MEA Semakin Dekat, WNA Mulai Serbu Surabaya

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Gerbang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tinggal hitungan bulan. Bagi Kota Surabaya, ini merupakan tantangan sekaligus kesempatan emas. Menyusul kian dekatnya momen perdagangan bebas itu, jumlah Warga Negara Asing (WNA) di Kota Pahlawan kian banyak jumlahnya. Indikasinya, mulai banyak WNA yang ramai-ramai mencatatkan diri di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) untuk mendapatkan Surat Keterangan Tempat Tinggal.
Berdasar data sejak Januari sampai Mei tahun ini, jumlah pemohon SKTT ada 696 WNA. Ditambah jumlah WNA pada 2014 mencapai 1.800 WNA.
Dari 41 negara yang tercatat di Dispendukcapil, yang paling aktif melaporkan kedatangan serta mengurus SKTT yakni Jepang berjumlah 90 orang. Disusul Korea Selatan berjumlah 89, Tiongkok ada 56 orang, dan India ada 49 orang.
“Rata-rata WNA (Warga Negara Asing) datang di Surabaya bekerja di perusahaan-perusahaan besar. Tidak hanya perusahaan di Surabaya saja, namun perusahaan di seluruh Jatim, tapi tinggalnya di apartemen wilayah Surabaya,” kata Relita Wulandari, Kepala Seksi Mutasi WNI dan WNA Dispendukcapil Kota Surabaya, Rabu (24/6) kemarin.
Menurut Relita, biasanya dalam setahun hanya 1.500-1.800 warga asing yang mengurus SKTT. Kini, menghadapi pasar bebas ASEAN, jumlah blangko pendaftaran ditambah hingga 2.500 lembar. Selain itu, jumlah Kartu Izin Tinggal Tetap (Kitap) akan diperbanyak. ” Kami sudah siapkan blangko pendaftaran sampai dua kali lipat dari jumlah sebelumnya,” tuturnya.
Sebanyak 35 orang sudah mengurus Kitap. Itu berarti mereka bakal lama tinggal di Kota Surabaya, setidaknya dalam lima tahun ke depan. Warga Jepang, Tiongkok, dan India, menjadi urutan teratas WNA yang mengurus Kitap.
Relita mengimbau seluruh WNA yang ada di Kota Surabaya untuk mengurus SKTT dan Kitap. Sebab, WNA wajib melapor ke Dispendukcapil untuk didaftar dalam formulir pendaftaran orang asing tetap dan selanjutnya diterbitkan Kartu Keluarga Orang Asing (KK OA) dan Kartu Tanda Penduduk Orang Asing (KTP-el).  “WNA di sini juga harus mempunyai pekerjaan, jangan datang ke sini masih mencari pekerjaan. Ditambah harus mempunyai surat tanda melapor dari kepolisian biar nggak seenaknya sendiri nantinya,” pungkasnya.
Sementara itu, Kabid Pendaftaran Penduduk Dispendukcapil Surabaya Djoni Iskandar menambahkan, setiap WNA yang sudah memegang Kartu Izin Tinggal Sementara (Kitas) dari kantor Imigrasi wajib melapor untuk memperoleh SKTT. Laporan itu dilakukan selambatnya 14 hari kerja sejak tanggal penerbitan Kitas dan itu semua gratis.
Jika ada WNA yang terlambat atau bahkan bandel, dinas akan menerapkan sanksi tegas. Yakni, denda Rp Rp 500 ribu atau hukuman kurungan selama tiga bulan. Hal itu sesuai dengan Perda Nomor 14 Tahun 2014. “Kami akan ketati melalui yustisi di apartemen-apartemen yang ada di Surabaya. Dan itu sudah berjalan karena tim kami rutin melakukan yustisi,” Kata Djoni.
Djoni menyatakan, banyaknya warga asing menjadi bukti bahwa Surabaya sudah menjadi kota tujuan industri. Dia mengaku kini sudah menyiagakan petugas yang bisa berbahasa Inggris untuk menyambut WNA yang mendaftar SKTT maupun Kitap di kantor Dispendukcapil.

Tiongkok Mendominasi
Sementara itu anggota Komisi IX DPR RI dari FPAN Ali Taher Parasong menyesalkan membanjirnya para tenaga kerja asing masuk ke Indonesia khususnya para pekerja asal Tiongkok.
Ali juga mengungkapkan alasan di balik membanjirnya para tenaga kerja asal Tiongkok meskipun kualifikasi dan persyaratan dokumennya masih diragukan. Mereka bisa melenggang bebas masuk ke Indonesia dikarenakan produk UU Ketenagakerjaan tidak memadai.
“UU Ketenagakerjaan saat ini harus diganti karena itu perlu ada pembuatan UU baru,” tandas Ali Taher.
Dikatakan, dengan adanya MEA dan terbukanya pasar global akan menyerap tenaga kerja dari berbagai negara. Namun sayangnya posisi output penyerapan tenaga kerja di Indonesia masih belum kompetitif, sehingga sudah seharusnya pemerintah memprioritaskan hal tersebut.
“Pembentukan UU baru sebagai sebuah upaya untuk memproteksi terhadap tenaga kerja asing. Saya melihat kerjasama G to G belum maksimal dan yang saya lihat hanya kerjasama private to private,” ujarnya. “Tenaga kerja yang tidak memliki dokumen lengkap dan tidak memenuhi kualifikasi sudah selayaknya dideportasi,” katanya.
Irgan Chairul Mahfiz, anggota Komisi IX DPR RI meminta Menteri Tenaga Kerja (Menaker) bertindak dengan membanjirnya tenaga kerja kasar asal Tiongkok. Jika tidak memiliki izin lengkap harus dipulangkan dan dicegah bagi yang akan masuk Indonesia. “Kemenaker harus mengecek status keberadaan pekerja Tiongkok tersebut, apakah ada izin kerja atau tidak? Juga izin tinggal serta semua yang terkait dengan prosedur ketenagakerjaan,” ujar Irgan Chairul Mahfiz.
Irgan juga menambahkan agar perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja kasar asal Tiongkok itu juga ikut diperiksa. Sebab perusahaan ini paling bertanggungjawab atas keberadaan pekerja tersebut.
Sebelumnya Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan jelang diberlakukannya MEA 2015 pada Desember mendatang, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat jumlah tenaga kerja asing (TKA) yang masuk ke Indonesia selama kurun waktu tahun 2014 sebesar 68.762 pekerja.
“Pemerintah Indonesia memang memperbolehkan dan terbuka bagi orang asing untuk bekerja di Indonesia. Tapi pemerintah tetap memiliki kebijakan pengendalian penggunaan tenaga kerja asing untuk melindungi  pekerja Indonesia,” kata Hanif Dhakiri.
Pada 2014, jumlah TKA dari Tiongkok mencapai 16.328 orang, Jepang 10.838, dan Korea Selatan 8.172. Sedangkan TKA dari India 4.981, Malaysia 4.022, Amerika Serikat 2,658, Thailand 1.002, Australia 2.664, Filipina 2.670, Inggris 2.227 serta di negara lain sebanyak 13.200 pekerja. [geh,ira]

Rekapitulasi Jumlah Pemohon SKTT Tahun 2015
Bulan         Jumlah
Januari     186 WNA
Februari   118 WNA
Maret         113 WNA
April          143 WNA
Mei            136 WNA
Sumber : Dispendukcapil Kota Surabaya

Tags: