Memasyarakatkan ASEAN Community

(50 Tahun ASEAN)

Oleh :
Najamuddin Khairur Rijal
Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), pengurus Pusat Studi ASEAN UMM

Tanggal 8 Agustus 2017 adalah momentum bersejarah bagi organisasi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN. ASEAN sebagai organisasi regional yang menghimpun sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara tahun ini memperingati ulang tahun emas, 50 tahun. Didirikan oleh Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina melalui Deklarasi Bangkok tahun 1967, ASEAN telah menuai banyak kemajuan, meski juga terus dikritik.
Perkembangan terkini ASEAN yang banyak diperbincangkan adalah integrasi kawasan melalui ASEAN Community. Mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2016, ASEAN Community terdiri dari tiga pilar. Tiga pilar itu adalah pilar Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community), pilar Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), dan pilar Sosial-Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community).
Istilah ASEAN Community sendiri ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memunculkan ambiguitas dan perdebatan. Dalam beberapa publikasi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memilih menyebut Komunitas ASEAN untuk menerjemahkan ASEAN Community. Sementara Kementerian Luar Negeri (Kemlu), sejak akhir 2014, konsisten menyebut istilah Masyarakat ASEAN. Sebelumnya, Kemlu menerjemahkan Komunitas ASEAN yang ditandai dengan penamaan Majalah Komunitas ASEAN untuk majalah yang diterbitkan oleh Ditjen Kerja Sama ASEAN Kemlu. Namun, sejak edisi Desember 2014, Kemlu mengganti nama majalah yang dimaksud dengan Majalah Masyarakat ASEAN sekaligus menyatakan bahwa Masyarakat ASEAN adalah istilah yang dirasa lebih pas sebagai terjemahan langsung ASEAN Community.
Penamaan ini perlu mendapat penegasan yang pasti dari pemerintah, tentang istilah mana yang secara resmi diadopsi di Indonesia. Sebab, hal itu berpotensi menimbulkan kebingungan di masyarakat. Terutama karena berbagai stakeholders terkait sedang giat-giatnya memperkenalkan ASEAN Community di level masyarakat akar rumput. Hal ini sekaligus menjadi tantangan penting untuk memasyarakatkan ASEAN, khususnya dalam konteks Indonesia. Untuk alasan itu pula, dalam tulisan ini penulis tetap menggunakan istilah aslinya yakni ASEAN Community.
Lebih lanjut, ASEAN Community secara umum bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang berpandangan maju, hidup dalam lingkungan yang damai, stabil, dan makmur yang dipersatukan oleh hubungan kemitraan secara dinamis serta menciptakan masyarakat yang saling peduli (caring and sharing society) (Sekretariat ASEAN, 2015). Tujuan itu hendak dicapai melalui tiga pilar yang disebut di atas. Jika diibaratkan, ASEAN Community adalah sebuah bangunan rumah yang utuh dan berdiri di atas lahan yang mencakup 10 negara. Bangunan ini ditunjang oleh tiga pilar atau tiang utama yang akan menjadi patokan bagi setiap masyarakat yang hidup di dalam rumah itu.
Dalam konteks Indonesia, ASEAN Community ini mendapat sambutan optimis bagi berbagai pihak, sekalipun di sisi lain suara-suara pesimistis tiada terhindarkan. Optimisme itu menjadi beralasan ketika mengurai bahwa ada banyak keuntungan dan kebermanfaatan bagi Indonesia dalam kerangka integrasi ASEAN Community. Namun juga, pesimisme itu dapat dimaklumi jika kita benar-benar tidak dapat bersaing menjadi pemain utama dalam integrasi yang tak terhindarkan tersebut, terutama terkait integrasi ekonomi.
Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan bahwa, “Di zaman ketika segala sesuatunya bergerak dengan cepat dan persaingan ekonomi antarbangsa menjadi lebih keras, Indonesia tidak boleh lagi bersikap acuh tak acuh kalau tak ingin tertinggal di belakang” (The Jakarta Post, 2016). Pernyataan ini mengandung himbauan kepada masyarakat Indonesia untuk lebih responsif terhadap segala perkembangan yang ada, termasuk dalam konteks pemberlakuan ASEAN Community. Jika tidak, Indonesia hanya akan tercecer dan tersisih di belakang karena tak dapat berdiri untuk bersaing dengan sesama negara ASEAN lainnya, terutama Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Lebih dari itu, dalam momentum 50 tahun ASEAN, sekaligus menjadi penting untuk mengevaluasi keberlangsungan ASEAN Community yang telah berjalan selama lebih dari setahun. Mengapa? Alasannya karena faktanya, meski cita-cita ASEAN Community lebih berorientasi pada masyarakat, faktanya ASEAN Community cenderung masih sangat elitis. Pun pemahaman masyarakat tentangnya dapat disebut masih rendah. Untuk itu, tantangan ke depan adalah memasyarakatkan ASEAN sebelum meng-ASEAN-kan masyarakat.
Salah satu tantangan bagi Indonesia adalah meski istilah ASEAN Community telah jamak digunakan oleh masyarakat luas, tetapi pemahaman mereka tidak berbanding lurus. Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN Kemlu RI, Ashariyadi, dalam lima dasawarsa usianya, “ASEAN dihadapkan pada sejumlah tantangan. Secara khusus, tantangan dan tuntutan untuk mewujudkan secara nyata ASEAN yang berpusat pada rakyat dan berorientasi pada rakyat agar ASEAN semakin relevan dan bermanfaat serta mengakar dalam kehidupan rakyatnya. Melalui kerja sama ASEAN diharapkan harkat hidup rakyat negara-negara anggotanya dapat terangkat sehingga ASEAN makin dicintai rakyat karena manfaatnya dapat terasa hingga ke akar rumput.”
Jika memang berpusat dan berorientasi pada rakyat (people centered and people oriented), maka memasyarakatkan ASEAN adalah hal yang utama. Sebelum meng-ASEAN-kan masyarakat, yakni menjadikan masyarakat sebagai masyarakat berwawasan dan memiliki kesadaran ber-ASEAN (ASEAN We Feeling), maka hal yang pertama adalah memasyarakatkan ASEAN. Sebab, dalam beberapa survei yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran masyarakat tentang ASEAN dan ASEAN Community masih rendah.
Survei yang dilakukan oleh Guido Benny dan Abdullah Kamarulnizam (2011) di lima kota di Indonesia, yakni Jakarta, Medan, Surabaya, Makassar, dan Pontianak hasilnya menunjukkan bahwa 96 persen responden mengatakan mereka mengetahui tentang ASEAN namun hanya 42 persen yang pernah mendengar mengenai ASEAN Community. Hasil survei Kemlu pada paruh tahun 2013 mengenai pemahaman masyarakat Indonesia tentang konsep ASEAN Community juga menunjukkan tingkat pemahaman yang masih rendah. Hasil survei menunjukkan bahwa 80 persen responden hanya sekedar tahu ASEAN lewat nama. Sementara 19 persen lainnya, bahkan belum pernah mendengar tentang ASEAN (Syelvia, 2013). Terbaru, hasil penelitian LIPI pada akhir 2015, menunjukkan bahwa kesadaran dan tingkat pemahaman masyarakat Indonesia mengenai ASEAN Community ternyata masih rendah (Khanisa, 2015). Survei tersebut dilakukan di 16 kota terhadap 2.509 responden.
Untuk itu, momentum 50 tahun ASEAN bagi Indonesia perlu dimanfaatkan untuk lebih memasyarakatkan ASEAN. Dengan memasyarakatkan ASEAN, maka cita-cita ASEAN Community untuk meng-ASEAN-kan masyarakat dapat dicapai. Seperti kata pepatah, “Tak kenal maka tak sayang.” Bagaimana masyarakat kita mau berkontribusi dan berperan aktif dalam mewujudkan cita-cita ASEAN Community melalui ketiga pilarnya, jika mereka sendiri belum memahami apa sesungguhnya ASEAN Community itu.

                                                                                                             ————- *** ————–

Rate this article!
Tags: