Memaknai Vaksin Booster

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya.

Program vaksinasi dosis ketiga atau vaksinasi booster resmi dimulai pemerintah pada Rabu 12 Januari 2022, setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyetujui izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) terhadap lima jenis vaksin Covid-19 sebagai vaksin booster atau dosis lanjutan. Setidaknya terdapat lima jenis vaksin yang digunakan sebagai booster yakni CoronaVac/Sinovac, Pfizer, AstraZeneca, Moderna, dan Zifivax. Vaksin booster atau penguat vaksin merupakan dosis vaksin tambahan yang bertujuan memberikan perlindungan ekstra terhadap penyakit karena efek dari beberapa vaksin yang dapat menurun seiring waktu. Pemberian vaksin booster akan membantu sistem kekebalan mengingat virus penyebab penyakit. Jika tubuh kembali terpapar virus tersebut, antibodi dapat mengenali dan membunuhnya sebelum menyebabkan kerusakan. Selain itu untuk meminimalisasi potensi virus SARS-CoV-2 penyebab covid-19 yang bermutasi dari waktu ke waktu dan membentuk berbagai varian baru sehingga dibutuhkan perlindungan secara berlapis.

Secara umum terdapat tiga manfaat vaksin booster antara lain pertama, adanya kecenderungan penurunan jumlah antibodi sejak enam bulan pasca vaksinasi terutama di tengah kemunculan varian-varian Covid-19 baru termasuk varian Omicron. Penurunan antibodi merupakan proses alamiah dalam tubuh dalam rangka menjaga tingkat daya tangkal terhadap ancaman suatu virus tertentu. Oleh karena itu vaksin booster bertujuan mengembalikan efektivitas vaksin yang dirasa sudah tidak cukup efektif melindungi dalam konteks komunitas. Kedua, sebagai bentuk usaha adaptasi masyarakat hidup di masa pandemi Covid-19 demi kesehatan jangka panjang (long term). Hal ini sebagai bentuk ikhtiyar Bersama bahwa tidak ada satupun yang tahun sampai kapan pandemi ini berakhir. Ketiga, untuk memenuhi hak setiap masyarakat Indonesia untuk mendapatkan vaksin demi perlindungan diri dan komunitas. Sebab pada prinsipnya hak hidup dan sehat merupakan hak yang paling mendasar, oleh karena itu pemerintah atau negara wajib memenuhi sebagai bentuk manifestasi dari UUD 1945. Hal tersebut dipertegas Presiden Jokowi bahwa pemberian vaksin Covid-19 adalah gratis alias ditanggung oleh negara, kiranya sudah sangat gambling.

Melawan hoax

Lagi-lagi tantangan vaksin ketiga alias booster tak kalah pelik terutama hoax dan informasi yang belum jelas keakuratannya. Mulai dari isu bahwa masyarakat yang tidak memiliki kartu BPJS Kesehatan wajib membayar untuk mendapatkan vaksin booster, orang yang sudah menerima vaksin Sinovac tidak bisa mendapat booster vaksin Covid-19 Pfizer atau Moderna, termasuk dramatisasi bahwa vaksin booster berdampak menimbulkan rasa sakit yang luar biasa bahkan terjadi kematian. Kondisi tersebut diperparah dengan adanya kebijakan-kebijakan paradoksial juga membuat bingung masyarakat terutama pada awal hingga medio pandemi. Misalnya, saat terdapat larangan mobilitas terutama saat mudik, namun membiarkan warga asing masuk ke Indonesia, termasuk larangan berkerumun namun pemerintah memperbolehkan tempat wisata yang notabene bisa menciptakan kerumunan. Tentunya, informasi yang seharusnya menjadi penting tertutupi oleh informasi lain yang masih simpang siur dan menimbulkan kebingungan pada masyarakat yang pada gilirannya akan terjadi ketidakpercayaan masyarakat (public distrust).

Kebijakan, strategis dan pola komunikasi selama pandemi harus diperbaiki agar tidak menciptakan kebingungan dan miskomunikasi di tengah-tengah masyarakat. Selain itu Upaya percepatan program vaksinasi Covid-19 terus digenjot pemerintah. Ibarat lari maraton, dimana ‘garis finish’ Covid-19 masih panjang sehingga dibutuhkan stamina dan ketahanan tubuh yang prima. Upaya pemberian vaksinasi akan terus dipacu sebagai salah satu strategi untuk meminimalisasi tingkat kesakitan (mordibitas) dan tingkat kematian (mortalitas) sekaligus pencapaian kekebalan kelompok (herd immunity) dari ancaman Covid-19 yang terus menyebar tiada henti. Data per 28 Januari 2022, penderita positif Covid-19 telah menembus 4.319.175 orang, dengan tingkat kesembuhan mencapai 4.131.333 orang, dan korban meninggal mencapai 144.268. Dengan kondisi tersebut harus ada komitmen dan langkah bersama setidaknya untuk mengerem laju penularan.

Varian versus Vaksin

Saat awal, tidak banyak yang menduga pandemi berlangsung selama dan seberat ini. Ketika covid-19 pertama kali didentifikasi di Tiongkok dua tahun lalu, banyak yang menyepelekan. Covid-19 dianggap sebuah virus biasa yang akan menghilang dalam hitungan bulan sehingga banyak negara terlambat mengantisipasi. Mereka baru melakukan tindakan serius beberapa bulan setelah virus menyebar. Wajar bila pandemi berkembang cepat. Sejumlah ahli sepakat bahwa pandemi ini merupakan pandemi terburuk pada abad ini, yang berdampak serius bukan hanya bagi negara berkembang, tetapi juga negara-negara maju. Dua tahun pandemi mengajarkan bahwa covid benar-benar merupakan penyakit multifaktor (multifactorial disease). Virus corona secara alamiah memiliki kemampuan bermutasi dan membentuk varian baru. Sebagian varian baru memang tidak letal (tidak sampai menimbulkan kematian) dan tidak berbahaya. Namun demikian seiring dengan berjalannya waktu ternyata Sebagian memberi efek serius.

Setidaknya dalam rentang waktu dua tahun ini telah muncul 15 varian baru. Beberapa di antaranya mengalami mutasi dan perubahan pada struktur penting yang menjadi target pengetesan melalui metode (Whole Genome Sequencing) atau WGS untuk mendeteksi jenis atau varian virus dan vaksinasi. Dengan varian yang baru tentu menimbulkan dampak efektivitas dan efikasi vaksin dapat tereduksi. Varian delta dan omikron adalah dua contoh varian dengan efek serius. Seakan-akan varian dan vaksin harus berlomba saling menegasikan, entah sampai kapan Wallahu a’lamu bis shawab, hanya Allah Tuhan Yang Maha Tahu.

———– *** ————

Rate this article!
Memaknai Vaksin Booster,5 / 5 ( 1votes )
Tags: