“Mem-bumi-kan” APBD Jatim

foto ilustrasi

Bagai dalam gerakan barisan pasukan, tidak menonjol, tetapi juga tidak boleh ketinggalan langkah. Begitu tamsil yang tepat terhadap gambaran Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) JawaTimur. Namun “pasukan” Jawa Timur lebih menggambarkan gerakan “berjalan di tempat.” Hal itu terbukti, postur RAPBD tahun 2018, hanya naik tipis (5%) disbanding APBD murni tahun 2017. Dipagu pada kisaran Rp 29,7trilyun.
Postur RAPBD 2018, juga terasa makin “mem-bumi. “Karena pagu terbesar akan di-alokasikan pada Belanja Tidak langsung. Terutama di dalamnya belanja hibah sebesar Rp 7,588 trilyun, serta belanja pegawai sebesar Rp 6,453 trilyun. Belanja hibah, dimotori oleh pengucuran BOS (Bantuan Operasional Sekolah) tingkat pendidikan dasar dan menengah sebesar Rp 4,539 trilyun. Serta ongkosPilgub tahun 2018, yang dianggarkan sebesar Rp 882,1milyar.
Rasa “mem-bumi”juga tergambar pada Belanja Bagi Hasil (BBH) kepada Pemkab, Pemkot, dan Pemdes, mencapai Rp 5,392 trilyun.Belanja Tidak Langsung “mem-bumi” mencapai Rp 20,387 trilyun, atau sebesar 68,62% dari total kekuatan. Selebihnya (31,38%) untuk Belanja langsung, termasuk pembangunan infrastruktur dengan alokasi sebesar Rp 2,466 trilyun. Belanja langsung akan dimotori oleh urusan pendidikan (hamper Rp 5 trilyun), dan urusan kesehatan (Rp 3,606 trilyun).
Berbagai asumsi yang menyertai rancangan APBD 2018, nampaknya, Jawa Timur tidak ingin progresif. Namun dengan itu, boleh jadi Jawa Timur akan tertinggal oleh propinsi tetangga (Jawa Tengah dan Jawa Barat). Khususnya dalam perburuan investasi. Karena propinsi tetangga sedang meng-geber proyek infrastruktur. Terutama penyediaan ke-energi-an (gas dan listrik) lebih besar. Serta pembangunan infrastruktur jalan.
Urusan pem-bumian yang lain, nampak pada belanja administrasi pemerintahan. Antaralain Sekretariat DPRD memperoleh Rp 236,327 milyar. Sedangkan untuk 100 anggota DPRD dialokasikan sebesar Rp 89 milyar. Tetapi untuk urusan infrastruktur, Jawa Timur masih tergolong “berani.”Bahkan sektor perhubungan ber-ambisi menambah kepemilikan pelabuhan, yang semual di-dominasi pemerintah pusat.
Setelah berhasil me-makmur-kan pelabuhan kota Probolinggo (kecamatan Mayangan) menjadi pesaing utama Tanung Perak. Catatan kunjungan kapal sebanyak 34 armada per-bulan. Kini seluruh pelabuhan kecil (interinsuler) diupayakan dapat dikelola oleh pemerintah propinsi. Diantaranya pelabuhan Jangkar (Situbondo), serta pelabuhan Brondong di Lamongan, dan pelabuhan Boom di Banyuwangi.
Di Madura, upaya pengelolaan pelabuhan juga dilakukan. Misalnya pelabuhan Gili-Mandangin (Sampang), dan Giliraja (di Sumenep) sedang dikebut pekerjaan perluasan. Bahkan di Probolinggo (kabupaten), sedang dikerjakan inovasi three-startourism, dengan mengaitkan tiga tujuan wisata kelas dunia. Yakni, gunung Bromo, pulau Gili Ketapang, dan pulau Gili Hyang (Sumenep).
Gili Ketapang, memiliki potensi keindahan laut tak kalah dengan Bunaken maupun Raja Ampat.Sedangkan pulau Gili Hyang (Sumenep), memiliki udara dengan kandungan oksigen terbaik di dunia. Antara kedua pulau indah itu akan dilayari oleh kapal yacht (kapal pesiar). Selanjutnya turis manca negara akan dibawa ke lautan pasir di gunung Bromo.
Timur menjadi satu-satunya daerah di Indonesia, yang tergolong “becus” mengelola pelabuhan.Tidak hanya di perairan utara, melainkan juga perairan selatan (yang dahulu dianggap “angker”). Yakni, pelabuhan Prigi di Trenggalek. Pada tahun 2018, diharapkan telah dilakukan pelayaran rintisan tol laut rute Kendal (Jawa Tengah) ke Prigi hingga pelabuhan Boom (Banyuwangi).
Walau diupayakan mem-bumi, Rancangan APBD 2018, mengesankan ekstra hati-hati dalam pengucuran bantuan sosial. Tahun ini hanya Rp 10 milyar (0,033% dari total belanja daerah). Begitu pula bantuan bedah rumah, anggarannya sangat kecil (per-unit) sehingga banyak keluarga miskin yang memperoleh program malah tekor.

———   000   ———

Rate this article!
Tags: