Membincangkan Gegaduhan Impor Beras

Oleh :
Novi Puji Lestari
Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang

Belakangan ini, kembali kegaduhan keran impor beras di negeri ini kembali mencruat kepermukaan public. Memang impor bukanlah barang haram yang tidak boleh dilakukan. Namun, hal itu harus dilakukan dalam keadaan darurat, seperti musim kemarau berkepanjangan, sehingga mengancam produksi pangan. Merujuk dari pemehaman ini, bagaimana dengan pemerintahan saat ini. Sudahkan impor beras yang dilakukan pemerintah akhir bulan ini benar-benar mendesak dilakukan?
Alasan mengimpor beras
Pemerintah memutuskan mengimpor beras sebanyak 500.000 ton untuk beras medium yang pasokannya sedang langka. Impor beras dijadwalkan tiba akhir Januari ini, berjumlah sekitar 500.000 ton. Beras impor kali ini berasal dari Vietnam dan Thailand.
Soal jadwal kedatangan beras impor, pemerintah beralasan bahwa pada akhir Januari diperkirakan akan terjadi kelangkaan pasokan beras karena panen petani bakal terealisasi pada Februari dan Maret. Jadi beras impor tersebut sebagai cadangan untuk mengatasi terjadinya kelangkaan pasokan beras.
Sejak awal tahun ini, harga beras terus mendaki yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kondisi tersebut membuat pemerintah khawatir harga beras tidak terkendali. Untuk menstabilkan harga, Mendag Enggartiasto Lukita mengklaim telah melakukan operasi pasar di sebanyak 2.500 titik di seluruh Indonesia, terutama di daerah yang mengalami lonjakan harga beras yang signifikan. Adapun pasokan beras untuk operasi pasar mencapai 10.000 ton hingga 15.000 ton per hari, (Republika, 17/1).
Situasi yang demikian, semakin menyulut pemerintah khawatir Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) tak mampu mengendalikan harga beras ketika terjadi lonjakan harga jika pasokan tidak ditambah. Impor bukanlah barang haram yang tidak boleh dilakukan. Namun, hal itu harus dilakukan dalam keadaan darurat, seperti musim kemarau berkepanjangan, sehingga mengancam produksi pangan.
Pemerintah melalui Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyatakan tidak ingin ambil risiko atas kelangkaan pasokan beras yang bisa mengganggu ketersediaan beras. Sebab ujung-ujungnya bisa mendongkrak kenaikan harga beras yang akan merugikan masyarakat, (Kompas, 16/1).
Hal senadapun diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo mengatakan, impor beras dilakukan untuk mengamankan dan menguatkan cadangan beras pemerintah di gudang Perum Bulog. Kecukupan cadangan Bulog sangat penting agar pasokan beras tetap lancar sehingga agar tidak melonjak.
Memang sudah menjadi tugas negaralah untuk menjaga rakyatnya jangan sampai kelaparan. Tetapi, jangan hanya karena nafsu mengumpulkan dana untuk kepentingan politik, semua aturan ditabrak. Petani yang sudah miskin semakin tidak berdaya karena banyaknya pangan impor. Jadi beras impor hanya berfungsi sebagai cadangan yang dapat dimanfaatkan pada saat pasokan langka dan harga naik.
Mengacu pada data yang dirilis Badan Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization /FAO), harga beras rata-rata Indonesia sebesar USD1/kg berbanding dengan harga beras rata-rata internasional yang sekitar USD0,4/kg. Untuk kawasan Asia Tenggara, harga beras di Kamboja sekitar USD0,42/kg, di Thailand USD0,33/kg, di Vietnam USD0,31/kg pada 2016 lalu. Data itu memang dirilis dua tahun lalu, tetapi dipastikan belum terjadi pergeseran secara signifikan.
Masih berdasarkan publikasi FAO, mahalnya harga beras di Indonesia bila dibandingkan dengan sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara adalah karena ongkos produksi padi yang tinggi dan diperparah tingginya margin dalam tata niaga beras selama ini. Bahkan persoalan tata niaga beras yang tidak efisien itu kabarnya menjadi sumber dominan yang membuat harga beras mahal.
Solusi keriuhan impor beras
Menengok situasi yang demikian, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan telah menunjuk sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelaksana impor. Perusahaan pelat merah yang mendapat tugas tersebut adalah PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Namun, pertanyaannya, kenapa setiap pemerintah mengimpor beras selalu menimbulkan kegaduhan? Setidaknya ada beberapa penyebab mengapa impor beras seringkali menimbulkan kegaduhan.
Pertama, tidak transparanya pemerintah. Seperti kita baca di media massa dan saksikan di televisi, pejabat terkait selalu mengatakan, pemerintah tidak akan mengimpor beras. Pemerintah tidak akan mengimpor beras karena persediaan (stok) di Bulog cukup. Kalaupun persediaan kurang akan bisa ditutupi oleh panen yang sebentar lagi tiba. Pernyataan ini jelas-jelas diragukan. Tanda-tandanya sudah jelas.
Kedua, meski yang diimpor jenis beras medium, tapi senyatanya harga beras khususnya untuk jenis medium ini rupanya terus naik. Obat yang biasanya ‘mujarab’ untuk mengatasi hal ini yaitu operasi pasar sudah dilakukan. Namun hasilnya, nihil. Harga beras terus naik dan tidak bisa dikendalikan. Obat ‘mujarab’ lain, datangnya panen, tidak bisa diharapkan hasilnya. Panen pasti tiba. Tapi hasilnya tidak bisa diharap memberikan hasil yang maksimal terutama karena faktor lain. Seperti diketahui sejumlah sentra penghasil beras mengalami cuaca buruk. Hasilnya bisa dipastikan, tidak maksimal.
Ketiga, terlepas dari kebijakan impor beras dan harga beras yang belakangan ini terus melonjak, yang menarik dicermati adalah harga beras di Indonesia relatif lebih mahal daripada sesama negara produsen beras di kawasan Asia Tenggara, bahkan harga beras Indonesia juga lebih mahal daripada harga beras internasional secara rata-rata.
Herannya, meski tanda-tanda tersebut sudah jelas terlihat, namun pihak terkait tetap pada keyakinannya. Tidak perlu impor beras. Sayangnya keyakinan ini tidak didukung dengan realita di lapangan. Akhirnya dengan terpaksa pemerintah menyatakan akan mengimpor beras sebanyak 500.000 ton yang akan tiba akhir Januari ini. Beras akan didatangkan dari negara tetangga Thailand dan Vietnam serta dari Pakistan.
Keempat, actor yang akan melakukan impor beras. Persoalan ini juga menjadi penyebab terjadinya kegaduhan dalam impor beras. Seperti diketahui impor beras di negara kita selalu menimbulkan masalah.
InsyaAllah melalui keempat langkah-langkah tersebut diatas, ketika kita bisa konsisten dilakukan oleh pemerintah, masalah gejolak impor yang sedang terjadi saat ini bisa teredam. Memang impor bukanlah barang haram yang tidak boleh dilakukan. Namun, hal itu harus dilakukan dalam keadaan darurat, seperti musim kemarau berkepanjangan, sehingga mengancam produksi pangan. Menjadi tugas negaralah untuk menjaga rakyatnya jangan sampai kelaparan. Tetapi, jangan hanya karena nafsu mengumpulkan dana untuk kepentingan politik, semua aturan ditabrak.
——— *** ———–

Rate this article!
Tags: