Mei, Petani Tetap Tanam Tembakau

Surabaya, Bhirawa
Rencana pengendalian tembakau melalui Framework Convention on Tobaccon Control (FCTC) yang digagas World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia tak terlalu dihiraukan petani. Bahkan, petani tetap bertekad tanam tembakau mulai Mei.
“FCTC telah membuat petani tembakau bingung. Apalagi memasuki masa tanam Mei, petani belum mendapat kepastian keputusan pemerintah jadi meratifikasi soal FCTC atau tidak. Namun petani tetap bertekad tanam mulai Mei mendatang,” kata Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Abdus Setiawan, Selasa (29/4).
Ia menegaskan, petani tembakau akan tetap melakukan tanam selama industri rokok masih ada. APTI mencatat tahun lalu produksi tembakau mencapai 120.000 ton meleset dari target produksi sebesar 200.000 ton.
Padahal, kebutuhan tembakau untuk produksi rokok saja mencapai 300.000 ton tahun lalu. Tahun ini, APTI menargetkan produksi tembakau bisa kembali naik mencapai 200.000 ton. Target itu diyakininya berdasarkan kondisi iklim tanah air yang diperkirakan mulai membaik.
Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Gamal Nasir mengatakan, FCTC bakal mengancam keberlangsungan petani tembakau. Dimana pendapatan dari 6,1 juta pekerja di industri tembakau bakal terpangkas, seiring dengan pembatasan tersebut. “Pemerintah belum memutuskan sikap Indonesia atas pembatasan tembakau. Namun kami berupaya untuk memperjuangkan nasib petani tembakau sebanyak 2 juta orang di Indonesia,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementan jumlah tenaga kerja langsung dan tidak langsung di hilir tembakau mencapai 6,1 juta tenaga kerja. Jumlah tersebut terdiri dari 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh. Lalu, 1 juta orang pengecer rokok dan 1 juta orang tenaga percetakan dan periklanan rokok serta 600 ribu orang tenaga kerja di pabrik rokok.
Dilema pemerintah terhadap kebijakan tembakau, yakni antara mencari pendapatan negara melalui cukai rokok, mengurangi jumlah perokok untuk kesehatan, dan menambah lapangan pekerjaan.
FCTC tak hanya bakal merugikan petani tembakau. Ketua Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia, Soetarjo menegaskan jika dampak kerugian lain juga bakal dirasakan petani cengkeh, karena sejauh ini 93 persen dari hasil produksi cengkeh diserap industri rokok.
Menurut dia, hampir satu juta petani dari total lima juta hektare lahan cengkeh yang akan gulung tikar. Pasalnya, ada 93 persen cengkeh diserap oleh industri rokok, terutama kretek. “Kami punya data yang jelas penyerapan cegkeh untuk industri rokok,” ujarnya.
Saat ini, produksi cengkeh Indonesia berkisar 100.000 ton per tahun dengan luas lahan sekitar lima juta hektare. Kini produksinya turun berkisar 75.000 ton lantaran masalah cuaca sehingga harganya melonjak. “Kami minta jangan ada regulasi yang mengganggu petani cengkeh,” katanya.
Ia menegaskan, pemerintah harus mengetahui bahwa cengkeh asal Indonesia sangat disukai pasar dan dinyatakan terbaik di dunia. “Jika FCTC diterapkan ditandatangani otomatis pemakaian cengkeh berkurang, petani di daerah akan kacau,” tukasnya. [rac]

Rate this article!
Tags: