar Seni El-Gibran PAC yang sekaligus penggagas Festival Ramadhan ini, pelaksanaannya yang selalu spektakuler tidak hanya ditunggu anemo masyarakat setempat, namun juga selalu menyedot perhatian masyarakat pengemar seni dari wilayah luar Kecamatan Krucil.
“Selama sebelas tahun kami melaksanakan festival ini jalanan selalu macet, banyak orang dari luar Kecamatan Krucil turut naik menikmati festival ini. Bahkan jauh hari sebelum kota-kota di Jawa Timur memiliki festival jalanan, kami sudah lebih dahulu melaksanakannya lengkap dengan busana fantasi gunung,” ungkap Sugiono.
Lebih lanjut Kepala SDN Bremi 2 ini menuturkan, awalnya pihaknya termotivasi oleh tradisi warga masyarakat Kecamatan Krucil yang selalu membagi-bagikan berbagai jenis makanan pada setiap malam ganjil sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Karena saking banyaknya, sering kali makanan ini kemudian menumpuk dan tidak termakan.
Oleh sebab itu pria kelahiran Pacitan ini kemudian terdorong untuk membuat pagelaran seni yang dikemas dalam satu pertunjukan, sehingga makanan-makanan itu bisa dialihkan kepada seluruh peserta yang mengikuti. “Jadi Festival Ramadhan yang kemudian menjadi kebiasaan masyarakat Krucil ini juga merupakan ajang bagi masyarakat untuk berbagi berkah di bulan Ramadhan dengan memberikan makan kepada seluruh peserta,” tambahnya.(Wap)

Tags: