Media Massa Tak Antusias Beritakan Pilgub

Para narasumber acara dialog politik Peran Media Massa dalm Pilgub Jatim yang digelar SPS Jatim, Sabtu (7/4) saat berfoto bersama ketua SPS Jatim.

Pengamat : Media Harus Adaptasi Hadapi Disrupsi Politik
Surabaya, Bhirawa
Era ketidakpastian (disrupsi) yang melanda semua segmen kehidupan, termasuk kehidupan politik, ternyata juga membawa dampak serius terhadap kehidupan media massa. Perhelatan Pilgub Jatim yang ‘biasanya’ menjadi berkah bagi media kini tidak lagi bisa diharapkan.
“Boro-boro bisa panen, bahkan beberapa media justru harus minus cashflow-nya gara-gara membuka halaman khusus Pilgub,” kata Sekretaris PWI Jatim Eko Pamudji saat ditemui Bhirawa seusai menjadi narasumber dalam Dialog Politik yang digelar Serikat Perusahaan Pers (SPS) Jatim, Sabtu (7/4) kemarin.
Menurut Eko Pamuji, dalam upaya ikut serta mensukseskan Pilgub, beberapa media membuka halaman khusus untuk liputan Pilgub.
“Harapannya tentu selain bentuk partisipasi terhadap demokrasi, juga berharap ada berkah berupa iklan politik baik dari penyelenggara politik maupun peserta politik,” jelas Eko yang juga pimpinan sebuah media cetak lokal ini. Namun sayangnya, sampai hari ini nyaris tidak ada berkah yang bisa dinikmati media dari penyelenggaraan Pilgub Jatim. Dan ironisnya, belum dapat berkah tetapi panen kritik dan keluhan yang diterimanya.
“Dikritik tidak berimbanglah atau tidak netral sudah bisa kami dapatkan. Para penyelenggara pemilu atau tim sukses harus belajar soal netralitas media agar tidak mudah main tuding,” jelasnya lagi.
Pernyataan lebih keras justru disuarakan Ketua SPS Jatim Sukoto yang menyerukan kepada media untuk melakukan boikot pemberitaan Pilgub Jatim.
“Kalau media hanya dituntut untuk berpartisipasi tanpa ada peluang untuk memperoleh berkah dari Pilgub ya untuk apa repot-repot beritakan Pilgub,” kata Sukoto dengan suara lantang.
Menurut Sukoto, media selain memiliki sisi redaksi yang harus menyuarakan soal kebenaran, media juga memiliki misi bisnis yang juga harus dipertimbangkan kebutuhannya.
“Regulasi yang dibuat kini semakin menutup peluang media untuk berkreasi dalam mencari berkah dalam penyelenggaraan Pilgub,” jelasnya. Regulasi itu misalnya, begitu tersentralnya pemberitaan dan iklan politik yang harus diatur oleh penyelenggara KPU.
“Semua partai politik dan calon yang biasanya pasang iklan langsung dengan media kini tidak berani lagi karena adanya ketentuan yang dibuat oleh KPU,” tegasnya.
Ketua KPU Jatim Eko Sasmita yang juga hadir dalam diskusi tersebut, mengaku tidak bisa berbuat banyak. Apa yang dilakukan lebih karena menjalankan keputusan KPU pusat yang semuanya juga berpijak pada Undang Undang yang ada.
“Saya sungguh mengerti kebutuhan media, tetapi kami ini hanya menjalankan ketentuan yang sudah dibuat oleh KPU pusat,” jelasnya. Namun demikian, Eko juga menegaskan bahwa peluang anggaran itu masih ada untuk media. Hanya saja, lanjut Eko pengaturannya tidak langsung oleh KPU tetapi dengan biro iklan khusus.
“Dan tidak semua media bisa mendapatkannya tetapi dengan sistem lelang,” jelas Eko lagi.
Pengamat politik Unair Dr Airlangga Pribadi menilai saat ini sedang ada upaya serius untuk memangkas ongkos politik yang dianggap sebagai sumber terjadinya praktik korupsi.
“Pilkada berikut proses yang terjadi didalamnya sangat mahal ongkosnya. Inilah yang kemudian dipahami sebagai salah satu alasan mengapa para kepala daerah harus korupsi untuk membayar ongkos yang sudah dikeluarkan,” tutur Angga panggilan akrab dosen progresif ini. KPU yang merupakan penyelenggara Pilkada berdasar amanah UU juga kemudian mengatur agar ongkos yang dibutuhkan oleh pasangan calon tidak terlalu besar. Implikasinya, KPU pun mengarur belanja iklan masing-masing pasangan calon agar tidak jor-joran dalam belanja iklan.
“Inilah yang kemudian memiliki dampak bagi kehidupan media yang akhirnya tidak bisa ikut menikmati berkah Pilgub,” jelas Angga. Menghadapi situasi itu, media massa harus adaptasi dengan situasi yang berkembang.
“Artinya media juga harus mulai menimbang ulang bahwa Pilkada itu bukannya saat pesta sehingga berhadarap dapat dana yang melimpah,” saran Angga lagi. Pada sisi lain, Angga juga mengakui media massa punya peran penting dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam pilgub nanti.
“Kalau media dibuat frustasi dengan keadaan ini, maka bukan tidak mungkin target KPU agar partisipasi politik pemilih sebesar 77% hanya sebatas utopia saja,” tegas Angga mengingatkan. [why]

Tags: