Melihat Implementasi Full Day School di Sekolah Alam Insan Mulia

Proses belajar mengajar yang berlangsung di luar kelas membuat siswa lebih santai dan menyenangkan. [adit hananta utama]

Proses belajar mengajar yang berlangsung di luar kelas membuat siswa lebih santai dan menyenangkan. [adit hananta utama]

Siswa Makin Senang ketika Orangtua Telat Menjemput
Kota Surabaya, Bhirawa
Ketika wacana tentang sistem full day school dilontarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Prof Muhadjir Effendi. Sejumlah pihak melihatnya pesimistis, bahkan sinis. Sementara di Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM) Surabaya, hal itu sudah berlangsung sejak 16 tahun lalu hingga saat ini. Semua berjalan baik dan siswa terlihat begitu senang.
Riuh suara siswa sudah terdengar dari ujung lapangan bola di halaman SAIM Surabaya. Di sebelah lapangan, di bawah pohon-pohon yang rindang, para siswa kelas lima terlihat begitu santai. Padahal saat itu mereka sedang mengikuti proses belajar mengajar dengan materi Bahasa Arab. Kenyataannya memang begitulah ciri khas pembelajaran di SAIM.
Arya Satya Andhika Akbar mengaku senang dengan suasana semacam itu. Dia bisa belajar sembari bermain sehingga tidak membosankan. Saking tidak bosannya, dia bahkan lebih senang berlama-lama di sekolah. Jika seharusnya pukul 15.00 dia sudah boleh pulang, Andhika bisa pulang lebih lama dua jam. “Hari ini (kemarin) saya memang tidak ada ekstra kurikuler. Tapi nanti dijemput mama tetap jam 17.00,” kata Andhika ditemui di sela-sela pembelajaran, Rabu (10/8).
Andhika mengaku, semakin lama telat dijemput semakin menyenangkan. Karena di sekolah, dia lebih leluasa bermain dengan teman-temannya.
Hal serupa juga diungkapkan Prazes Zaki Razzaq. Usai mengikuti proses pembelajaran hingga pukul 15.00, Zaki masih harus mengikuti ekstra pencak silat hingga pukul 17.00. Semua dilaluinya tanpa mengeluh dan tetap senang.
Humas SAIM Surabaya Hamdiyaturahmah menuturkan, sejak awal SAIM didirikan pada 2000 sudah langsung menggunakan metode full day school. Pihaknya mengakui, program semacam ini sengaja diperuntukkan bagi orangtua yang sibuk bekerja. Tantangannya, sekolah harus bisa menciptakan suasana yang menyenangkan di sekolah.
“Di SAIM, kami hampir tidak mengenal jadwal mengajar harian. Semua kegiatan sehari-hari terintegrasi dan kadang-kadang kita otak-atik sendiri supaya anak tidak bosan,” kata dia.
Dalam satu hari, para siswa selain menerima materi tematik sebagaimana kurikulum yang berlaku, siswa juga diberi kesempatan untuk kegiatan membaca, belajar mengaji hingga salat berjamaah. Sehari-hari, kegiatan seperti itu berlangsung mulai pukul 08.30 hingga 15.00.
“Seharusnya memang sudah pulang pukul 15.00. Tapi yang di sekolah sampai maghrib juga masih banyak. Mereka bermain-main sampai dijemput orangtuanya,” kata dia. Apakah siswa tidak lelah? Hamdiyah mengaku itu bisa saja terjadi. Khususnya bagi anak-anak kelas 1 SD yang baru masuk sekolah. Para guru harus peka dengan kondisi siswa baru seperti itu. “Kadang kalau memang ngantuk ya kita beri kesempatan untuk tidur siang. Guru-guru akan menanyakan hal itu ke siswa,” kata dia.
Kegiatan di sekolah mulai pagi sampai sore diakuinya sudah cukup untuk kegiatan belajar siswa. Karena itu, tidak ada lagi beban pekerjaan rumah yang dibawa pulang siswa. Kendati demikian, bukan berarti peran orangtua hilang. Karena antara guru dengan orangtua selalu tersambung dengan buku penghubung. “Misalnya hari ini anak agak susah membaca, kita tulis di situ dan tugas orangtua di rumah untuk mengajari anaknya membaca,” tutur dia.
Full day school yang diterapkan di SAIM, diakui Hamdiyah memang dibuat untuk masyarakat kelas menengah ke atas. Namun, untuk membuat pola full day school tidak selalu harus mahal. Tergantung bagaimana guru bisa berinovasi sehingga membuat siswanya nyaman di sekolah. “Dengan satu ranting saja, kita bisa menjadikannya sebagai alat pembelajaran yang bermacam-macam. Kembali lagi itu tergantung gurunya,” pungkas dia. [Adit Hananta Utama]

Tags: