Membudayakan Filantropi Dalam Diri Caleg

Oleh :
Nuruddin Musyafa’
Dosen AIK Universitas Muhammadiyah Malang

Hirarki kebutuhan menurut Abraham Maslow terdiri dari lima hal, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, dicintai dan disayangi, dihargai, dan aktualisasi diri.
Lima kebutuhan tersebut secara berurutan mulai terendah sampai tertinggi. Ketika kebutuhan terendah sudah terpenuhi, secara otomatis berpindah ke tahap selanjutnya hingga titik puncak.
Tahun 2019-oleh rakyat Indonesia disebut tahun politik-ada keterkaitan erat antara politik dan teori kebutuhan hidup.
Letak keterkaitan itu ada pada bagimana calon legislatif (caleg) / partai politik memahami keikut-sertaan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) bagian dari kebutuhan dasar / aktualisasi diri ? Bagaimana sikap caleg dalam menyikapi teori kebutuhan ?
Menjadi bahan renungan bersama bagi partai politik khususnya caleg agar tidak salah langkah dalam menghadapi pesta demokrasi yang akan berlangsung beberapa bulan ke depan.
Pemilu dan Hirarki Kebutuhan
Caleg / partai politik dalam menghadapi pemilu tentu ada anggaran kampanye. Besaran anggaran tergantung pada kekuatan modal individu serta sponsor.
Caleg yang kaya akan mengeluarkan seluruh kekayaannya demi jabatan anggota legislatif, sedangkan yang kurang kaya memanfaatkan potensi dirinya demi jabatan yang sama.
Tidak ada yang salah dari kedua kategori caleg kaya dan kurang kaya. Namun masalah yang kemudian muncul pasca mereka secara sah ditetapkan menjadi anggota legislatif.
Maraknya korupsi pada anggota legislatif menjadi pertanyaan hingga saat ini. Apa motif mereka ketika berpartisipasi dalam dunia politik praktis, orientasi aspek fisiologi / aktualisasi diri.
Ketika motif awal adalah bisnis dan berorientasi fisiologis, maka konsep berpolitik diawali dari dana kampanye. Dana yang dikeluarkan pada saat kampanye ibarat modal dan harus ada laba, wajar jika setelah menjadi anggota legislatif mereka berlomba-lomba mengembalikan modal dan mencari laba yang kadang menghalalkan segala cara.
Pemenuhan orientasi fisiologi inilah yang akhirnya sering menjadikan anggota legislatif bertindak korupsi meskipun rata-rata di antara mereka sudah kaya dan memiliki harta yang melimpah.
Ketika orientasi caleg adalah aktualisasi diri, maka mereka akan memainkan seni berpolitik praktis secara baik, berhati-hati dalam urusan korupsi serta berusaha menjadi wakil rakyat yang baik pula.
Idealnya caleg yang akan bertarung di pemilu mendatang semua pada ranah aktualisasi diri, bukan lagi kebutuhan dihargai atau bahkan fisiologi. Masing-masing caleg perlu menata hati dan pikirannya, kala pemenuhan kebutuhan upayakan dengan jalan yang benar serta menghindari godaan korupsi yang menghinakan.
Korupsi seakan sudah menjadi hal biasa, bahkan kadang dilakukan secara berjamaah. Mereka bukan lagi orang miskin, tapi mayoritas orang kaya.
Fakta ini sudah seharusnya menjadi pelajaran bagi mereka yang akan maju di pemilu mendatang, agar tidak senasib dengan mereka yang telah dahulu berhadapan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Budaya Filantropi
Dalam Encyclopedia of Wikipedia, filantropi adalah tindakan seseorang yang mencintai sesama manusia serta nilai kemanusiaan, sehingga menyumbangkan waktu, uang dan tenaganya untuk menolong orang lain.
Budaya filantropi perlu dibiasakan dan dipraktekkan oleh caleg dan anggota legislatif. Hal ini sebagai solusi mensiasati teori kebutuhan hidup.
Bagi caleg, filantropi menjadi penting agar ketika gagal menjadi anggota legislatif tidak putus asa dan depresi. Banyak caleg depresi karena telah mengeluarkan banyak uang, waktu, tenaga, namun tidak dibarengi dengan hasil yang memuaskan.
Ikhlaskan pemberian anda kepada masyarakat sebagai bentuk kedermawanan. Uang, kaos, stiker, pendampingan, pelatihan, apapun yang anda berikan kepada konstituen, lupakan jangan menjadi beban agar anda tidak stress.
Bagi yang sukses menjadi anggota legislatif, budaya filantropi juga penting untuk diikrarkan dalam dirinya. Konsep klasik mengembalikan modal kampanye, memperkaya diri sendiri dengan cara yang tidak halal perlu ditinggalkan dan dihindari demi menjadi wakil rakyat yang baik.
Hakekatnya anggota legislatif adalah sekumpulan orang yang ingin beraktualisasi diri, bukan kelompok mafia yang memperkaya diri sendiri. Harta kekayaan yang telah habis dibuat kampanye biarkan berlalu tanpa mencari ganti. Tentunya yang dimaksud jangan mencari dengan korupsi, tetapi carilah dengan cara yang benar.
Idealnya orientasi hidup caleg bukan lagi pemenuhan kebutuhan dasar, bukan mencari uang semata, namun optimalisasi seni leadership, seni berpolitik, seni komunikasi, seni public speaking, serta seni lainnya yang menjadi kemampuan seorang caleg tampil di masyarakat.
Rekonsepsi manajemen kekayaan caleg dalam berkampanye perlu diperhatikan kembali. Kekayaan harta, waktu, tenaga ketika kampanye jangan sampai terbawa larut pasca pemilu.
Niatkan seluruh pemberian caleg kepada masyarakat saat kampanye murni gerakan filantropi. Jika caleg tidak bisa bersikap demikian, maka dua hal yang sering terjadi, gila karena gagal, korupsi karena mengembalikan modal.
Anggota Legislatif adalah orang yang kaya harta, bukan lagi waktunya mencari kekayaan dunia sebagai kebutuhan dasar manusia. Kalau dalam diri mereka masih tertanam jiwa ingin mengumpulkan harta, maka sulit menghindari godaan korupsi.
Jika anda masih merasa belum kaya, maka jangan mencari kekayaan dalam posisi sebagai anggota legislatif. Karena ujung dari pencarian tersebut kadang salah langkah berupa penghalalan segala cara.
Jangan hutang untuk kampanye, dalam bentuk uang apalagi hutang budi. Kalau anda merasa tidak punya modal jangan nyaleg, karena biaya politik saat ini tidaklah murah.
Relasi tidaklah cukup tanpa modal harta. Berkampanye tidak cukup ceramah layaknya pengajian umum di masyarakat. Sehemat-hematnya kampanye masih membutuhkan biaya opersional. Bila anda masih dalam taraf pemenuhan kebutuhan dasar, jangan “bonek” jumping pada kebutuhan taraf tinggi. Karena kebutuhan manusia dapat dipenuhi secara bertahap.
Sikap seperti ini memang mudah untuk diteorikan, namun kadang susah dipraktekkan. Sudah sepantasnya urun rembug ini menjadi bahan renungan caleg menghadapi pemilu beberapa bulan ke depan.
Jadilah caleg yang siap kehabisan uang tetapi membawa berkah bagi sesama, rugi tenaga dan waktu tapi bermanfaat bagi masyarakat.
Jadilah anggota legislatif yang kaya tanpa noda, bekerja untuk rakyat tanpa urusan KPK.

Tags: