Melihat Aksi Dua Pendongeng di SD Khadijah 2 Surabaya

Pendongeng asal Yogyakarta Sundari Hana (Kostum Jerapah) dan Nadindra Irawan (kostum Buaya) kompak menghibur siswa SD Khadijah 2 Surabaya, Kamis (2/11) kemarin. [Gegeh Bagus Setiadi]

Karena Khawatir Anak-Anak Kehilangan Tempat Berekspresi
Surabaya, Bhirawa
Bagi Sundari Hana dan Nadindra Irawan, storytelling adalah dunianya. Meski belum lama terjun ke dunia dongeng, Hana sudah tampil di berbagai kegiatan sebagai pendongeng. Perempuan berparas imut ini punya misi mulia dalam kegiatannya itu. Dia ingin anak-anak zaman sekarang mau melepaskan diri dari gadget untuk mendengarkan dongeng.
Hana dan Nadindra melampiaskan hasratnya sebagai pendongeng kepada siswa-siswi SD Khadijah 2 Surabaya, Kamis (2/11) Kemarin,. Mereka berdua yang berdomisili di Yogyakarta memang sengaja datang ke Kota Pahlawan untuk mengangkat kembali budaya mendongeng. Dalam jelajah dongeng bertajuk ‘Awicarita Festival’ ini berlangsung sangat ekspresif karena dibumbui tentang kesehatan di lantai dua sekolahan itu.
Maklum, Hana (25) memang lulusan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta program studi Gizi Kesehatan tahun 2014 silam. Ia memastikan bahwa anak-anak sekarang ini tidak suka makan buah dan sayur. “Karena saya lulusan Gizi Kesehatan di UGM, jadi ingin menyelipkan sedikit tentang kesehatan dalam dongeng,” kata Hana saat ditemui Bhirawa di sela mendongeng.
Kecintaannya kepada anak-anak bukan tanpa sebab. Hana mengaku semenjak memiliki keponakan proses pendekatan yang paling baik adalah dengan bercerita. Keinginannya yang kuat membuatnya memilih bergabung dalam Rumah Dongeng Mentari (RDM) Yogyakarta setahun silam. “Saya ini orangnya pemalu banget, tidak ekspresif. Nah, sejak bergabung di RDM ini kita diajarkan teknik dasar mendongeng,” ujarnya.
Hal positif sejak bergabung di RDM Yogyakarta juga telah menghampiri Hana. Mulai keberaniannya tampil dihadapan banyak orang, hingga muncul rasa percaya diri ia kantongi. Apalagi, anggota yang bergabung di RDM sudah mencapai 200 orang dari berbagai latar belakang pendidikan. “Jadi bisa menambah teman, link (jaringan, red) dan ilmu pastinya,” imbuh Hana.
Terbentuknya komunitas ini, lanjut dia, atas dasar kekhawatiran terhadap anak-anak yang mulai kehilangan tempat berekspresi. Selain itu, nilai-nilai luhur bakal tertanam di dalam karakter seorang anak. “Intinya, mendongeng itu mengajari tanpa menggurui. Dengan dongeng itulah imajinasi anak bakal terangsang. Mulai membaca, mengamati, dan berinteraksi antar sesama. Ini adalah metode pembelajaran kepada anak yang menyenangkan dan mendidik,” tutur Hana yang mengenakan kostum hewan Jerapah ini.
Sementara, Nadindra menuturkan bahwa dirinya tidak bisa menyalahkan akan kemajuan zaman. Tinggal bagaimana cara si pendongeng mengemas agar menarik perhatian seorang anak. “Kalau seorang anak sudah terbiasa bercerita itu bisa membuka perasaan anak-anak untuk lebih peka. Karena ketika mendongeng itu mengenal ekspresi dan lebih terbuka,” katanya.
Nadindra yang mengenakan kostum hewan buaya ini menekankan, para orang tua juga akan terbantu jika anak-anaknya bisa mendongeng. “Salah satunya adalah anak-anak bakal cerita kepada orang tua dalam segala apapun yang ia alami seharian,” pungkasnya.
Dari tiga cerita dongeng yakni berani jujur dan menolong, berbagi, tolong menolong yang diselipkan makan buah dan sayur ini rupanya mampu menarik perhatian Arinda Wibowo. Siswa kelas 2-B ini mengaku tertarik dan ingin belajar untuk bisa menjadi pendongeng. “Senang, lucu dan menghibur. Iya, saya ingin menjadi seperti kakak-kakak yang bisa mendongeng,” jawab Arinda bertubuh mungil ini.
Hana dan Adindra ini tidak sendiri saat mendongeng di hadapan siswa-siswi SD Khadijah 2 kemarin. Mereka juga menggandeng komunitas Kumpul Dongeng Surabaya dari berbagai latar belakang pendidikan juga. Ketujuh orang ini pun turut membantu segala peralatan dan perlengkapan ketika dipakai pendongeng saat mendongeng. [geh]

Tags: