Membangun Budaya Menulis Melalui ‘Gerakan MESI’

Oleh :
Diana Putri
Mahasiswi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi kemajuan suatu negara. Oleh karenanya pemerintah melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam dunia pendidikan untuk meningkatkan mutu serta menyelesaikan persoalan yang menjadi penghambat pendidikan.Salah satu program yang dikuatkan oleh pemerintah ialah gerakan literasi sekolah (GLS).
Adapun hal yang melatarbelakangi pemerintah dalam penguatan gerakan literasi sekolah berdasarkan hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) menyebut, budaya literasi masyarakat Indonesia pada 2012 terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia. Indonesia menempati urutan ke 64 dari 65 negara tersebut. Dari hasil survei tersebut dapat diketahui minimnya atau sangat rendahnya literasi masyarakat Indonesia.
Berbicara tentang literasi, membaca dan menulis tidak dapat dipisahkan. Akan tetapi membaca serta menulis merupakan kegiatan yang berbeda. Kegiatan membaca bersifat reseptif, sedangkan kegiatan menulis bersifat produktif-ekspresif. Kedua keterampilan tersebut adalah bagian dari pembelajaran berbahasa yang secara filosofis tercantum dalam Sumpah Pemuda butir ketiga yang dinyatakan bahwa “Menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia”. Butir ini menegaskan pentingnya pembelajaran berbahasa dalam pendidikan nasional dan esensi pembelajaran tersebut adalah kegiatan literasi di sekolah.
Adapun dari kedua kegiatan di atas (berliterasi)kini yang menjadi permasalahan adalah menulis. Hal itu diketahui melalui belum ada pencetusan atau peraturan yang berbentuk poin dalam menindaklanjuti proses menulis. Tulisan ini di dalamnya membahas tentang betapa pentingnya menulis, membangun budaya menulis, faktor penyebab kurangnya budaya menulis, serta solusi dalam mengatasi minimnya budaya menulis.
Pentingnya Menulis
Menulis merupakan salah satu bentuk komunikasi bahasa verbal untuk menyampaikan gagasan atau ide kepada orang lain. Selain untuk komunikasi menulis membawa banyak kebermanfaatan dalam kehidupannya. Jika di dalam gerakan literasi menulis atas tanggapan apa yang sudah dibaca dan hal itu akan melahirkan keterbatasan atau ketersekatan dalam kepenulisan, maka menulis di pembahasan ini lebih dari tanggapan.
Adapun menulis itu penting, dikarenakan banyak mengandung manfaat di dalamnya. Pertama, menulis menjadi tempat khayalan para siswa dalam mengimajinasikan pikiran yang dituangkan di dalam tulisan. Dengan adanya wadah atau media, maka siswa akan terus belajar berpikir positif dalam kesehariannya. Kedua, menulis merupakan pembelajaran dalam mengeluarkan pendapat dengan cara bijak.
Dengan menulis seorang siswa akan belajar dalam menyunting kalimat yang akan disampaikan hingga adanya keselarasan lewat tulisan. Ketiga, belajar merangkai kata. Dimana siswa akan punya rasa indah dalam menuturkan kata lewat tulisan karena terbiasa dengan merangkai kata. Keempat, melatih diri siswa menjalani proses secara teratur. Artinya bila siswa belajar menyalurkan aspirasi dan inspirasi menulis, otomatis disaat ia merasa down akan melakukannya secara berkelanjutan sehingga akan mengasah kemahiran. Kelima, melatih kesabaran siswa.
Artinya setiap ia merasa kesal, marah, sedih ketika ia menuangkan ke dalam tulisan maka perasann marah dan lainnya akan mudah stabil. Keenam, menjadi bekal masa depan. Artinya terbiasa menulis akan menjadi penolong siswa jika ia dihadapkan pada tugas, hingga mampu membawa sebuah kebiasaan itu hingga menjadi profesi. Dan yang ketujuh, menambah ilmu serta wawasan. Artinya ketika seorang siswa menulis, maka ia akan menggabungkan hasil bacaannya untuk menjadi referensi di tulisannya.
Membangun Budaya Menulis
Menulis tanpa adanya instruksi dari awal maka tidak akan pernah menjadi sebuah budaya. Artinya jika budaya menulis digalakkan untuk siswa di sekolah, maka sumber yang paling utama adalah peran dari pendidiknya. Peran berpengaruh sangat penting dalam membawa arah tujuan yang akan dikehendakinya. Apabila pemerintah banyak mencanangkan, mencetuskan bahkan penguatan sekalipun di dalam programnya, apabila tidak didukung dengan ketersadaran pendidik atau pengajar dalam membumikan sebuah budaya maka semua itu akan sia-sia belaka.
Oleh sebab itu pengajar menjadi sentral utama dalam membangun kembali budaya menulis. Ibarat sebuah bangunan, untuk menjadi bangunan yang diidamkan dibutuhkan landasan yang kuat, kokoh sehingga menghasilkan apa yang menjadi impian. Jika dalam pemilihan bahan yang berkualitas, maka proses selanjutnya ialah penatahan yang teliti sehingga dengan adanya kejelihan atau kecermatan akan membuat kokoh di setiap sudut bangunan.
Kecermatan serta kejelihan akan membangun sebuah pondasi rumah yang ingin diwujudkan, sehingga pemilihan bahan tidak sia-sia. Begitu juga dengan membangun budaya menulis, apabila pendidiknya dapat membangkitkan motivasi siswa maka itu akan menjadi landasan kuat untuk menjadi sebuah budaya yang ingin digalakkan, terutama budaya dalam menulis.
Adapun faktor penyebab kurangnya budaya menulis dapat berbagai hal diantaranya ialah; pertama motivasi, kekurangpahaman terhadap manfaat berbahasa dengan baik dan benar akan mengurangi minat dan motivasi siswa belajar menulis prosa deskripsi. Kedua, kemampuan daya intelektual. Kemampuan dasar intelektual yang rendah dapat menyebabkan siswa gagal dalam mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia, terutama menulis prosa deskripsi. Ketiga kebiasaan belajar.
Kebiasaan belajar yang salah atau kurang memadai (belajar hanya pada waktu akan ada ulangan) memungkinkan prestasi belajar yang dicapai siswa rendah. Keempat kemampuan dan keterampilan dasar. Kemampuan dasar memahami dari keterampilan menggunakan bahasa yang kurang dikuasai siswa (menyimak, membaca, berbicara dan menulis) ikut menentukan keberhasilan siswa dalam belajar Bahasa Indonesia. Kelima bahasa ibu. Pola-pola kalimat dan kosa kata dari bahasa ibu sedikit banyak akan berpengaruh kurang menguntungkan bagi siswa dalam belajar Bahasa Indonesia. Keenam pengalaman, sedikit banyaknya pengalaman dalam berbahasa Indonesia dapat memengaruhi kelancaran siswa belajar Bahasa Indonesia.
Gerakan MESI
Gerakan merupakan perbuatan, usaha atau kegiatan untuk mencapai sebuah tujuan yang dikehendakinya. Tujuan yang dimaksud adalah untuk meningkatkan budaya menulis melalui pemecahan faktor yang menjadi penghambat selama ini. MESI merupakan salah satu gerakan yang ditawarkan penulis untuk para sentral utama di dalam sebuah instansi dalam memecahkan persoalan atau permasalahan yang sudah diulas di atas. Berawal dari huruf M yang berarti motivasi. Seorang pendidik atau guru khususnya guru bahasa Indonesia, hendaknya dapat memotivasi seorang siswa dalam menimbulkan dorongan untuk menulis.
Cara yang dapat digunakan salah satunya ialah dengan mendatangkan sosok para alumni siswa yang berhasil di bidang tulis menulis (mendapatkan prestasi atau merasakan kebermanfaatan menulis) untuk menyampaikan pengalaman yang didapatkan sehingga memunculkan atau menggairahkan minat siswa. huruf yang kedua ialah E yang berarti edukasi. Kelanjutan dari sosok yang didatangkan, hendaknya guru menindaklanjuti dari kegairahan siswa dengan membimbingnyauntuk terus aktif dalam tulis menulis, sehingga siswa merasa didampingi dan dapat menyampaikan segala kendala serta dapat diselesaikan secara bersama.
Terakhir dari gabungan dua abjad adalah SI artinya Publikasi. Eksekusi terakhir di setiap tahapnya ialah guru menyalurkan mengenai tulisan-tulisan yang ditulis oleh siswanya. Menyalurkan akan menjadi muara panjang ketika sebuah hasil tulisan atau karya dapat dipublikasikan. Oleh karena itu seorang guru hendaknya mengikutkan karya tersebut baik ke majalah, redaksi, atau perlombaan-perlombaan sesuai dengan apa yang dituliskan. Sehingga dari gerakan MESI akan mengikis faktor penghambat yang menjadi sebuah masalah di dalam sekolah.

——— *** ———–

Tags: