MEA dan Industri Kreatif Literasi

Eko-Prasetyo-227x300Oleh :
Eko Prasetyo
Pegiat literasi, mahasiswa S-2 Ilmu Komunikasi Unitomo Surabaya

Gong pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 tinggal menunggu waktu. Persaingan ketat diyakini tak bisa dihindari dalam pasar bebas tersebut. Persaingan tersebut tidak hanya melibatkan pasar lokal, tetapi juga gempuran dari produk-produk luar negeri. Untuk itu, dibutuhkan wirausaha-wirausaha baru yang kreatif, kuat, dan mandiri serta berdaya saing tinggi.
Terkait hal ini, pemerintah memang terus mendorong tumbuhnya industri kreatif yang melibatkan lebih banyak kalangan dari anggota masyarakat, termasuk anak-anak muda. Hal ini salah satunya bertujuan untuk mendorong tumbuhnya perekonomian di semua lapisan. Di sisi lain, industri kreatif tengah menjadi primadona khususnya di kalangan generasi muda saat ini.
Kondisi tersebut patut diapresiasi karena beberapa alasan. Pertama, tak bisa dimungkiri bahwa lulusan perguruan tinggi, terutama tingkat diploma dan sarjana, masih menyumbangkan angka pengangguran di tanah air. Hal ini tentu saja memprihatinkan. Banyaknya lulusan di level sarjana tidak seimbang dengan ketersediaan lapangan kerja. Ironisnya, sebagian lulusan tingkat sarjana menjadikan CPNS sebagai target utama. Padahal, masih banyak peluang dan kesempatan yang bisa diperoleh melalui kreativitas-kreativitas serta pengembangan inovasi.
Kedua, sektor UMKM tengah menjadi salah satu fokus pemerintah dalam prioritas pembangunan di bidang ekonomi. Salah satu bentuknya, pelaku industri kecil dan menengah mendapat kemudahan peminjaman modal untuk mengembangkan bisnis mereka. Selain itu, mereka juga diberi kesempatan untuk mengikuti pameran-pameran berskala nasional maupun internasional guna memasarkan produk. Karena itulah, perhatian khusus pemerintah terhadap pengembangan industri kreatif ini patut diapresiasi.
Potensi di Bidang Literasi
Di tengah upaya pemerintah dan respons positif tersebut, kita masih bisa bernapas lega dan seyogianya tetap optimistis dalam menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Hal ini perlu terus didorong lantaran tak sedikit orang yang merasa “panik” dengan dibukanya keran MEA.
Kekhawatiran itu sebenarnya cukup wajar mengingat tenaga-tenaga kerja dan tenaga ahli di beberapa bidang diyakini bakal segera “menyerbu” Indonesia. Persaingan ketat tentu tidak terelakkan. Di sinilah dibutuhkan kepercayaan diri tinggi akan kemampuan daya saing SDM-SDM kita. Maka, sektor industri kreatif dipandang penting sebagai salah satu pintu untuk memanfaatkan kehadiran MEA tersebut.
Bicara industri kreatif, kita patut berbangga karena respons positif justru datang dari banyak generasi muda saat ini. Kreativitas dan inovasi yang diciptakan oleh mereka mampu menorehkan prestasi tersendiri. Di antara nama-nama itu, terdapat Wahyu Aditya, seorang animator muda kenamaan yang sukses mendirikan HelloMotion Academy, serta Rois Abidin, akademisi muda yang juga sukses meniti bisnis di bidang desain grafis.
Dua nama tersebut patut dikedepankan karena ikut mengharumkan nama Indonesia hingga di tingkat internasional melalui karya-karya mereka. Yang membanggakan, mereka menjadi inspirasi bagi anak-anak muda pada umumnya serta menjadi bukti bahwa industri kreatif benar-benar sangat menjanjikan.
Sektor lain di bidang industri kreatif yang tak kalah menjanjikan adalah literasi. Bicara soal literasi, tentu tidak jauh dari aktivitas membaca dan menulis. Bagi sebagian kalangan anak muda, tak sedikit yang menjadikan dua kegiatan tersebut sebagai hobi di saat senggang.
Sebenarnya ada peluang menjanjikan di bidang ini yang bisa dikembangkan. Bagi mereka yang memiliki keterampilan menulis, tak sedikit yang membuat buku lalu dikirimkan ke penerbit umum atau konvensional. Padahal, proses seleksinya sangat ketat dan waktu yang diperlukan untuk bisa sampai pada tahap naik cetak bisa berbulan-bulan, bahkan ada yang setahun lebih baru bisa terbit.
Padahal, ada penerbit-penerbit indie ataupun penerbit konvensional yang menawarkan jasa self publishing (penerbitan dengan biaya sendiri) yang tak perlu memakan waktu sangat lama untuk proses terbitnya. Penerbitan ini pun relatif lebih ramah kantong karena penulis bahkan bisa mencetak bukunya meski hanya satu eksemplar sekalipun. Hal ini memungkinkan karena teknologi cetak digital. Peluang sebagai writerpreneur pun terbuka lebar karena si penulis bisa memproduksi, mendistribusikan, dan memasarkan sendiri karya-karyanya. Dengan demikian, ia tak perlu berbagi keuntungan dengan penerbit, distributor, dan toko buku.
Potensi lain yang dapat dikembangkan dari bisnis berbasis literasi ini adalah sekolah menulis. Dengan dukungan penuh pemerintah yang kian gencar menggelorakan gerakan literasi, tentu saja peluang bisnis sekolah menulis ini sangat besar. Kendatipun persaingan akan tidak mudah dan semakin banyak, hal ini bukan berarti peluang tertutup sama sekali. Memetakan dan membentuk calon pasar sendiri melalui basis komunitas adalah kiat yang dapat dicoba untuk menjawab persaingan tersebut.
Selain memberikan kontribusi dengan membagikan ilmu kepenulisan kepada orang lain, bisnis industri kreatif ini otomatis ikut menggerakkan dunia literasi Indonesia. Sebab, sebagaimana diketahui, dunia literasi Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara lain, bahkan negeri jiran seperti Malaysia dan Singapura. Rendahnya minat baca masyarakat kita menjadi persoalan tersendiri. Dengan demikian, pengembangan industri kreatif di bidang literasi amat diperlukan. Mengingat besarnya potensi industri kreatif di berbagai lini tersebut, kita tidak perlu khawatir menghadapi era MEA. Tentunya, penyiapan SDM berkualitas menjadi sebuah keharusan dan hal ini bisa dijawab salah satunya melalui pengembangan literasi.

                                                                                                           ———— *** ————

Rate this article!
Tags: