Memangkas Birokrasi Sertifikasi Kompetensi SMK

Oleh:
Akhmad Ahaidi
Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi-Pihak 1 SMKN 12 Surabaya

Instruksi presiden (inpres) nomor 9 tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam rangka peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia, yang salah satunya ditujukan kepada Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) merupakan  salah satu upaya untuk merevitalisasi pada penyiapan sumber daya manusia (SDM).
Isi instruksi tersebut diantaranya mempercepat sertifikasi kompetensi bagi lulusan SMK, mempercepat sertifikasi kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan SMK, dan mempercepat pemberian lisensi bagi SMK sebagai lembaga sertifikasi profesi pihak pertama.
Ada dua sasaran yang diciptakan dari instruksi tersebut yaitu pada siswa dan guru. Untuk sertifikasi pada guru sudah ada lembaga yang menindak lanjuti sebagai pelaksana dan sudah dilaksanakan sebelum inpres ini terbit. Tetapi untuk instruksi yang kesatu dan yang ketiga BNSP harus memulai baru, artinya berangkat dari nol. Maka mulailah proses pendirian LSP dibeberapa SMK di seluruh Indonesia yang kebanyakan banyak diikuti oleh SMK di Jawa Timur. Hampir 60 % SMK yang sudah mendapatkan lisensi terdapat di Propinsi Jawa Timur baik negeri maupun swasta.
Untuk melaksanakan tugas BNSP tersebut telah lahir Peraturan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (PBNSP) Nomor 1 tahun 2017 tentang Pedoman pelaksanaan sertifikasi  kompetensi bagi  lulusan SMK . Dari  pelaksanaan  mulai  dari  pengajuan  lisensi sampai pada proses uji sertifikasi terdapat beberapa permasalahan dan kendala di beberapa SMK khususnya Jawa Timur. Akibatnya, pelaksanaan kegiatan sertifikasi profesi di SMK sebagai salah satu program dari Revitalisai SMK yang diinstruksikan oleh Presiden Republik Indonesia yang terangkum dalam dua permasalahan yakni penyusunan skema/skkni  yang belum merata disetiap jurusan dan Pengajuan proses lisensi pendirian LSP ataupun penambahan ruang lingkup baru. Dua hal inilah yang menjadi batu sandungan percepatan sertifikasi di SMK.
Terbatasnya SKKNI/Skema
Setelah pengajuan pendirian dan lisensi timbul permasalahan yang mungkin juga lebih rumit karena skema yang menjadi acuan materi uji kompetensi (MUK) harus selalu yang mengeluarkan BNSP bersama sama (atas persetujuan Dit.PSMK) walaupun SKKNI nya sudah ada. Tetapi banyak jurusan berdasarkan bidang pekerjaannya yang belum memiliki SKKNI.
Bagi SMK yang sudah dapat lisensi dan ingin menambah ruang lingkup akan kesulitan apabila skemanya belum dikeluarkan (belum ada) dan proses percepatan yang dicanangkan oleh pemerintah akan terhambat dalam implementasi sertifikasi profesi di SMK itupun pengajuannya harus ke BNSP di Jakarta.
Skema yang saat ini digunakan oleh LSP adalah skema KKNI, kualifikasi okupasi dan klaster yang direkomendasikan oleh BNSP dan Dit.PSMK dan diberlakukan secara nasional. Tetapi skema tersebut hanya beberapa kompetensi saja tidak mewakili banyak kompetensi yang ada di SMK sehingga banyak LSP yang kebingungan untuk mengajukan lisensi/penambahan ruang lingkup karena skemanya belum  ada walaupun SKKNI nya sudah ada/sudah terbit dari Kemenakertrans.
Proses ini bisa dipercepat tanpa harus menunggu adanya skema yang dikeluarkan BNSP Sesuai dengan PBNSP no.210 tahun  2014 bahwa LSP bisa mengembangkan skema sendiri yang disebut dengan Komite Skema  tetapi birokrasinya panjang dan prosesnya skema tersebut harus sudah diujicobakan.
Sudah barang tentu hal ini membutuhkan biaya dan waktu yang sangat panjang.Tetapi peluang ini akan memberikan kesempatan pada SMK untuk mengidentifikasi dan menganalisis serta mensinkronkan kurikulum (kompetensi inti dan kompetensi dasar) dengan dunia usaha/dunia industri  tentang bidang pekerjaan yang dibutuhkan oleh dunia kerja agar lebih tepat sasaran.
Kalau memang skema yang disusun itu meragukan bagi BNSP dan Dit.PSMK dibuatlah skema yang berjenis Klaster sesuai dengan permintaan pengguna jasa tenaga kerja (asosiasi) untuk menutupi kekurangan kebutuhan lapangan kerja, secara lambat laun setelah teruji baru skema tersebut dinaikkan peringkatnya ke okupasi dan kualifikasi dalam kurun waktu tertentu dan terbukti di lapangan diterima oleh pengguna jasa tenaga kerja.
Proses Lisensi
Ada dua macam lisensi yang akan diperoleh LSP SMK yaitu lisensi pendirian dan lisensi penambahan ruang lingkup. Kendala atau hambatan dalam implementasi sertifikasi kompetensi tersebut diantaranya adalah dimulai dengan proses pengajuan untuk mendirikan LSP beserta lisensinya dengan dokumen yang harus disampaikan langsung ke BNSP Pusat di Jakarta. Ini membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk ukuran SMK, belum lagi proses turunnya lisensi sangat lama mulai dari verifikasi dokumen, visitasi (surveylance/full asesmen) sampai sertifikat lisensi terbit. Tidak haya itu blanko sertifikatpun harus mengambil ke Jakarta. Bayangkan kalau lokasi SMK nya di daerah yang terpencil terdalam, terdepan dan terluar (3T) sudah pasti tidak akan menikmati uji sertifikasi seperti sekolah lainnya. Proses ini mengandung arti kurang  efektif dan tidak efisien dan bertentangan dengan jiwa dan semangat reformasi birokrasi yang cepat dan tidak berlarut-larut.
Solusi yang harus diambil adalah proses pengajuan lisensi dan penambahan ruang lingkup yang berlaku selama ini dari mengirim beberapa dokumen yang sudah ditetapkan oleh BNSP langsung ke BNSP Pusat  dirubah dengan cukup membentuk lembaga sebagai kepanjangan tangan BNSP di Dinas Pendidikan Propinsi beserta personilnya yang sekaligus berfungsi sebagai visitator untuk mengambil keputusan lisensi. Personil tersebut bisa beranggotakan para guru yang ahli dibidangnya sesuai bidang keahlian yang ada di SMK dengan rekomendasi BNSP (orang pilihan yang memang husus diperuntukkan untuk itu dengan proses mengikuti pendidikan dan pelatihan). Jadi tidak perlu lagi ke Jakarta baik langsung maupun via pos/agen. Karena dengan demikian akan memperpendek proses pengajuan dan sudah pasti akan mempermudah SMK/LSP untuk mengajukan proses lisensi pendirian LSP, penambahan ruang lingkup maupun permohonan blanko sertifikat. Sudah barang tentu hal ini akan berakibat pada anggaran pendanaan yang ada di sekolah/LSP.
Percepatan Sertifikasi
Dari  paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk mewujudkan Instruksi Presiden nomor 9 tahun 2016 tentang revitalisasi SMK dalam rangka peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia (SDM) Indonesia  yang melandasi adanya percepatan sertifikasi kompetensi bagi lulusan SMK dan pemberian lisensi bagi SMK sebagai lembaga srtifikasi profesi pihak pertama (LSP P-1). Serta semangat reformasi birokrasi maka perlu adanya pemangkasan birokrasi dalam hal pengajuan lisensi LSP di SMK, penambahan ruang lingkup, permohonan blanko sertifikat uji sertifikasi kompetensi.
Pemangkasan birokrasi tersebut bertujuan untuk pelayanan yang cepat,responsive, efisien dan efektif dalam pelaksanaannya baik dari segi waktu maupun biaya. BNSP tidak perlu lagi menjadi lembaga terpusat walaupun BNSP sendiri tidak punya akses cabang ditiap daerah melainkan dengan membentuk lembaga kepanjangan tangan BNSP di daerah utamanya di Dinas Pendidikan Propinsi untuk mewadahi SMK/LSP berkaitan dengan pemberian lisensi, penambahan ruang lingkup, permohonan blanko sertifikat, pengajuan skema dan ujung-ujungnya bermuara pada penggunaan dana agar lebih hemat.

                                                                                                    ———————- *** ———————–

Tags: