Membenahi Penjara

Kelebihan penghuni dalam penjara telah lama menjadi isu tetapi tidak pernah terselesaikan. Beberapa kali rezim berganti, namun problem over-load Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) tetap tak terpecahkan. Lebih lagi setelah beberapa undang-undang (UU pemberantasan korupsi dan penanggulangan narkoba) bergerak aktif. Jumlah narapidana (Napi) bagai booming. Lapas di seluruh Indonesia makin overload antara 200% sampai seribu persen! Namun ironis, terdapat pula “kamar khusus” cukup luas.

Menjadi ancaman keamanan serius pada setiap bencana (dan kegaduhan).

Patut sangat dikhawatirkan, penjara gagal menjadi area pembinaan Napi. Tragedi kebakaran area penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang, membuktikan kegagalan visi kepenjaraan. Penjara bisa berubah menjadi “killing field” yang membahayakan Napi. Tak terkecuali Napi terorisme, narkotika, dan koruptor. Sebanyak 44 korban jiwa Napi yang menjadi korban kebakaran, terbanyak (42 Napi, termasuk 2 WNA) penyalahgunaan narkoba, 1 Napi teroris, dan 1 Napi kasus pembunuhan.

Seharusnya Napi bisa diselamatkan manakala prosedur evakuasi (dan kapasitas hunian) sesuai standar kepatutan. Antara lain audit teknis kelayakan gedung, dan prosedur pemeliharaan periodik. Seluruh bangunan gedung wajib disesuaikan dengan UU Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Pada pasal 1 (Ketentuan Umum) angka ke-3, disebut tentang kegiatan pemanfaatan gedung. Terdiri dari pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan berkala.

Berdasar UU Nomor 28 tahun 2002, bangunan Lapas dikategrikan sebagai bangunan gedung fungsi khusus, sesuai pasal 5 ayat (6). Secara tekstual keselamatan dari bahaya kebakaran, daiatur dalam pasal 17 ayat (1). Dinyatakan,”Persyaratan keselamatan bangunan gedung … meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.”

Lebih rinci, dalam pasal 19 ayat (2), dinyatakan, “Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem proteksi aktif … meliputi kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran, pengendalian asap, dan sarana penyelamatan kebakaran.” Bahkan pada pasal 21, juga diatur tentang persyaratan sistem peng-hawa-an, pen-cahaya-an, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung.

Walau hidup di dalam penjara sangat tidak enak. Namun harus tetap memenuhi standar keamanan. Tidak cukup hanya diatur dengan UU, standar bangunan gedung juga diatur dalam PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 16 tahun 2021 (ditandatangani Presiden Jokowi pada 2 Pebruari 2021). Seolah-olah mengantisipasi kebakaran dalam penjara. Sekaligus memperbaiki kelayakan bangunan Lapas. Namun sesungguhnya, bahaya di dalam penjara juga bisa disebabkan kerusuhan oleh Napi, yang menyulut kebakaran.

Pernah terjadi kebakaran yang diawali rusuh di Lapas Tanjung Gusta, Medan (Juli 2013 lalu). Dipicu pemadaman listrik cukup lama, menyebabkan persediaan air sanitasi habis. Rusuh menyebabkan 4 orang tewas. Serta 200 Napi kabur. Rusuh makin meluas. Sasaran amuk Napi menyasar (melumpuhkan petugas). Bahkan bukan hanya di dalam, melainkan di rumah dinas petugas terus diburu. Kemenkumham menyatakan kondisi darurat lapas.

Kerusuhan mudah disulut, karena perbedaan perlakuan di dalam lapas. Lebih lagi perlakuan dalam memperoleh remisi. Seperti kasus Lapas di Banyuwangi, pernah nyaris rusuh. Sebanyak 97 Napi protes. Berani protes, karena sistem pengajuan remisi dianggap tidak adil. Bukan berdasarkan perilaku (baik) selama di penjara, melainkan membayar lebih besar.

Ironisnya, banyak terdapat perbedaan tarif kamar. Ruang tahanan yang seharusnya digunakan beberapa Napi, realitanya hanya digunakan seorang napi “bos.” Maka kelebihan kapasitas Lapas tidak bisa hanya diselesaikan dengan penambahan kamar. Melainkan juga harus dengan membenahi mental petugas Lapas dan jajaran Kemenkumham.

——— 000 ———

Rate this article!
Membenahi Penjara,5 / 5 ( 1votes )
Tags: