Membangun Optimisme Berkemajuan

Oleh :
Syfa Fauziah
Mahasiswi Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang 

Dalam meniti alur menuju kesatuan bangsa yang berkemajuan, maka kepemilikan pola pikir positif merupakan hal niscaya yang harus dimiliki oleh setiap masyarakat. Sebab kepemilikan pola pikir yang memadai merupakan intuisi, yang secara nyata berkontribusi untuk meningkatkan adrenalin masyarakat menuju peradaban berkemajuan.
Sejalan dengan kenyataan demikian, Direktur Manager IPSOS MORI, Bobby Duffy pernah mengatakan bahwa pola pikir keoptimisan yang relevan dengan tujuan kebangsaan harus dipupuk setinggi angkasa untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara.
Dalam konteks ini, pembangunan nalar optimis berkemajuan sesungguhnya merupakan hal pertama dan bahkan paling utama untuk mengantarkan masyarakat menuju gerbang kemajuan yang sebenarnya. Meski tak dapat dimungkiri bahwa secara fitrah manusia diberi nalar intuisi yang mudah cemas dan khawatir mengemban resiko dan permasalahan yang menimpa.
Namun nalar kecemasan demikian akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kemajuan dan kemunduran bernegara. Sebab itu, jiwa patroitisme dengan pola pikir pesimisme harus diurai sedasar-dasarnya agar tidak menjadi penghambat untuk membangun kesantunan berkemajuan.
Lepas dari konteks tersebut, sesungguhnya dibalik optimisme yang berkobar, tentu terdapat pesimisme yang memudar. Setidaknya itulah logika awam masyarakat dalam membangun hierarki kemaslahatan di masa mendatang. Karena itu, untuk membangun semangat optimisme diperlukan adanya gejala yang relevan untuk membangun semangat berkelanjutan.
Sebab Dr. Mohammad Nasih pernah mengatakan bahwa idealisme yang berlandas pada semangat optimisme akan menghasilkan adrenalin-adrenalin yang berupaya memberi dorongan semangat secara fisik dan batin untuk menciptakan kemaslahatan di masa mendatang.
Mentalitas Budak
Dalam konteks problematika kemasyarakatan yang mengkristal, kepemilikan mentalitas budak merupakan ironi yang harus diselesaikan sampai ke akar-akarnya. Sebab mental yang hanya mau bekerja bila diawasi dan sikap pragmatisme untuk mendapatkan segala hal dengan cara instan, menyebabkan bangsa Indonesia kalang kabut untuk menciptakan kebudayaan negara yang didambakan.
Parahnya lagi, mentalitas budak demikian justru telah menjangkiti kebanyakan generasi muda Indonesia. Maka tidak heran apabila kebanyakan kaum muda tidak memiliki pola pikir kritis, cerdas, dan cenderung berpikiran sempit. Kenyataan ini pada akhirnya menimbulkan sikap pesimisme yang bergejolak di kalangan masyarakat.
Padahal pepatah bijak pernah mengataan bahwa”pemuda hari ini adalah pemimpin di masa depan”. Maka, pengubahan mentalitas demikian menjadi keniscayaan yang harus segara diwujudkan guna membangun bangsa yang optimis menuju kemajuan. Kebanyakan kaum muda sudah terciderai pola pikirnya sehingga kompetensi yang dimiliki belum terasah secara maksimal. Padahal masing-masing individu memiliki keahlian tersendiri untuk di masa depan yang disinergikan dalam rangka mengurai problematika yang kian menggejala.
Bahkan pengarang kitab “Imrity”, Syekh Yahya Syarofuddin dalam syairnya mengatakan bahwa “Ketinggian derajat pemuda tergantung pada keyakinnnya # Setiap orang yang tidak mempunyai keyakinan, ia tidak berguna.” Sebab itu, untuk membangun optimisme bangsa berkelanjutan, maka mentalitas budak demikian harus disingkirkan.
Karena mental demikian sesungguhnya hanya mengantarkan bangsa Indonesia ke dalam zona nyaman hingga mengakibatkan ketergantungan sikap pesimisme. Melalui kenyataan itulah, Allah SWT dalam Q.S Ar-Ra’du:11menegaskan bahwa”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya.”
Dari ayat tersebut jelas bahwa membangun sikap optimisme yang berkemajuan bisa diwujudkan melalui kesadaran diri akan ketertinggalan, kemudian memberikan semangat untuk mengubahnya menjadi lebih baik. Alhasil, generasi muda harus berani membangun optimisme berkemajuan dengan menghilangkan mentalitas budak agar senantiasa melakukan perjuangan, meski tanpa bayaran sekalipun.
Dengan dasar perjuangan itulah, optisme bangsa akan terbangun secara apik dan baik sehingga menyebabkan optimisme berkemajuan semakin menggelegar. Tentu permasalahan kompleks akan senantiasa menjelma, mengikuti perubahan kenegaraan untuk semakin masif dalam keterpurukan. Akan tetapi, jika problematika demikian disikapi dengan cara yang memadai, didasari dengan sikap perjuangan yang tinggi, maka problematika kenegaraan akan semakin mengalami kembang kempis dan menghilang.
Bahkan, permasalahan yang hadir dalam euforia ke-Indonesiaan akan memberikan kekuatan dan pelajaran yang berharga, demi membangun pola pikir kebangsaan di masa mendatang. Melalui permasalahan kompleks demikian, bukan tidak mungkin generasi muda dan masyarakat akan mendapakan semangat berkali-kali lipat apabila didasari dengan sikap perjuangan yang memadai.
Beranjak dari kenyataan itulah, pengubahan mentalitas budak yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat, termasuk kaum muda harus segera dihadirkan untuk mewujudkan semangat optimisme menuju kemandirian bangsa. Sebab, seperti yang dikatakan di muka, bahwa sikap optimisme merupakan dasar dalam mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara. Wallahu A’lam bi al-Shawaab.

——— *** ———-

Rate this article!
Tags: