Memahami Arti Kewarganegaraan

Ani Sri RahayuOleh :
Ani Sri Rahayu
Pengajar Civic Hukum (PPKn) Universitas Muhammadiyah Malang

Lagi-lagi Indonesia sepertinya tidak kehilangan berita politik. Belum lagi tuntas masalah pemilihan kepala daerah DKI dan berbagai pilkada di kabupaten/kota lainnya, muncul lagi polemik yang cukup mengagetkan, yakni berkenaan dengan status kewarganegaraan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian warga negara adalah penduduk sebuah negara atau bangsa yang berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga negara dari negara itu. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia pasal 1 angka (1) pengertian warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Warga negara melekat hak dan kewajiban. Artinya, bila seseorang itu menjadi warga negara satu negara maka hak diperolehnya dan kewajiban dia tunaikan. Hal ini penting sebab menyangkut kedaulatan satu bangsa.
UU Kewarganegaraan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia genap berusia satu dekade pada 1 Agustus 2016. Usia yang sesungguhnya belum dapat dikatakan panjang untuk ukuran berlakunya sebuah undang-undang. Keberadaan UU 12/2006 itu telah berhasil mengantarkan bangsa ini keluar dari persoalan diskriminatif, kurang menjamin hak-hak asasi manusia, kesetaraan, serta perlindungan perempuan dan anak. Tidak ada lagi surat bukti kewarganegaraan RI untuk etnik Tionghoa. Harus tegas dikatakan bahwa sebuah undang-undang yang baik harus mampu mengakomodasi perkembangan yang begitu cepat. UU 12/2006 belum sepenuhnya mengantisipasi perkembangan zaman. Setidaknya ada dua kasus anyar yang mencuat terkait dengan kewarganegaraan.
Pertama, Presiden Joko Widodo memberhentikan dengan hormat Arcandra Tahar dari jabatan menteri energi dan sumber daya mineral karena yang bersangkutan memegang paspor Amerika Serikat dan Indonesia. Singkat kata, Menteri ESDM Archandra diduga memiliki dua status kewarganegaraan yaitu Indonesia dan Amerika Serikat sejak tahun 2012 yang sering disebut dengan kewarganegaraan ganda.
Keputusan Presiden patut diapresiasi sebagai bentuk pelaksanaan UU Kewarganegaraan yang menganut asas kewarganegaraan tunggal, satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
Kedua, kasus Gloria Natapradja Hamel yang tidak jadi dikukuhkan sebagai anggota Paskibraka meski telah mengikuti proses seleksi dan latihan berbulan-bulan. Remaja itu belakangan diketahui memiliki paspor Prancis karena ayahnya warga negara Prancis meski ibunya warga negara Indonesia.
Terkait dengan kasus Gloria, UU Kewarganegaraan mengharuskan seorang anak dari warga negara asing yang menikah dengan warga negara Indonesia didaftarkan untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. Meski UU Kependudukan memberi peluang untuk dwikewarganegaraan sampai anak usia 18 tahun, ada aturan orangtua harus mendaftarkan anaknya paling lambat empat tahun sesudah UU Kewarganegaraan diberlakukan.
Dua kasus itu mestinya menjadi dasar pertimbangan masih perlukah Indonesia mempertahankan asas kewarganegaraan tunggal? Hingga saat ini, ada 56 negara di dunia yang telah menyesuaikan kebijakan imigrasi dan kewarganegaraan untuk mengakomodasi diaspora. Setidaknya, 44 negara telah menerapkan kebijakan dwikewarganegaraan, yang berarti seseorang tidak kehilangan kewarganegaraan negara asal apabila mengambil kewarganegaraan negara lain.
Pemerintah dan DPR, dua institusi pemegang otoritas membuat undang undang, sudah saatnya mempertimbangkan pemberlakuan dwikewarganegaraan dengan melakukan amedemen UU 12/2006. Apalagi, rencana amendemen UU 12/2006 sudah masuk program legislasi nasional 2015-2019.
Kemajuan teknologi telah menghilangkan batas-batas tradisional sebuah wilayah. Perpindahan penduduk dalam rangka mencari ilmu pengetahuan dan kesempatan kerja begitu tinggi. Saat ini ada sekitar 8 juta WNI dan mantan WNI di luar negeri. Sebanyak 70 persen di antara mereka masih berstatus WNI, sedangkan 30 persen lagi sudah pindah kewarganegaraan. Meski pindah kewarganegaraan, mereka tetap tidak lelah mencintai Indonesia. Sudah saatnya mempertimbangkan secara matang untuk memberlakukan dwikewarganegaraan. Revisi UU Kewarganegaraan tetap diletakkan dalam bingkai untuk mempertahankan keindonesiaan orang Indonesia yang berada di luar dan di dalam negeri.
Kewarganegaraan ganda
Kewarganegaraan ganda adalah sebuah status yang disematkan kepada seseorang yang secara hukum merupakan warga negara sah di beberapa negara. Kewarganegaraan ganda ada karena sejumlah negara memiliki persyaratan kewarganegaraan yang berbeda dan tidak eksklusif. Secara umum, kewarganegaraan ganda berarti orang-orang yang “memiliki” kewarganegaraan ganda, tetapi secara teknis diklaim sebagai warga negara oleh masing-masing pemerintah negara bersangkutan. Karena itu, mungkin saja bagi seseorang menjadi warga negara di satu negara atau lebih, atau bahkan tanpa kewarganegaraan.
Bila kita merujuk literatur yang ada maka persyaratan umum bagi seseorang untuk memperoleh kewarganegaraan di suatu negara diantaranya ada yang menempatkan  (1) Sedikitnya satu orang tua adalah warga negara di negara tersebut (jus sanguinis). (2) Orang tersebut lahir di teritori negara bersangkutan (jus soli). (3) Orang tersebut menikahi seseorang yang memiliki kewarganegaraan di negara bersangkutan (jure matrimonii). (4) Orang tersebut mengalami naturalisasi. (5) Orang tersebut diadopsi dari negara lain ketika masih di bawah umur dan sedikitnya satu orang tua asuhnya adalah warga negara di negara bersangkutan.
Setelah kewarganegaraan diberikan, negara pemberi dapat atau tidak dapat mempertimbangkan penghapusan kewarganegaraan lamanya secara sukarela agar sah. Dalam hal naturalisasi, sejumlah negara mensyaratkan pendaftar naturalisasi untuk menghapus kewarganegaraan mereka sebelumnya. Sayangnya, penghapusan tersebut bisa saja tidak diakui oleh negara bersangkutan. Secara teknis, orang tersebut masih memiliki dua kewarganegaraan.
Bagi negara Indonesia jika orang tersebut awalnya berwarganegara Indonesia kemudian ia juga secara hukum berkewarganegara lain maka ia telah mempunyai dua kewarganegaraan. Kasus kewarganegaan ganda ini memberi pembelajaran bagi negara bahwa terjadi ‘masalah’ dalam administrasi negara. Seharusnya seorang presiden mendapat masukan yang jelas tentang siapa-siapa saja yang akan menjadi menterinya, baik dari sisi kemampuannya, track record-nya, keluarganya, pendidikannya sampai kepada masalah kewarganegaraannya. Bila presiden tidak mendapat masukan yang benar, jelas ada masalah di instansi terkait. Karena itu mari kita lihat penyelesaian akhir berkenaan dengan polemik status kewarganegaraan Menteri ESDM ini, dan kita berharap agar ini kasus ini cepat selesai dan jangan lagi terulang kembali. Agar kabinet yang berjargon kabinet kerja ini, benar-benar bisa bekerja tanpa ada masalah yang ‘menganjal’ kerja mereka.
Polemik tentang kewarganegaraan memiliki dasar hukum yang kuat dan ini harus diimplementasikan secara jelas dan tegas sebab menyangkut soal tatanegara satu negara dan hubungan dengan tatanegara lain selain Indonesia. Masalahnya tidak sederhana maka jangan disederhanakan. Pindah warga negara itu merupakan Hak Azasi Manusia (HAM) akan tetapi harus melalui mekanisme hukum yang jelas sehingga Indonesia di mata internasional memiliki kewibawaan dan tidak melanggar koridor dari kedaulatan negara lain dan mengukuhkan kedaulatan Negara Indonesia.

                                                                                                              ———- *** ———-

Rate this article!
Memahami Arti Kewarganegaraan,3.67 / 5 ( 3votes )
Tags: