Memanusiakan Manusia Menurut Ki Hadjar Dewantara

Oleh :
Arsya Prameswari
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang.

Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi. Dalam hal ini solusi yang ditawarkan adalah dengan pendidikan humanistik. Ki Hajar Dewantara merupakan salah satu pendidik asli Indonesia yang juga mengusung konsep tersebut.
Paradigma pengajaran yang telah berlangsung sejak lama lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransfer pengetahuan kepada peserta didik. Era sekarang ini paradigma tersebut telah bergeser menuju paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Maka dari itu diperlukan suatu model pendidikan yang mampu mentransformasikan bekal keintelekan dengan dasar keadaban yang kokoh yaitu melalui pendidikan humanistik sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara.
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Guru-guru yang efektif adalah guru-guru yang manusiawi. Aliran humanistik membantu siswa untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki. Karena ia sebagai pelaku utama yang akan melaksanakan kegiatan dan ia juga belajar dari pengalaman yang dialaminya sendiri. Dengan memberikan bimbingan yang tidak mengekang pada siswa dalam kegiatan pembelajarannya, akan lebih mudah dalam menanamkan nilai-nilai atau norma yang dapat memberinya informasi padanya tentang perilaku yang positif dan perilaku negatif yang seharusnya tidak dilakukannya.
Guru diwajibkan harus berperilaku sebagai pemimpin. Penjabaran makna pemimpin adalah di depan dapat memberi contoh keteladanan, di tengah dapat membangkitkan motivasi dan di belakang mampu memberikan pengawasan serta dorongan untuk terus maju. Prinsip pengajaran ini dikenal dengan semboyan Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Seorang guru harus menjadi teladan, lalu ketika di tengah-tengah siswa harus membangun karsa (kehendak), dan dengan prinsip tut wuri handayani, akan membiarkan anak kecil tumbuh sesuai dengan usia pertumbuhannya, namun tetap didampingi.
Jika seorang guru berperilaku humanis maka akan tercipta pendidikan yang efektif. Pendidikan yang efektif adalah yang berpusat pada siswa yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Guru membantu siswa untuk menemukan, mengembangkan dan mencoba mempraktikkan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki (the learners-centered teaching). Ciri utama pendidikan yang berpusat pada siswa adalah bahwa guru menghormati dan menerima siswa sebagaimana adanya. Hal inilah yang dinamakan pendidikan humanistik yang juga sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara.
Dalam berbagai penjelasannya Ki Hajar memandang siswa atau peserta didik adalah manusia yang mempunyai kodratnya sendiri dan juga kebebasan dalam menentukan hidupnya. Pandangan Ki Hajar tentang siswa yang tidak mengekang kebebasan siswa ini sesuai dengan pandangan humanistik terhadap siswa. Aliran humanistik ini membantu siswa dalam mengembangkan potensinya dan membiarkan siswa belajar dari pengalaman yang dialaminya sendiri.
Peran strategis pendidikan dalam proses perkembangan anak merupakan suatu yang tidak bisa dipungkiri oleh siapapun. Sejalan dengan itu, pendidikan harus dilakukan dengan cara yang baik, benar, terpadu, dan sesuai dengan perkembangan serta kebutuhan anak. Apabila pendidikan itu tidak benar atau tidak terpadu atau tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan anak, maka perkembangan anak menjadi salah arah.
Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara merangkum konsep yang dikenal dengan istilah Among Methode atau sistem among. Among mempunyai pengertian menjaga, membina dan mendidik anak dengan kasih sayang. Pelaksana “among” (momong) disebut Pamong, yang mempunyai kepandaian dan pengalaman lebih dari yang diamong. Guru atau dosen di Taman Siswa disebut pamong yang bertugas mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu. Tujuan sistem among membangun anak didik menjadi manusia beriman dan bertakwa, merdeka lahir batin, budi pekerti luhur, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani rohani agar menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah air serta manusia pada umumnya.
Pelajaran dengan cara bermain dalam sistem among dapat menyentuh jiwa merdeka sang anak di semua tingkat usia. Sistem among melakukan pendekatan secara kekeluargaan artinya menyatukan kehangatan keluarga dengan sekolah. Pijakan sistem among ada pada dua dasar, ialah kemerdekaan dan kodrat alam. Kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak sehingga dapat hidup merdeka, mandiri dan makarya. Sedangkan kodrat alam sebagai syarat untuk mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya menurut hukum evolusi. Ketika kurikulum dikembangkan sendiri oleh satuan pendidikan, dan setiap guru harus mengembangkan sendiri silabus dan rencana pembelajarannya, maka sesungguhnya sudah terbuka lebar peluang mengimplementasikan sistem among dalam pembelajaran. Apa yang diterapkan oleh Ki Hajar Dewantara memang sangat efektif dalam pemebelajaran. Belajar sambil bermain merupakan salah satu solusi jitu untuk peserta didik agar tidak jenuh dan justru enjoy dalam belajar.
Sekolah haruslah menjadi tempat yang ramah bukan penjara apalagi neraka. Suasana belajar akan menyenangkan apabila dipenuhi dengan cinta dan persahabatan. Kewibawaan pendidik tak akan hilang hanya karena kita bersahabat dengan anak didik kita. Yang perlu diingat saat itu juga belajar disiplin itu bukan harus menghajar dengan kasar apalagi sampai membunuh karakter anak didik kita. Menyadarkan anak didik dengan kasih sayang pasti akan membuat pendidik lebih diingat dan dihargai lebih oleh para anak didik.
Sistem pendidikan yang kaku kini dapat dijumpai di negeri kita. Evaluasi belajar yang mematenkan kemampuan siswa melalui skor/nilai merupakan cara kaku yang menimbulkan banyak kecurangan dalam dunia pendidikan. Mereka hanya akan mengejar nilai yang sempurna dibandingkan dengan memahami dan mendapatkan ilmu dari proses belajar yang cukup lama. Anak-anak tumbuh berdasarkan kekuatan kodratinya yang unik, tak mungkin pendidik “mengubah padi menjadi jagung”, atau sebaliknya. Dari kutipan di atas hal yang diperlukan saat ini adalah fleksibilitas dan penyetaraan pendidikan sehingga siswa-siswa yang berbeda-beda mampu mengembangkan potensinya secara tak terbatas. Dalam hal ini, peran guru sangatlah besar dalam mengendalikan kelas agar pembelajaran lebih dapat dinikmati dan mendapatkan hasil yang optimal.
Ki Hajar Dewantara pernah mengatakan bahwa “Jangan menyeragamkan hal-hal yang tidak perlu atau tidak bisa diseragamkan. Perbedaan bakat dan keadaan hidup anak dan masyarakat yang satu dengan yang lain harus menjadi perhatian dan diakomodasi”. Dengan kata-kata beliau di atas, konsep pendidikan perlu dirombak kembali untuk menyetarakan hak-hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh peserta didik. Kita tidak perlu memaksakan setiap peserta didik untuk selaras dan sejalan dengan apa yang ditetapkan. Namun, kita harus menciptakan penyetaraan sehingga tidak ada jurang kesenjangan antar peserta didik. Kesetaraan berpengaruh besar pada kinerja pendidikan. Rakyat perlu diberi hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pendidikan berkualitas sesuai kepentingan hidup kebudayaan dan kepentingan hidup kemasyarakatannya.
Akhirnya kita perlu menyadari bahwa tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia muda. Pendidikan hendaknya menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkeahlian.
———- *** ————

Tags: