Membangun Sekolah Inklusif Ramah Anak

Daroe-IMG_0059Oleh:
Daroe Iswatiningsih
Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

Pendidikan merupakan salah satu hak azazi anak yang dilindungi dan dijamin oleh berbagai instrumen hukum nasional maupun internasional. Namun demikian, di Indonesia masih terdapat cukup banyak anak berkebutuhan khusus (ABK) yang terseklusi, termarjinalisasi, dan terabaikan hak pendidikannya.
Hasil survei Data ABK di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2010 berjumlah 198.485 anak, sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2010 melansir terdapat 347.000 ABK. Jumlah Sekolah Luar Biasa (SLB) di Indonesia tahun 2008 tercatat 1.689 sekolah dengan rincian 412 SLB negeri dan 1.274 SLB swasta. Jumlah peserta didik sebanyak 73.122 anak, 22.646 anak di sekolah yang diselenggarakan pemerintah dan pemerintah daerah, dan 50.476 anak di sekolah yang diselenggarakan masyarakat. Angka Partisipasi Kasar (APK) ABK yang masih sangat rendah (20-25%) ini diantisipasi oleh pemerintah dengan kebijakan sekolah inklusif berdasarkan Permendiknas No. 70/2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Pendidikan inklusif bertujuan: (1) memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya; dan (2) mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.
Pendidikan inklusif dapat dimaknai sebagai satu bentuk reformasi pendidikan yang menekankan sikap anti diskriminasi, perjuangan persamaan hak dan kesempatan, keadilan, dan perluasan akses pendidikan bagi semua, peningkatan mutu pendidikan, dan upaya strategis dalam menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, serta upaya mengubah sikap masyarakat terhadap ABK.
Sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif, pada 2002 pemerintah secara resmi mulai melakukan proyek uji coba di 9 propinsi. Sejak saat itu lebih dari 1.500 ABK telah bersekolah di sekolah reguler, kemudian pada 2005 meningkat menjadi 6.000 siswa (5,11%) dari seluruh ABK, dan pada 2007 meningkat menjadi 15.181 siswa (7,5%) yang tersebar di 796 sekolah inklusif. Saat ini jumlah sekolah inklusif di seluruh Indonesia mencapai 1.200 sekolah dan telah melayani akses 116.000 siswa (36%) dari sekitar 325.000 ABK. Permasalahan pendidikan bagi ABK akan diselesaikan secara bertahap, salah satunya melalui gerakan pendidikan inklusif yang digulirkan di berbagai daerah se-Indonesia. Dengan gerakan tersebut, sekitar 11.000 ABK terlayani di sekolah inklusif setiap tahun. Sebagai pemacu, Kemendikbud tahun 2013 memberikan alokasi anggaran sebesar Rp 900 juta untuk setiap daerah yang siap meluncurkan program pendidikan inklusif.
Perkembangan sekolah inklusif di Indonesia yang cukup pesat telah melahirkan berbagai manfaat, baik bagi siswa, guru, orang tua, dan masyarakat. Terdapat lima hal positif dari sekolah inklusif, yaitu: (1) Mengurangi kekhawatiran dalam menyikapi perbedaan karakteristik setiap individu disertai dengan peningkatan kenyamanan dan kesadaran menerima keberagaman, (2) Meningkatkan toleransi dan jiwa sosial terhadap lingkungan sekitar, (3) Membantu dalam proses pembentukan konsep diri, (4) Pengembangan prinsip-prinsip pribadi yang positif, (5) Membantu siswa belajar lebih hangat, ramah dan penuh perhatian dalam persahabatan. Sekolah inklusif merupakan cara yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, mengajarkan nilai sosial berupa kesetaraan, menciptakan masyarakat yang terbuka, membangun suatu masyarakat inklusif, dan mencapai pendidikan untuk semua.
Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang mengakomodasi semua anak tanpa melihat multidimensi perbedaan, baik itu status sosial, gender, bangsa, budaya, keturunan, dan lain-lain, untuk memperoleh pendidikan yang ideal. Di sini semua sistem menyesuaikan dengan kebutuhan setiap anak, karena pada dasarnya pendidikan adalah untuk semua (education for all). Pada pendidikan inklusif akan terwujud sekolah yang ramah anak, ramah pembelajaran, dan menuju kepada sekolah yang ideal. Sekolah Ramah Anak adalah sekolah yang aman, bersih, sehat, hijau, inklusif dan nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi dan psikososial anak perempuan dan anak laki-laki, termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus.
Metode Sekolah Ramah Anak, adalah: (1) Riang, dalam menerima anak, menciptakan proses pembelajaran, inklusif dan suasana sekolah yang ramah anak terhadap semua anak dalam berbagai perbedaan fisik, mental, kebutuhan dan kemampuan, (2) Aktif , ciptakan suasana kelas atau sekolah sedemikian rupa dan metode pembelajaran sehingga murid menjadi aktif (bertanya, mempertanyakan, mengemukakan gagasan), (3) Menyenangkan, murid senang berada di sekolah/kelas, mudah menyerap pelajaran apabila proses pembelajaran menyenangkan bagi mereka tetapi efektif menghasilkan apa yang harus dikuasai, (4) Asah, ciptakan metode pembelajaran yang dapat menstimulir dan mengasah otak dan bukan proses pasif menerima ceramah dari guru tentang pengetahuan sehingga memblokir proses pengembangan kreativitas, (5) Hormati hak-hak anak dalam segala hal, (6) Adil, perlakukan adil semua siswa tanpa melihat jenis kelamin, cerdas-lemah, kaya-miskin, normal-berkebutuhan khusus, anak pejabat-anak buruh, (7) Norma, terapkan norma agama sosial dan budaya setempat, (8) Asih-Asuh, berikan kasih sayang kepada semua siswa. bantulah bagi mereka yang lemah dalam proses belajar. memberikan hukuman fisik maupun non fisik bisa menjadikan truma bagi anak, (9) Kreativitas, berikan bimbingan agar siswa selalu kreatif dalam menemukan pola pembelajaran mereka.

—————- *** ——————

Rate this article!
Tags: