Membaca Pro dan Kontra PPDB Jalur Zonasi

Putri Balqis Aulia Azhara

Oleh :
Putri Balqis Aulia Azhara
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, program studi Ilmu Komunikasi

Menjelang masa penerimaan peserta didik baru (PPDB). Pemerintah memberlakukan kebijakan baru dalam proses penerimaan siswa baru. Itu mengacu peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 14 tahun 2018 tentang PPDB, yang menggantikan peraturan sebelumnya.
Peraturan ini berisi tentang kebijakan pemerintah dalam upaya pemerataan peserta didik dengan sistem zonasi baik dari jenjang Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar,Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas.
Kebijakan ini diterapkan supaya tercipta pemerataan peserta didik. Tujuannya, agar peserta didik bisa bersekolah dengan jarak tidak terlalu jauh dari tempat tinggal siswa tersebut. Poin utama yang diterapkan pada peraturan ini adalah jarak, tentunya peserta didik dapat di terima di sekolah negeri dengan persyaratan jarak rumah siswa ke sekolah tidak terlalu jauh, mengacu sistem zonasi yang di tetapkan.
Kebijakan sistem zonasi pada PPDB pada tahun jaran 2018/2019 tentu saja membuat terkejut sebagian orang tua siswa dan masyarakat yang di buat “kecele” karena telah mengeluarkan banyak biaya untuk memasukkan anaknya ke lembaga bimbingan belajar yang paling populer dengan biaya yang tidak sedikit, memberikan les tambahan sehingga membuat anak “mabuk” dengan latihan demi latihan soal agar meraih nilai tertinggi di kelas.
Belum lagi, tindakan yang tidak terpuji orang tua dan siswa dilakukan masif di sejumlah kota dan kabupaten yang memalsukan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dengan memosisikan sebagai orang miskin. Tujuannya bukan untuk mendapat keringanan biaya karena SKTM palsu itu diperoleh siswa dari keluarga yang berkecukupan, melainkan SKTM ini di buat agar anak bisa diterima bersekolah di tempat yang ia inginkan.
Meski demikian, dengan adanya peraturan baru ini harus menghilangkan jalur masuk khusus seperti siswa yang kurang mampu atau siswa yang berprestasi di bidang olahraga. Dilihat dari segi tujuan, sistem zonasi dapat meratakan persebaran peserta didik di tiap-tiap sekolah. Selain itu, para orang tua agar tidak terlalu jauh mendaftarkan anaknya ke sekolah tertentu, yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka. Dan juga dapat menjadikan sekolah-sekolah di wilayah tertentu tetap menerima siswa sesuai dengan kapasitasnya.
Sebelum sistem zonasi di terapkan tahun ini, pada tahun-tahun sebelumnya pemerintah menerapkan sistem lain. Yaitu dalam menyeleksi peserta didik baru, khususnya untuk sekolah menengah atas (SMA), di seleksi dengan cara tes tulis. Kemudian, cara itu dirubah menjadi penyeleksian melalui nilai akhir Ujian Nasional (UN) yang di gunakan untuk masuk sekolah negeri khususnya Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Akhir (SMA).
Kelebihan Sistem Zonasi
Hasil penelitian terhadap kebijakan zonasi sekolah di Inggris (2014), diulas bahwa pemberlakuan kebijakan sekolah di area tempat tinggal juga dapat meningkatkan kualitas akademik peserta didik. Itu disebabkan oleh berkurangnya intensitas gangguan dari lingkunag luar yang dapat memberikan dampak negatif pada performa akademik siswa.
Penerapan sistem pendidikan berdasarkan zonasi juga di percaya dapat menyediakan ruang pengawasan lebih baik bagi orang tua terhadap anaknya. Orang tua dapat dengan mudah memberikan pengawasan pasca kegiatan belajar mengajar di sekolah. Harapannya, dengan adanya pengawasan yang komprehensif dari guru di sekolah dan orang tua di rumah, berbagai kasus kekerasan terhadap anak, kenakalan remaja, narkoba, pergaulan bebas, pornografi, hingga doktrinasi radikalisme yang terjadi akibat peralihan waktu pengawasan oleh sekolah ke keluarga yang terkadang tidak sinkron dapat diminimalisir.
Kekurangan Sistem Zonasi
Pertama, ada keterbatasan daya tampung, hanya satu dari sekian banyak masalah yang muncul. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), lewat pantauan lapangan di berbagai daerah menemukan empat kelemahan sistem PPDB yang membuatnya harus dirombak total atau setidaknya diperbaiki di banyak aspek.
Kedua, yaitu berkaitan dengan perpindahan tempat tinggal secara tiba-tiba. FSGI menemukan kasus salah siswa asal Cibinong, Bogor, menumpang nama di kartu keluarga saudaranya di Kramat Jati, Jakarta Timur. Itu demi agar bisa bersekolah di salah satu sekolah di daerah itu, alih-alih di tempat asalnya. Dengan kata lain, sistem zonasi dikelabuhi. Hal ini dimungkinkan karena lagi-lagi pasal karet dalam Permendikbud 14/2018 yang menyebut kalau “domisili calon peserta didik yang termasuk dalam zonasi sekolah didasarkan pada alamat Kartu Keluarga (KK) yang diterbitkan paling lambat enam bulan sebelum pelaksanaan PPDB” (pasal 16 ayat 2)
Ketiga, masih berkaitan dengan kewajiban menerima 90 persen calon siswa yang tinggal di lokasi dekat sekolah. Dalam hal ini, membuat sekolah yang jauh dari konsentrasi pemukiman warga biasanya ada di pusat kota sepi peminat. Misalnya yang terjadi di 12 SMP di Solo, Jawa Tengah atau di 53 SMP di Jember, Jawa Timur. Poin ini juga mengakibatkan kerugian bagi para guru. Siswa yang sedikit berbanding lurus dengan jumlah jam mengajar yang dapat mengakibatkan guru tidak mendapat tunjangan sertifikasi.
Keempat, atau terakhir masih berkaitan dengan poin ke tiga. Di satu sisi ada sekolah yang kekurangan siswa, di sisi lain ada sekolah yang kelebihan peminat karena ada di zona padat. Kendala lain adalah masih banyak daerah yang belum sepenuhnya mengadopsi sistem baru ini.
Dengan di terapkannya sistem zonasi ini banyak orang tua dan calon peserta didik yang kecewa karena keinginan masuk sekolah yang di harapkan namun jarak yang jauh dari tempat tinggalnya tidak bisa mudah di dapat karena terkendala sistem zonasi yang ada.
Sistem zonasi untuk pemerataan peserta didik memang merupakan kebijakan yang baik, agar persebaran peserta didik merata. Akan tetapi, perlu di perhatikan juga pemerataan lainnya yang menunjang kebijakan tersebut. Seharusnya peraturan baru yang ada saat ini perlu di jadikan batu loncatan mengenai bagaimana kondisi pemerataan dan kualitas pendidikan. Bukankah yang terpenting dan menjadi fokus utama di munculkannya sistem baru ini yaitu guna menciptakan generasi bangsa yang mampu membawa perubahan maju untuk negara? Jangan sampai, pemerataan peserta didik dengan sistem zonasi ini malah menghambat aktualisasi masyarakat karena terkendala oleh jarak. Dan dapat membuat banyak siswa yang ingin masuk dan bersekolah di sekolah yang mereka impikan menjadi terhambat karena adanya sistem zonasi ini sehingga mereka menjadi kecewa dan merasa sia-sia dengan usaha yang mereka lakukan agar bisa bersekolah di sekolah yang mereka impikan.
Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan lagi dan mempertimbangkan bila hendak melakukan penerapan sistem baru di dalam masyarakat supaya tidak banyak timbul kekecewaan di hati para masyarakat dan calon peserta didik, namun saya setuju dengan adanya sistem zonasi ini yang membuat semua sekolah memiliki kedudukan yang setara, tidak ada sekolah yang favorit dan tidak ada juga sekolah yang keterbelakang, sehingga semua calon peserta didik akan mengenyam pendidikan yang sama.

——— *** ———

Tags: