Membaca Trend dan Implikasi Big Data

(Catatan Tantangan Globalisasi di Era Digital)

Oleh :
Wahyu Kuncoro, M.Medkom
Dosen Program Studi Administrasi Publik Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Sunan Giri (Unsuri), Surabaya

Hari ini, dunia tengah berada pada era revolusi digital, dengan aktivitas dan layanan digital yang telah menyentuh seluruh sendi kehidupan. Meluasnya berbagai aktivitas berbasis digital tersebut telah memproduksi berbagai data yang berjumlah sangat besar, bervariasi dan dihasilkan secara sangat cepat (real time), atau yang dikenal sebagai Big Data.
Data yang sangat besar tersebut menyimpan begitu banyak informasi dan pengetahuan yang apabila dapat diolah dengan baik, dapat memberikan manfaat yang luar biasa. Para pelaku e-commerce papan atas di Indonesia telah membuktikan betapa dahsyatnya ketika mampu mengelola dan memenfaatkan big data tersebut.
Kesuksesan Lazada sebagai salah satu penyedia jasa e-Commerce di Indonesia, sejatinya adalah karena faktor kemampuannya mengoptimalkan big data. Lazada melakukan tracking pada seperempat juta events real time sehari. Orang-orang yang melihat-lihat produk, yang membeli produk, akan banyak memberikan informasi bagi Lazada. Lewat banyaknya data ini, Lazada selanjutnya mampu mengerti konsumen lebih baik dan mampu memberikan rekomendasi produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Lazada menggunakan data tersebut untuk merekomendasikan produk sesuai dengan riwayat pembelian maupum pencarian yang mereka lakukan. Sejauh ini beberapa produk yang sering dilirik konsumen Indonesia antara lain produk fashion, telepon selular/tablet, aksesoris, produk home & living, serta health & beauty. Lazada juga menggunakan data untuk membuat Lazada lebih efisien. Lazada mendapat ribuan order dalam sehari yang harus dikirim ke berbagai tempat. Lazada bisa memberitahu konsumen kapan produk yang dipesannya akan sampai sesuai perhitungan yang dilakukan. Berapa lama waktu yang dibutuhkan dari gudang, dari satu titik ke titik lain.
Senada dengan Lazada, menarik kiranya menyimak paparan senior Data Mining Expert Alibaba Group Jia Kunyang, dalam Big Data and Analytic Summit di Shanghai beberapa waktu lalu. Menurut Jia Kunyang, dengan menggunakan algoritma Knowledge Graph ini mesin pencari Google mampu membaca dan memprediksi secara lebih akurat dan relevan informasi apa sebenarnya ingin dicari oleh masing-masing orang yang menggunakan mesin pencari Google. Secara lebih detail dan teknik, Jia Kunyang menjelaskan penerapan algoritma Knowledge Graph di Alibaba. Menggunakan berbagai persamaan matematis dan statistik yang rumit, Jia Kunyang menyampaikan bahwa algoritma yang dimiliki Alibaba mampu “menebak” kira-kira yang akan dicari pengunjung website ecommerce Alibaba.
Big Data dan Implikasinya
Bahwa apa yang dikerjakan Lazada atau Alibaba Group hari ini, sesungguhnya sudah lima tahun yang lalu diprediksikan Majalah Harvard Business Review (HBR) yang pada edisi Oktober 2012 pernah menulis “Data Scientist: The Sexiest Job of the 21st Century”. Apa itu profesi data scientist? Data scientist adalah profesi multidisipliner yang menggabungkan kemampuan statistik, matematik, programing, dan visual grafis.
Seorang data scientist harus mampu merekonstruksi data yang sangat melimpah kemudian memformulasikan dan menganalisis data tersebut untuk pengambilan keputusan. Seorang data scientist juga dituntut mampu mengomunikasikan data tersebut secara baik sehingga pengambil keputusan mampu melakukan keputusan secara mudah dan cepat. Di sinilah kemampuan visual grafis berperan. Kebutuhan akan kemampuan seorang data scientist saat ini sangat penting, bahkan LinkedIn menempatkan posisi data scientist adalah profesi paling banyak dicari sekarang, mengingat kita sekarang hidup dalam era ledakan data, era big data. Lalu, sebenarnya dari mana data yang banyak itu berasal? Ada dua sumber data; Pertama, data internal perusahaan, misal data transaksi keuangan nasabah diperbankan dan asuransi, data pembeli mobil dan motor bagi perusahaan otomotif, atau data transaksi dan pola perilaku transportasi bagi perusahaan transportasi online, serta lainnya. Kedua, data yang berasal dari social media. Ketika kita mengetik status atau mengunggah foto di Facebook, Twitter, atau Path, kita sedang memproduksi data itu sendiri. Karena sangat besarnya big data memerlukan seperangkat tools baru yang lebih canggih dan advance. Tools itu kemudian kita kenal sebagai data analytic. Berbeda dengan data analysis. Data analytic lebih menekankan pada bagaimana seorang peneliti mampu melakukan eksplorasi dan analisis data secara simultan dan kemudian mampu menemukan pola yang insightful dan melakukan prediksi berbasis dari modeling data yang sudah dibuat.
Di era milenia saat ini, banyak generasi muda yang dapat memanfaatkan big data guna merintis karir sebagai pengusana, politisi, dan sebagainya. Big data dapat menjadi faktor produksi untuk semua peluang tersebut. Negara-negara maju seperti, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan China, sudah berimigrasi dari analog ke digital sejak tahun 2009. Sementara bangsa Indonesia, sampai hari ini masih tertatih-tatih dalam upayanya melangkah untuk bermigrasi dari dunia analog ke digital.
Lantaran itu, Pemerintah Indonesia perlu didorong untuk segera menggunakan sistem big data yang dapat dimanfaatkan sebagai data base bagi semua sektor terkait baik lembaga pemerintah maupun swasta. Lembaga pemerintah maupun swasta, terutama dunia usaha, dapat menyimpan data maupun mengakses data yang sangat besar dari big data. Ekonomi digital akan mengarahkan globalisasi menuju arah baru transaksi, seperti digital teknologi yang berperan dalam sektor keuangan melalui sistem pembayaran sebagai saluran transaksi ekonomi dan infrastruktur pasar keuangan. Singkatnya, pemanfaatan Big Data yang baik diharapkan dapat mengoptimalkan potensi digital Indonesia yang sangat besar dan turut mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.

                                                                                           ———- *** ———–

Rate this article!
Tags: