Memaknai Karakter Jujur Melalui Unas

SusantoOleh: Susanto *)
Guru SMA Negeri 3 Bojonegoro,
Juara II Guru Prestasi Provinsi Jatim 2012 ;
Alumnus UNS Surakarta

Kamu adalah apa yang kamu lakukan,
dan apa yang kamu berikan. Karena hidup, adalah kode.
(The al Fatihah Codes, Prinsip-prinsip Revolusi Diri: Kang Yoto)
Unas 2015 sudah di depan mata. Para guru di sekolah sudah mempersiapkan siswa untuk menghadapi Unas. Siswa rajin mengikuti tambahan pelajaran atau bimbingan belajar di sekolah.
Dalam konteks ini beberapa pertanyaan kritis mengemuka. Benarkah Unas lebih mementingkan kuantitas bukan pada kualitas sehingga harus dihapus? Benarkah Unas telah kehilangan orientasi (disorientasi)? Apa yang harus dilakukan oleh siswa, guru, dan juga orang tua? Dan bagaimana memaknai karakter jujur melalui Unas karena ada wacana bahwa Unas 2015 sangat sulit?
Pendidikan Bukan Hanya Nilai
Keberhasilan sebuah pendidikan sejatinya bukan terletak pada nilai yang diperoleh oleh individu siswa akan tetapi terletak sejauhmana siswa itu dapat mengimplementasi teori ilmu dalam praktik kehidupan. Nilai disekolah hanya persoalan angka dan teori-teori. Substansi yang terpenting adalah bagaimana setelah lulus siswa dapat mengimplementasikan dalam kehidupan nyata baik kognitif, afektif dan juga psikomotornya.
Kalau mau jujur dan mungkin terlalu naif manaka membicarakan Unas. Banyak kontranya dan daripada pronya. Keberadaan Unas yang sejak era tahun 2008  banyak muncul masalah baik kebocoran soal maupun tingkat ketidaklulusan  siswa yang tinggi. Fenomena ini semakin menguatkan bahwa Unas selalu menjadi polemik. Sehingga pada tataran ini mengarah ke pelanggaran. Memunculkan  saling tuding. Muridnya yang salah, gurunya yang salah, pengawasnya yang salah atau juga karena sistemnya yang salah.
Sedangkan pronya bahwa keberadaan Unas sebagai sarana untuk memetakan kulaitas pendidikan di Indonesia. Ibarat orang yang sedang general cek up adalah media untuk mengetahui sejauhmana organ atau tubuh yang mengalami gangguan. Dengan kata lain, keradaan Unas paling tidak dijadikan patokan atau standar untuk mengetahui sejauh mana kualitas pendidikan di Indonesia.
Terlepas permasalahan di atas ada beberapa hal terkait dengan pendidikan kita khususnya menjelang Unas 2015 ini. Pertama, perlunya sosialisasi yang cermat dan matang agar warga sekolah tidak mengalami kebinggungan terkait dengan kebijakan yang dibuat oleh Kemendikbud. Maksudnya, paling tidak kalau ada wacana perubahan mekanisme kelulusan. Harus ada rentang satu tahun sebelumnya atau saat belum memulai tahun ajaran baru. Mengapa demikian? Karena dengan cara ini sekolah bisa mempersiapkan diri dengan matang sesuai dengan program sekolah. Begitu juga dengan siswa akan mempersiapkan diri secata matang baik dengan belajarnya maupun persiapan studi lanjut ke PTN. Faktanya, seperti saat ini seluruh sekolah dan juga siswa telah menjalani pelajaran tambahan menjelas Unas 2015 problema tentang kriteria kelulusan siswa masih belum jelas.  Nah, kalau dalam konteks ini Kemendikbud harus cermat  dalam mematakan masalah kriteria kelulusan bagi siswa khususnya Unas 2015. Dengan demikian, masalah kriteria kelulusan Unas harus dipikirkan matang dan baik sehingga iklim sekolah dan psikologis siswa kelas XII peserta Unas 2015 dapat dilindungi.
Kedua, Unas 2015 harus berjalan dengan jujur dan kredibel. Mengapa demikian? Karena Unas tahun-tahun sebelumnya  banyak menimbulkan masalah. Rawan bocor soal, perjokian, dan juga kualitas nilai yang diragukan. Tidak dapat dipungkiri keberadaan Unas dari tahun ketahun, fakta di lapangan setiap pelaksanaan Unas siswa bisa sms-an tukang menukar jawaban meski tata tertib Unas sudah ada. Bagaimanapun  dengan adanya SMS itu lebih banyak menyebabkan mereka malas dalam membaca soal. Dengan sekali kirim atau pencet dia bisa mengirim dan menerima jawaban. Mereka percaya diri akan mendapatkan jawaban dari teman-temannya atau para “joki” yang sudah ada janji.
Nah, kalau menurut saya, untuk menentukan kelulusan atau ketidaklulusan harus diserahkan sekolah dan guru. Jangan sampai siswa dinyatakan tidak lulus dengan beberapa mata pelajaran. Dan inilah ironisnya, belajar tiga tahun hanya ditentukan tiga hari. Saya yakin, dengan diserahkannya ke sekolah akan lebih transparan dan jujur. Karena permasalahan pembelajaran siswa di sekolah guru lebih paham.
Memaksimalkan Ortu dan Guru
Tentunya Unas 2015 akan berjalan dengan baik manakala ada sinergi antara ortu dan juga guru. Untuk itu paling tidak, Pertama, Unas sebaiknya bisa memberikan “darah baru” bagi bentuk evaluasi atau penilaian bagi siswa di sekolah baik KTSP maupun K-13. Pada masa mendatang tidak dinodai oleh sikap para anak didik kita yang cenderung hedonis dalam memanfaatkan SMS dalam HP pada setiap evaluasi sekolah atau ujian.
Kedua, orang tua, guru, siswa,  kepala sekolah atau pembuat kebijakan atau orang-orang yang terlibat Unas harus selalu mengedepankan sikap jujur dan objektif dalam memahami persoalan. Jangan terjebak pada orientasi kuantitas agar semua siswanya lulus semua tetapi proses dalam mengerjakan ulangan mencederai sportivitas dan kejujuran. Jujur dapat dijadikan momentum untuk menata kembali pendidikan kita lebih maju. Perilaku jujur adalah media dan wahana untuk penanaman karakter bangsa yang jujur, tangguh dan menjunjung sportivitas. Apa yang bisa kita harapkan bila anak didik kita menghalalkan segala cara, nyontek, tukar-tukar jawaban (SMSan), dan juga tidak jujur.  Terpenting juga perlu interospeksi diri jangan menyalahkan orang lain dan semuanya perlu introspeksi diri.  Dan pada tataran ini pula peran orang tua juga harus bisa mengawal belajar dan perilakunya saat di rumah.
Ketiga, Unas harus dijadikan spirit melindungi hak-hak dan psikologis siswa untuk belajar sepanjang hayat. Jangan mematikan minat, motivasi dan kemauan untuk selalu belajar. Momen Unas 2015 ini harus bisa dimaknai membangun karakter jujur.  Dengan kata lain, Unas tahun ini harus menjadi bagian terpenting untuk merevolusi mental bangsa ini melalui sistem evaluasi yang kredibel dan transparan dunia pendidikan seperti yang digelorakan oleh Jokowi. Sebab bagaimanapun belajar di sekolah bukan hanya angka-angka semata akan tetapi yang lebih penting proses tumbuhnya karakter jujur dengan peran orang tua di rumah dan guru di sekolah.

                                                                                                   ——————- *** ——————

Rate this article!
Tags: