Memanusiakan Manusia Melalui Pendidikan Karakter

Oleh :
Ardi Rohaedy
Guru SMAN 1 Lambitu, Kabupaten Bima, NTB

Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Oleh sebab itu, kurikulum ini disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Adapun tujuan pemerintah untuk mendorong siswa mampu melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran.
Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap yang bermoral, mandiri, matang dan dewasa jujur , berahlak mulia berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, tahu malu dan tidak arogan. ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.
Jika kita melihat dari perubahan kurikulum tersebut bahwa tujuan pendidikan yang diharapkan untuk menjadikan pendidikan yang mampu melakukan perubahan pada perilaku sisiwa. Yang memiliki karakter baik serta mampu menghadapi tantangan zaman. Namun, kenyataan di lapangan, walaupun perubahan kurikulum ini cukup lama, belum memberikan dampak yang siginifikan untuk kualitas pendidikan yang lebih baik, sebagaimana dalam tujuan pendidikan untuk memanusiakan manusia.
Wajah pendidikan kita saat ini justru sangat memprihatinkan. Adanya kasus tawuran antara pelajar, pemukulan guru yang dilakukan oleh siwa yang heboh beberapa hari yang lalu di Gresik, Jawa Timur, pelecehan seksual. Pemberitaan lain mengenai tindakan pencurian kendaraan roda dua maupun roda empat, pengguna narkoba, pengedar, bahkan pemerasan dan perampokan hampir setiap hari mewarnai setiap lini kehidupan di negeri ini. Sebagian besar dilakukan oleh oknum pelajar. Ini menjadi pertanyaan bagi kita semua apakah sistem pendidikan kita yang salah? Atau ini bagian dari perilaku individu kita?
Berbagai perilaku tersebut telah mengabaikan sisi kemanusiaan sering memunculkan gejala tidak memanusiakan manusia lagi. Bahkan, manusia hari ini tidak lagi dipandang sebagai yang harus dimuliakan. Bahkan, banyak manusia dijadikan obyek dalam banyak hal, oleh manusia lain. Rasa cinta dan kasih sayang telah hilang, manusia cenderung ganas terhadap sesamanya. Mereka menjadi mudah marah, emosional, suka menfitnah, menghasut, bahkan membunuh karakter dan fisik manusia lain. Unsur-unsur apa dari dalam diri manusia yang menyebabkan manusia begitu mudah merendahkan, menyakiti, menfitnah dan menghasut orang lain.
Penyebab dari perilaku manusia yang tidak mencerminkan karakter yang baik tersebut ternyata Allah menciptakan manusia dari empat unsur, yaitu: minal ma’i (dari air), minal tin (dari tanah), minal riyh (dari Angin) dan minal naar (dari api).
Pertama, air merupakan unsur dasar dari kejadian manusia. Air yang menjadi asal kejadian manusia bukan dari air sumur, bukan pula air yang terpancar dari kran air ledeng, tapi air dimaksud terpancar dari dua sumber yang berbeda, yaitu dari sulbi (tulang punggang) laki-laki/suami dan dari rongga dada perempuan/istri. (lihat QS. [al-thariq]: 6. Air yang terpencar dari dua sumber itu bersifat hina, di dalamnya terdapat sari pati tanah yang dimakan oleh kedua orang tua kita. Unsur air ini memiliki potensi rahmani (suka bersayang-sayangan) sifatnya pantang kerendahan. Potensi ini membuat manusia menjadi takjub dengan dirinya sendiri, suka dipuji dan sebagainya.
Kedua, unsur tanah (tin) memiliki potensi jiwa yang bernama (ruh jasmani). Ianya yang memunculkan sifat pantang kurang. Lihat saja dalam diri kita masing-masing, tak pernah merasa berkesudahan keinginan. Kita sudah memiliki sesuatu yang kita inginkan, muncul lagi keinginan lain. Pantas nabi mengatakan “manusia kalau sudah di kasih satu lembah berisi emas, masih menghendaki lembah dengan isi yang sama”. Kecuali jika manusia itu telah berkalang tanah. Unsur inilah yang memunculkan sifat serakah, tamak, loba dan rakus dalam diri manusia sehingga manusia menjadi ganas terhadap sesamanya, tak peduli dengan nyawa orang lain, bahkan bangga jika berhasil membunuh orang lain.
Ketiga, unsur angin memiliki potensi jiwa yang bernama (raihani). Ia memunculkan sifat pantang kelintasan. Ia tidak rela orang lain memiliki potensi dan kehebatan yang melebihi dirinya. Karena potensi ini melekat dalam diri setiap manusia muncullah sifat iri dan dengki. Ia mencari cara menjatuhkan orang yang dibencinya, ia memusuhi orang lain tanpa dasar yang dibenarkan dalam agama. Sifat iri tidak selamanya tidak baik. Kita boleh iri dalam dua hal, pertama iri dengan orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan menerapkannya untuk menerangi diri dan kehidupan orang lain. Orang berilmu dan mencerahkan orang lain dengan ilmunya. Ia, kata Imam al-Ghazali, bagaikan matahari yang memancarkan sinar atau bagaikan minyak kasturi yang menyembulkan aroma harum bagi dirinya dan orang lain. Kedua, iri dengan orang banyak harta, namun ia gemar berderma dengan harta yang dimilikinya. Sebaliknya orang banyak harta tapi berperhitungan, ia niscaya celaka, dikira hartanya yang banyak bisa membuatnya bahagia dan menyelamatkan dirinya. Justru itulah yang melempar ia masuk ke dalam neraka hutamah atau (api yang menyalah) (lihat QS. [al humazah]: 1-9).
Keempat, unsur api. Unsur ini memiliki potensi jiwa bernama idhofi. Ia memiliki sifat pantang kalah. Ketika seseorang emosional, dan amarahnya memuncak keningnya berkerut, matanya merah, pembicaraannya tidak teratur dan nafasnya ngosa-ngosan seperti orang kesurupan setan. Tatkala itu pula mereka tak peduli dengan apapun yang dihadapinya bahkan sakitpun tak dirasakannya.

———– *** ————–

Tags: