Memaknai Idul Fitri

Choirul Anam Jabar

Choirul Anam Jabar

Oleh: Choirul Anam Jabar
Ketua Jam’iyah Tilawatil Quran Provinsi Jatim
Umat Islam di akhir bulan Ramadan merayakan Idul Fitri sebagai simbul kesucian setelah ditempa dalam madrasah rohani, yaitu puasa Ramadan selama sebulan. Di hari pertama bulan Syawal, umat Islam melaksanakan salat Idul Fitri secara bersama di lingkungannya.
Semua pasti bergembira, karena saat itu seluruh anggota keluarga berkumpul dan masyarakat saling bermaaf-maafan. Namun tak setiap orang dapat memaknai Idul Fitri secara benar. Ada yang memanfaatkan Idul Fitri sebagai ‘balas dendam’ untuk memuaskan nafsu perut dan hasrat, yang selama Ramadan dibatasi waktu. Juga kadang masyarakat terjebak pada konsumerisme, sehingga tak menjadikan Idul Fitri sebagai momentum kesucian rohani dan pembebasan dosa.
Bagaimanakah seharusnya umat Islam memaknai Idul Fitri dan kehidupan pasca Ramadan? Id berarti kembali dan Fitri berarti fitrah, kesucian. Jadi Idul Fitri kembali pada kesucian. Mungkin setelah beribadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya, betul-betul kembali pada fitrah yang asli yaitu, tanpa dosa mengingat semua manusia terlahir tanpa dosa. Tapi kemudian Idul Fitri menjadi Hari Raya seperti Idul Adha Hari Raya Kurban.
Hadist Nabi mengatakan semua manusia lahir dalam keadaan fitrah. Artinya suci dan bersih, Islam. Nah, kesucian itu kemudian menjadi kotor karena pengaruh-pengaruh lingkungan. Pengaruh ayah, ibu atau lingkungannya. Kalau kesucian, kefitrahan tidak dipengaruhi dengan yang jelek maka dia tetap fitrah.
Nah, supaya seseorang kembali pada kesucian, bebas dari pengaruh lingkungan, ia harus menyucikan kembali dengan menjalankan ibadah seperti puasa dengan sebenar-benarnya, yaitu berhenti dari hal yang membatalkan puasa, berhenti dari perbuatan yang mengurangi nilai puasa. Setiap orang yang melaksanakan puasa dengan baik, ia akan kembali pada kesucian, jiwa yang fitri.
Selain Idul Fitri kita kenal juga mengenal tradisi mudik, ini tradisi yang cukup baik karena dalam bulan Ramadan sudah membebaskan diri dari dosa-doa kepada Allah maka untuk membebaskan diri dari dosa kepada manusia lahirlah saling maaf memaafkan di bulan Syawal.
Filosofinya, dikatakan bahwa salah satu ciri orang yang takwa adalah siap saling memaafkan orang lain. Nah itu diwujudkan dalam silaturahim, jadi lahirlah tradisi mudik. Dari kota pulang ke kampung halaman dengan segala konsekuensinya. Jadi mereka bersilaturahim dengan saudara-saudara di kampung. Mereka biasanya bawa oleh-oleh sehingga saudara-saudara di kampung bisa menikmati hasil kerja kerabatnya di kota.
Secara bahasa silaturahim adalah menghubungkan keakraban, kekeluargaan. Sedangkan dalam arti yang lebih luas yaitu sebuah aktivitas untuk mewujudkan persaudaraan atau ukhuwah Islamiyah. Silaturahim yang baik itu bertatap muka secara langsung walaupun mungkin bisa melalui SMS, telepon.
Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW pernah mengatakan, barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya, dilapangkan rejekinya, maka lakukan silaturahim. Sebaliknya, barang siapa memutuskan silaturahim diharamkan masuk surga.[ca]

Rate this article!
Memaknai Idul Fitri,5 / 5 ( 1votes )
Tags: