Melemahnya Rupiah Ancam Industri Penerbangan

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika, membuat industri penerbangan di tanah air kian terpuruk, karena sangat berpengaruh terhadap operasional dan kesehatan industri penerbangan.
Dosen Ekonomi Ubaya, Drs.Wiyono Pontjo Haryo, M.M., Ak, menungkapkan industri penerbangan sangat bergantung terhadap mata uang Uncle Sam (Paman Sam), terutama untuk penggantian suku cadang pesawat yang masih harus di import dari luar Asean.
“ Penerimaan industri penerbangan kita masih menggunakan mata uang Rupiah, tetapi komponen yang harus di datangkan dari Prancis untuk Airbus atau Boeing yang berasal dari Amerika menggunakan Dolar. Sehingga terdapat ketimpangan neraca pendapatan dari Industri penerbangan yang dapat memukul operasional teknis di luar pembelian komponen,” ujar pembina Korps Asisten Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya (KAFEUS), di Surabaya, Minggu (15/3) kemarin.
Jika kondisi tersebut dibiarkan, lanjut dia, bakal berdampak terhadap kegiatan ekonomi di  di daerah. Terutama daerah-daerah yang memiliki bandara besar seperti Surabaya, Jakarta, Makassar, atau pun Sumatra Utara dengan Kualanamunya. Selain itu beberapa daerah di Jatim yang membangun bandara perintis seperti di Madura, Jember, Banyuwangi, pembangunannya ikut melambat.
“Yang saya pikirkan adalah, daerah-daerah yang memiliki bandara perintis. Dimana pesawat kelas dengan 40 penumpang akan terganggu karena keterbatasan anggaran untuk membeli Avtur yang semakin mahal,” tuturnya. 40% biaya operasional pesawat di tanggung dalam bentuk mata uang Dolar. Hal itu terdiri dari biaya sewa pesawat, biaya perawatan, dan biaya asuransi.” Meskipun harga avtur turun mengikuti harga minyak dunia, tetapi industri penerbangan membeli dalam Rupiah, dan Pertamina membeli dalam Dolar, tetapi ketika kurs Dolar tinggi, tentu avturnya juga ikutan naik,” jelas pengisi acara financial serenity di sebuah radio swasta.
Jika penyusunan Tarif Batas Atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBT) tiket pesawat dengan kementrian Perhubungan, maka pertimbangan nilai tukar Rupiah yang digunakan adalah Rp.13.000 per dolar sehingga apabila nilai tukar rupiah terus melemah, maka tidak menutup kemungkinan industri penerbangan akan melakukan penyesuaian tarif.
“Dampak yang sangat jelas, ketika ada penyesuaian tarif adalah turunnya penumpang pesawat. Karena saat ini daya beli menurun, dan ada pengaruh ekomomi yang pada nantinya akan berpengaruh terhadap industri penerbangan tanah air,” jelasnya.
Apabila Rupriah terdepresiasi 10%, pemerintah hendaknya harus berpihak kepada industri penerbangan, yakni harus ada kenaikan tarif paling banyak 7%. Sehingga dapat menyelematkan industri penerbangan Indonesia. Meskipun kenaikan tersebut berdampak, tetapi ada kenaikan bertahap, penumpang dapat memakluminya. [wil]

Tags: