Me-revisi Hari Libur

Gubernur di seantero Jawa menyarankan seluruh masyarakat tetap tinggal di rumah pada saat libur akhir pekan. Juga tidak bepergian ke tempat wisata, serta mengurangi kunjungan ke pusat perbelanjaan, dan pasar tradisional. Himbauan yang sama juga diserukan Kepala Daerah di seluruh Indonesia, karena tingkat pewabahan CoViD-19 naik pesat. Bahkan pemerintah juga menggeser hari libur keagamaan di tengah pekan, agar tidak dimanfaatkan sebagai libur panjang.

Seluruh pemerintah daerah telah menutup area wisata pada saat libur panjang. Pantai Ancol, dan Taman Mini Indonesia Indah (di Jakarta) sudah ditutup. Kawasan Puncak, dan Taman Safari, di Bogor, juga ditutup. Di Surabaya, beberapa lokasi PKL (Pedagang Kaki Lima) yang ramai, antara lain kawasam masjid nasional Al-Akbar, ditutup khusus pada hari Sabtu, dan Minggu. Begitu pula lapangan Makodam V Brawijaya, tidak nampak lagi lapak PKL.

Peningkatan kasus sedang dalam kurva menanjak selama 4 pekan terakhir. Konon dampak libur panjang tiga agama sekaligus, selama bulan Mei 2021. Yakni, Hari Kenaikan Isa almasih, lebaran Idul Fitri 1442 H, disambung Hari Raya Waisak 2565. Padahal sejak lama para ahli epidemiologi berkeyakinan, bahwa libur panjang biasa menjadi periode peningkatan wabah. Karena setiap libur panjang akan menimbulkan kerumunan di tempat wisata, pusat perbelanjaan, dan di permukiman.

Sehingga tradisi libur panjang akhir tahun patut dicermati, dan diatur, menghindari peningkatan pandemi. Tahun (2020) pemerintah sampai memangkas libur akhir tahun (dan Natal). Serta cuti lebaran Idul Fitri 1441 Hijriyah yang digeser tidak diganti (dihapus). Maka suasana akhir tahun (2020) dijalani dengan keprihatinan kenaikan CoViD-19. Tiada hura-hura di tempat rekreasi. Ke-ekonomi-an kreatif ke-wisata-an tidak dapat memetik “panen” peak-seasson (musim puncak).

Tahun (2021) pemerintah juga menggeser, dan menghapus hari libur keagamaan yang berdekatan dengan hari Minggu. Yakni, libur cuti bersama Hari Natal, 24 Desember 2021, ditiadakan. Sedangkan libur Hari Natal, 25 Desember (hari Sabtu) tetap sebagai hari libur. Namun libur Natal patut diwaspadai akan dimanfaatkan sebagai libur panjang. Pemerintah perlu menerbitkan kebijakan pembatasan mobilitas orang pada dua hari libur berurutan.

Hari Natal tahun (2020) lalu, umat Kristiani menyelenggarakan misa natal secara terbatas di gereja, dan tersambung misa secara virtual. Hal yang sama juga terjadi dengan pelaksanaan shalat Idul Fitri tahun (2020) lalu. Masjid negara Istiqlal tidak menyelenggarakan shalat Idul Fitri. Sedangkan pada daerah “zona kuning” diselenggarakan shalat Idul Fitri dengan penegakan protokol kesehatan (Prokes) sangat ketat.

Tahun (2021) ini pemerintah juga menggeser libur Tahun Baru Islam 1442 H. Semula hari Selasa 10 Agustus, menjadi hari Rabu, 11 Agustus. Tujuannya, agar hari Senin, 9 Agustus, tidak dijadikan hari “cuti umum.” Begitu pula hari libur peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, semula hari Selasa, 19 Oktober, bergeser menjadi hari Rabu, 20 Oktober. Tetapi libur Hari Raya Idul Adha 1442 H, hari Selasa, 20 Juli, tidak digeser. Karena di dalamnya terdapat shalat Idul Adha, yang tidak boleh digeser. Namun seluruh penyelenggara wajib bisa menjamin Prokes.

Sesungguhnya masyarakat telah memaklumi suasana pandemi yang makin meningkat. Di seluruh dunia, libur panjang akhir Desember biasa menjadi momentum rekreasi. Keinginan rekreasi pada hari libur hampir tidak dapat dicegah. Tetapi Satgas Penanganan CoViD-19 memiliki catatan usia rentan terpapar. Paling banyak pada usia dewasa 18 hingga 58 tahun). Sekaligus menjadi kalangan yang paling banyak dijumpai pada kawasan rekreasi.

——— 000 ———

Rate this article!
Me-revisi Hari Libur,5 / 5 ( 1votes )
Tags: