Memahami Teknik Orasi Rasulullah

RESENSI - BUKU PINTAR KHUTBAH RASULULLAHResensi buku :
Judul buku  : Buku Pintar Khutbah Rasulullah
Penulis    : Nawaf al-Jarrah
Penerjemah  : Muhammad Zaenal Arifin
Penerbit  : Zaman, Jakarta
Cetakan  : I, 2013
Tebal    : 666 Halaman
Peresensi  : Untung Wahyudi
Alumnus IAIN Sunan Ampel, Surabaya
Tak dapat dipungkiri bahwa kemampuan seseorang dalam berorasi membawa dampak atau perubahan signifikan pada sebuah sistem, baik dalam tatanan masyarakat maupun pemerintahan. Untuk itu, diperlukan seni berorasi agar seorang orator berhasil menyampaikan visi-misinya.
Salah satu kehebatan Rasulullah Muhammad adalah kemampuannya dalam berorasi yang mampu mengubah keadaan kaum pada masanya. Apa yang disampaikan Muhammad langsung mendapat respon yang baik dari masyarakat. Tak heran, jika para peneliti banyak yang mengakui kehebatannya dalam beretorika. Bahkan, Michael H. Hart dalam bukunya Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, menempatkan Muhammad pada urutan pertama sebagai tokoh berpengaruh dalam sejarah.
Ini membuktikan bahwa, Muhammad memiliki seni berorasi yang patut ditiru dan kita teladani. Buku Pintar Khutbah Rasulullah karya Nawaf al-Jarrah ini menghimpun sejumlah metode dan materi orasi yang dilakukan oleh Muhammad pada masa hidupnya.
Sepanjang sejarah manusia, seni orasi telah menjadi kayu bakar, api, dan cahaya mengobarkan semangat perubahan. Kita mengenal nama Mirabeau dan Jacques Danton di Prancis, atau William Pitt di Inggris yang menyuarakan reformasi politik. Melalui bentuk ceramah atau pidato, Budhha berhasil menundukkan bangsa India. Pidato juga memiliki peran cukup penting di tengah masyarakat Arab pra-Islam, terutama di pusat-pusat aktivitas ekonomi (pasar) yang kerap digunakan untuk menyebarkan karya sastra, misalnya pasar Ukaz di Makkah (halaman 11).
Di berbagai budaya, seni orasi telah memainkan peran penting sehingga Jabir ibn Hayyan mengatakan, “Seni orasi telah mendarah daging dalam tubuh orang Romawi, lisan orang Arab, hati orang Persia dan tangan orang China”.
Para orator itu tidak hanya menjadi penasihat atau pembangkit semangat yang hidup terpisah dari masyarakat secara umum. Banyak di antara mereka yang mampu menjadi pemimpin komunitas yang disegani karena mereka berhasil mengatasi dan menyelesaikan berbagai masalah masyarakat (halaman 13).
Nawaf al-Jarrah menjelaskan dalam mukadimah buku ini bahwa, kepercayaan diri sangat dibutuhkan oleh siapa pun, terutama orang yang banyak berhubungan dengan manusia lain, terlebih para pemimpin masyarakat. Dan, seorang orator tentu saja harus memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi sehingga ia bisa menyampaikan pesan, gagasan dan nasihat kepada banyak orang.
Namun, menurut Nawaf, kepercayaan diri merupakan kualitas yang tidak lahir begitu saja, tetapi membutuhkan latihan dan perjuangan. Setidaknya ada tiga hal yang harus dimiliki seorang orator agar ia memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
Pertama, tekad yang kuat. Seorang orator harus memiliki tekad yang kuat karena ia memiliki peran untuk menuntun dan mengajak orang lain meraih kemajuan. Kedua, penguasaan materi yang disampaikan. Seorang orator tidak hanya membutuhkan tekad atau semangat yang tinggi, tetapi juga harus menguasai materi yang disampaikan dalam orasi. Tanpa penguasaan terhadap apa yang akan dikatakan, tekad yang kuat tidak berarti apa-apa. Ketiga, teknik penyampaian materi dengan jelas, ringkas dan tegas. Setelah memiliki tekad yang kuat dan menguasai materi yang disampaikan dengan baik, hal berikutnya yang dibutuhkan orator adalah kemampuan menyampaikan pesan dengan baik sehingga orang yang mendengar memahami apa yang disampaikannya dan tergerak untuk mengikuti ajakan atau nasihatnya (halaman 14-15).
Setiap orang memiliki ciri khas dan keistimewaan. Sehingga, meskipun ada kesamaan pada teknik penyampaian sangat mungkin hasil yang didapatkannya berbeda-beda, bergantung pribadi yang menyampaikan. Di Tanah Air kita mengenal almarhum KH. Zainuddin MZ dengan cara pidatonya yang berapi-api dan penuh semangat. Saat mendengarkan ceramahnya, audiens dibuat terpesona dan penuh semangat menyimak setiap pesan yang disampaikan. Sementara KH. Abdullah Gymnastiar yang lebih dikenal dengan Aa’ Gym memiliki cara yang berbeda dalam menyampaikan ceramahnya. Aa’ Gym lebih santai, seolah-olah berdialog dari hati ke hati dengan para pendengarnya. Atau, almarhum Ustadz Jefry al-Bukhori yang lebih dikenal dengan Uje. Uje, selama ini dikenal dengan cara berpidatonya yang mampu menyentuh hampir semua kalangan, terutama kalangan remaja atau anak muda.
Selain menjelaskan metode orasi ala Nabi, dalam buku 666 halaman ini penulis juga menghimpun sejumlah materi orasi yang bisa kita jadikan referensi, sesuai dengan topik atau permasalahan yang dibutuhkan. Misal, materi pidato tentang seruan kepada keimanan dan ketakwaan, keutamaan ilmu, tentang menjaga relasi social hingga tentang kiamat atau hari akhir (halaman 100-613).
Kehadiran buku panduan dan materi berorasi ala sang Nabi ini diharapkan mampu memperluas cakrawala pengetahuan kita dalam menyampaikan orasi. Sehingga, apa yang ingin disampaikan bisa diterima dan dipahami oleh banyak kalangan. Serta, apa yang kita sampaikan bisa membawa dampak perubahan yang signifikan menuju kehidupan yang lebih baik.

———— * * * ————

Rate this article!
Tags: