Melindungi Anak dari Kejahatan Seksual

Oleh :
Titik Kusminarwati, SPd
Guru IPA SMP N 6 Kota Mojokerto 

Kejahatan seksual yang menimpa anak baru-baru ini membuat kita miris Berbagai pemberitaan, baik di media cetak maupun media elektronik, menyajikan berbagai kejahatan yang menimpa anak. Salah satu dari kejahatan itu adalah kejahatan seksual yang dilakukan kepada anak. Tidak hanya di kota besar, kejahatan seksual itu merambah ke kota kecil.Pelaku tidak selalu orang yang tidak dikenal, sering pelaku kejahatan seksual itu adalah orang-orang terdekat korban semisal ayah kandung, ayah tiri, paman, pacar, teman dekat. Yang menjadi korban pun beragam dari mulai anak TK sampai anak SMA. Akibat kejahatan yang dialami anak akan berakibat buruk sebagai sebuah trauma selama hidupnya. sehingga sebagai orang tua kita akan sangat khawatir untuk melepas anak-anak kita keluar rumah dengan kondisi seperti ini.Maka perlu ada upaya upaya yang harus dilakukan untuk melindungi anak dari kejahatan seksual ini.
Ada 3 pilar yang bisa melindungi anak dari kejahatan seksual. Pertama: keluarga, merupakan tempat pertama seorang anak harus dikenalkan dasar-dasar penanaman moral, etika, kesopanan dan dasar-dasar agama yang kuat (ini bisa terwujud jika dan hanya jika orang tuanya juga memiliki pemahaman yang baik). Tentunya untuk bisa menanamkan pemahaman agama yang benar pada anak, orang tua harus memiliki pemahaman yang benar pula. Bagaimana akan mengajarkan dasar-dasar agama yaang benar, jika orang tuanya tidak tahu? Namun fakta kebanyakan orang tua kurang memiliki pemahaman agama yang benar. Agama dicukupkan pada pembiasaan ibadah ritual saja(sholat, dzikir, doa dll) di mana pembiasaan ibadah ritual itu, menurut penulis belum mampu untuk membentuk kerangka berpikir yang diperlukan anak untuk menjalani kehidupanya di luar rumah bersama teman-teman dan orang-orang yang mereka berinteraksi. Pengalaman penulis sebagai guru ketika menyelesaikan siswa bermasalah, membuktikan hal itu. Tidak semua orang tua memahami bagaimana cara menanamkan dasar pendidikan agama secara benar kepada anak, karena minimnya pemahaman agama para orang tua itu.
Di sisi lain orang tua sekarang hanya memiliki kualitas waktu yang sedikit untuk mendampingi anaknya di sepanjang pertumbuhan fisik dan psikis mereka, untuk menyelami, baik masa-masa pra baligh(pra remaja) maupu di usia baligh (masa remajanya) untuk menjadi teman terdekatnya, teman curhatnya, mendengarkan masalah-masalahnya. Karena orang tuanyalah yang sejatinya memiliki kewajiban terbesar untuk memahamkan anak/remaja tentang aurot, jenis kelamin, batasan-batasan bergaul dengan lawan jenis.tanamkan dengan kuat standar halal dan haram. awasi pergaulan anak, jadilah sahabat, tempat curhatnya, ikuti kegiatan di jejaring sosial.batasi fasilitas HP. Saat ini para orangtua merasa cukup dengan menitipkan anak-anaknya ke sekolah dan berharap banyak kepada bapak/ibu guru untuk mendidik anak-anak mereka menjadi anak yang baik..
Kedua: lingkungan, sekolah merupakan lingkungan terdekat bagi anak. Rumah kedua terdekat bagi remaja. Para guru di sekolah (tidak hanya guru agama), harus berani jujur mengatakan kalau pacaran itu haram, bercampurbaur laki-laki dan perempuan itu ada batasannya. Guru harus menjadi pengawas, penasihat di sela-sela aktivitas mengajarnya, apalagi saat ini semua matapelajaran berkontribusi penuh terhadap pembentukan sikap siswa. Dengan demikian, guru memiliki andil yang sangat besar dalam mengawal pergaulan siswa melalui nasihat yang bisa diberikan setiap waktu. Perlu pembinaan keimanan siswa secara periodik dan berkesinambungan sehingga siswa memiliki benteng keimanan yang kuat.
Kenyataan saat ini dengan melihat pengaruh negatif yang besar pada anak didik kita, pemahaman agama tidak cukup hanya dibebankan kepada guru agama, apalagi dengan jam belajar agama yang hanya 3 jam per minggu, sangat tidak memadai. Sehingga semua guru harus punya kemauan dan kemampuan untuk ikut membentengi keimanan anak bangsa ini, sehingga output pendidikan yang salah satunya melalui tangan kita, yaitu para guru menjadi generasi penerus yang tangguh.
Ketiga, Negara. Negara merupakan bagian yang memiliki wewenang luas dalam memasukan pendidikan seks pada siswa melalui kurikulum pendidikan. Menurut pemikiran penulis, pendidikan seks yang benar harus dimasukan dalam kurikulum pendidikan yang terintegrasi dalam semua mata pelajaran dengan agama sebagai pondasi perumusanya. Pendidikan seks ini lebih difokuskan pembentukan benteng keimanan dan memperkokoh keimanan siswa.
Di sini para guru semua bidang study harus memiliki pemahaman yang sama, standart yang satu dalam hal materi, isi dari pendidikan seks, karena kalau tidak akan terjadi kebingungan di kalangan siswa. sebagai contoh ketika guru agama mengajarkan bahwa pacaran itu haram, perbuatan yang bisa mengantar zina, di waktu yang lain guru BK membolehkan pacaran dengan dalih untuk motivasi belajar, boleh pacaran asal tidak keterlaluan. Nah ketidaksamaan strandar materi ini nanti yang akan mengacaukan pemahaman siswa. Sehingga perlu di rumuskan materi yang baku yang benar berdasar keimanan yang benar dengan standar yang satu,semoga permasalahan kejahatan seks pada anak bisa di hentikan. Selain itu negara harus memiliki kemuan menghapus dan melarang dengan keras setiap pornografi dan pornoaksi.
Saat ini konten pornografi yang merangsang naluri seksual sangat mudah di dapat. Ada dua macam rangsangan yaitu pikiran dan realitas.konten pornografi merupakan realitas yang tampak, mendorong seseorang untuk melakukan seperti apa yang di lihatnya.Konten porno sengaja di edarkan untuk meraih keuntungan yang tinggi, tidak peduli lagi bahwa hal itu sangat berbahaya bagi yang menikmatinya.
Maka menghapus tayangan sinetron, film yang menginspirasi kejahatan seksual berupa, tayangan porno apapun bentuknya, merupakan aktivitas yang mendesak untuk segera di lakukan semoga kesungguhan semua pihak dalam menyelamatkan generasi ini akan membuahkan hasil.
———— *** ————–

Tags: