Membangkitkan Energi Listrik dari Urin dan Jus Buah Apel

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melihat-lihat hasil karya tim peneliti belia SMPN 35 Surabaya di Perpustakaan Bank Indonesia (eks Museum Mpu Tantular) Surabaya.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melihat-lihat hasil karya tim peneliti belia SMPN 35 Surabaya di Perpustakaan Bank Indonesia (eks Museum Mpu Tantular) Surabaya.

Kota Surabaya, Bhirawa
Bagi seorang akademisi, membuat riset bukan lagi hal yang wah. Tapi bagaimana jika riset itu dilakukan oleh pelajar yang masih berusia belasan? Apalagi risetnya seputar energi terbarukan. Siapapun boleh pesimistis, namun kenyataannya, para peserta siswa dari SMPN 35 Surabaya ini sudah membuktikannya dengan temuannya berupa pembangkit listrik dari urin dan jus buah.
Di gedung perpustakaan Bank Indonesia (eks Museum Mpu Tantular) Surabaya penuh sesak dengan ratusan karya penelitian yang dibuatoleh pelajar. Berbagai penemuan inovatif ini beradu menjadi yang terbaik dalam ajang Surabaya Young Scientists Competition 2014.
Satu di antara deretan hasil riset itu, ada penemuan menarik karya Muhammad Rafli Az Zuhri dan Fabian Raihandana Santoso. Keduanya merupakan siswa kelas 8 SMPN35 Surabaya yang berhasil meneliti kandungan listrik pada urin manusia. “Di dalam urin itu terdapat zat amoniak yang bisa diubah menjadi energi listrik,” kata Rafli.
Dari 450 ml urin yang dia kumpulkan, listrik yang dihasilkan bisa mencapai 6,9 volt. Cara membuatnya dengan membagi urin ke dalam delapan gelas. Kemudian gelas tersebut dirangkai secara seri. Rangkaiannya sederhana saja, hanya menggunakan lempengan seng dan tembaga yang ditempel dan dibentuk menjadi huruf V.  Satu lempengan, diletakkan dalam dua gelas sekaligus sampai terbentuk rangkaian seri delapan gelas berisi urin.
“Lempengan seng untuk aliran plus dan tembaga minus.Kalau semua sudah terangkai, outputnya akan langsung menghasilkan listrik,” kata dia.
Pada menit pertama, listrik yang keluar hanya mencapai 5 volt. Namun setelah ditunggu hingga dua jam, listrik dapat mencapai tegangan 6,9 volt.  Dengan jumlah urin 450 ml, energi yang dihasilkan memang belum bisa maksimal. Namun itu sudah cukup untuk kebutuhan perangkat elektronik berdaya rendah, seperti untuk charge hand phone dan power bank.
Fabian menambahkan, penelitian ini hanya sebatas untuk membuktikan dalam urin terdapat energi listrik. Sehingga dia pun belum sampai pada tahap pengembangan untuk kebutuhan rumah tangga. Namun dia yakin, hal ini bisa menjadi energi alternatif yang dapat dikembangkan dalam skala besar. “Kalau diproduksi massal, mungkin akan dikemas seperti aki. Hanya saja isi di dalamnya urin,” kata dia.
Ide ini muncul lantaran Fabian melihat di beberapa negara, urin dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Dia pun mencoba mencari manfaat lain dari urin ini. Mulai proses penelitian hingga memperoleh hasil, Fabian mengaku butuh waktu sekitar satu minggu. “Daripada teman-teman di kelas izin meninggalkan pelajaran hanya untuk kencing. Kan lebih baik dimanfaatkan sekalian kencingnya itu,” katanya sambil tertawa.
Selain dari urin, energi listrik juga dapat diambil dari jus buah. Untuk karya yang satu ini, SMPN 35 Surabaya membentuk tim sendiri. Anggotanya ialah Rizqi Pradhana kelas 9 dan M Wildan Zakaria kelas 7. Dengan metode yang sama, menggunakan lempengan seng dan tembaga, keduanya berhasil menemukan energi listrik yang jauh lebih besar dibanding dari urin.
Buah yang digunakan adalah apel dan pisang yang diblender hingga menjadi 450 cc atau delapan gelas jus. Rizqi mengaku, dengan bahan ini energi yang dihasilkan dapat mencapai 9,7 volt. Untuk membuatnya, dia membutuhkan 8 buah apel Fuji dan satu sisir pisang ambon. Keduanya tidak dipilih yang masih segar, melainkan yang sudah hampir busuk. “Jadi buah yang akan busuk tidak perlu dibuang. Kita bisa memanfaatkannya untuk dijadikan energi listrik,” kata dia.
Kepala SMPN 35 Surabaya Sumarli mengatakan, ada tiga tim yang dia kirim dalam ajang tersebut. Dua tim meneliti energi listrik dari urin dan jus buah, satu lagi tim meneliti manfaat daun buah belimbing wuluh untuk pengawet ikan. Ajang tahunan ini bukan yang pertama kali diikuti murid-muridnya. Tahun lalu bahkan ada yang telah sampai di level nasional mewakili Kota Surabaya. “Sayang, mereka gagal karena  kalah dalam presentasi yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai pengantarnya,” kata dia.
Sumarli mengaku, penelitian yang dibuat sengaja diarahkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Harapannya, penelitian tersebut dapat diaplikasikan dan mampu menjadi jawaban akan persoalan yang ada. “Penelitian itu yang penting aplikatif dan mudah dimanfaatkan oleh masyarakat,” pungkasnya. [tam]

Tags: