Membangun Spirit Bela Negara

Bela Negara {1)Tren psikologis sosial kebangsaan kini menjadi ke-prihatin-an. Dikhawatirkan akan semakin tergerus era globalisasi dan materialisme. Berbagai budaya ke-setia kawan-an, rela berkorban demi negara telah pupus. Berubah menjadi persaingan memperebutkan kapita. Terutama pada kalangan pemerintahan, semakin banyak elit penyelenggara negara terjebak KKN (kolusi korupsi dan nepotisme). Negara demokrasi (republik) terancam pembusukan oleh mental koruptif.
Itulah yang mestinya di-adopsi pada peringatan Hari Bela Negara (HBN). Pada tanggal 19 Desember 1948, Mr Sjafruddin Prawiranegara, mendeklarasikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukit Tinggi, Sumetara Barat. Saat itu dwi-tunggal Soekarno (selaku Kepala Negara) dan Moh. Hatta (selaku Wakil Presiden) telah dipenjarakan. Indonesia dicengkeram kembali oleh penjajah Belanda, melalui aksi Agresi Militer kedua.
Andai, Mr Sjafruddin Prawiranegara (saat itu Menteri Kemakmuran RI) tidak mendeklarasikan PDRI, Indonesia akan “hilang.” Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, tidak akan bermakna sebagai berdirinya negara berdaulat. Begitu pula perang 10 November 1945 (yang dimulai dari Surabaya), tidak akan berarti. Masyarakat internasional akan melupakan Indonesia yang baru (16 bulan) berdiri, terhapus dari peta negara-negara di dunia.
Memperingati HBN, tidak bisa lepas dari spirit personel sosok Sjafruddin Prawiranegara. Pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan (pada kabinet Sjahrir ke-3, pertengahan tahun 1946). Tetapi tidak mampu membeli kain gurita untuk bayi anak ketiganya. Istrinya, nyambi  berjualan pisang goreng. Bandingkan dengan istri Menteri Keuangan pada era reformasi saat ini!
Tahun 1950, Sjafruddin Prawiranegara, menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia. Tetap dalam keadaan miskin. Berdasarkan Keputusan Presiden, Sjafruddin Prawiranegara dianugerahi gelar pahlawan.  Maka peringatan HBN, niscaya lebih sesuai menjadi kontemplasi penyelenggara negara, segenap pejabat publik. Mental ke-negarawan-an, tidak merongrong keuangan negara (maupun keuangan daerah).
Pada masa kini, peringatan HBN bisa bermakna vital, sebagai upaya pencegahan korupsi. Berdasar catatan Ditjen Otonomi Daerah, sudah sebanyak 320 Kepala Daerah (gubernur serta walikota dan bupati) yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK maupun Kejaksaan. Rinciannya, gubernur sebanyak 23 orang, wakil gubernur (7), bupati 156 orang, wakil bupati 46 orang, wali kota 41 orang, dan wakil wali kota 20 orang.
Sangat miris, karena jumlah itu meliputi 70% jumlah propinsi. Sedangkan jajaran legislatif, sudah terbilang ribuan menjadi terdakwa pada Pengdailan Tipikor. Yang saat ini masih menjabat pun, sudah masuk dalam antrean menunggu diadili. Jika tidak dikendalikan dengan revolusi mental, pemerintahan bisa ambruk karena dampak korupsi yang semakin sistemik, terstruktur dan masif. Substansi HBN adalah “malu tidak berkorban untuk negara.” Seperti yang dilakukan para pendiri republik.
Berbagai tokoh agama (dan negarawan), merasa gundah terhadap tren psikologi sosial. Era globalisasi dan kapitalisme telah menggerus rasa kesetia kawanan nasional. Begitu pula media masa semakin banyak memapar kekerasan global, sampai tawur sosial. Karena itu diperlukan reorientasi karakter kebangsaan, termasuk melalui peringatan HBN. Serta aksi nyata bela negara. Diantaranya melalui program sarjana mengajar di daerah terpencil, terluar dan ter-isolasi.
Bela Negara merupakan amanat UUD. Pada pasal 30 ayat (1) dinyatakan, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.” Karena itu Kementerian Pertahanan mesti meng-garansi, bahwa alumni program Bela Negara adalah personel terbaik, disiplin dan “bersih.” Tetapi karakter kebangsaan, tidak cukup hanya melalui pembiasaan disiplin. Apalagi hanya melalui pendidikan baris berbaris.
Karakter kebangsaan mesti dibangun melalui pilar utamanya, moral, spiritual dan mental. Ke-shaleh-an sosial dan disiplin nasional, harus dimulai dari kalangan elit. Memberantas korupsi dan kukuh dalam transparansi.

                                                                                                                    ———– 000 ————

Rate this article!
Tags: