Membudayakan Smart-Parenting di Masyarakat

Nur Cholissiyah copyOleh :
Nur Cholissiyah
Guru SMPN 3 Kedungadem, Bojonegoro

Maraknya kasus kekerasan terhadap anak akhir-akhir ini sungguh membuat trenyuh hati semua elemen bangsa ini. Seperti kasus kekerasan seksual yang   berujung pembunuhan yang dialami Yuni  di Palembang, Eno di Tanggerang, dan anak-anak lain yang mengalami kasus serupa yang tak terpublikasi beberapa waktu lalu  menjadi bukti  lemahnya peran dan fungsi orang tua dalam pengawasan anak. Sungguh tragis fenomena ini dilakukan dan dialami anak yang masih menjadi tanggung jawab orangtua. Selain itu  lemahnya peran dan fungsi orangtua dalam pendidikan dan pengawasan  juga dikarenakan semakin derasnya arus informasi tentang kekerasan dan seksualitas  yang sulit dibendung.
Kemudahan akses informasi melalui  jejaring sosial terasa sekali dampak negatifnya.  Bagaimana oknum yang tidak bertanggungjawab itu menebar informasi bebas tanpa batasan norma.  Sehingga sangat mungkin dilihat oleh anak secara tidak sadar mengadopsi  dan terpengaruh prilaku menyimpang. Seperti kekerasan dan seks bebas. Tak dipungkiri bahwa faktor lain pemicu kelengahan perhatian orang tua terhadap anak bisa jadi dikarenakan semakin beratnya beban ekonomi yang dialami sebagian masyarakat ekonomi lemah. Para orang tua dari sisi ini lebih berpikir  bagaimana mencari uang demi untuk menghidupi keluarga, sehingga peran pengawasan dan pendidikan utama orang tua cenderung terabaikan.
Bisa Juga dating dari masyarakat ekonomi menengah ke atas ketika merasakan beratnya pemenuhan tuntutan beben kerja sehingga pada akhirnya perhatian terhadap anak menjadi berkurang. Maka seyogyanya  para orang tua, pengusaha, pemerintah dan masyarakat harus mulai berfikir bagaimana peran orang tua berjalan efektif dan efisien, bisa dengan cara memberi waktu yang cukup di tengah-tengah keluarga tentunya dengan tidak berpengaruh pada etos kerja masing-masing. Efisiensi peran dan fungsi orang tua menjadi sangat mendesak untuk dinormalkan. Kebutuhan perhatian dan pantauan yang tak setiap menit anak dapatkan menjadi sesuatu yang berarti untuk dimaksimalkan.
Anak lebih merasakan sentuhan kasih sayang orang tuanya sendiri itu lebih berarti dari pada pengasuhan tenaga perawat anak seperti baby sitter atau pengasuh di agen jasa penitipan yang marak dewasa ini. Kenapa demikian, Secara emosional anak selalu ingin dekat dengan orang tua kandung terutama ayah dan ibu. Maka dibutuhkan metode smart-parenting yang efektif yang harus dikembangkan di masyarakat agar keluarga, miniatur negara ini dapat berjalan sesuai peran dan fungsinya. Sehingga berbagai kesulitan dalam proses mendidik anak dapat diatasi.
Mendidik dengan Bijak
Penulis sependapat dengan gagasan  Dr. Silvia Rimm, dalam bukunya yang berjudul” Smart Parenting Mendidik dengan Bijak” bahwa orang tua harus belajar bagaimana menjadi orang tua yang didambakan oleh anak mendidik dengan bahagia dan berprestasi. Mendidik anak menjadi bahagia dan berprestasi bukanlah hal yang mudah dibutuhkan kesabaran, ketekunan, serta motivasi yang tinggi supaya apa yang diinginkan para orang tua menjadikan anak-anak yang bahagia dan berprestasi benar-benar terwujud.
Disini Dr Silvia Rimm memaparkan cara-cara jitu belajar menjadi orang tua yang sukses mendidik anaknya. Para orang tua harus belajar bagaimana memberdayakan anak-anak dengan v cinta. Yakni mendidik dengan pujian yang sewajarnya. Pujian menjadikan anak lebih merasa dihargai dan dicintai. Pujian merupakan komunikator nilai-nilai orang dewasa efektif dan menjadi alat yang amat penting bagi orang tua untuk membimbing anak-anak. Karena kesenangan orang tua yang dinyatakan merupakan motivator yang awal yang paling kuat. Selain itu anak juga akan memiliki kepercayaan yang tinggi dan mencintai belajar. Selain itu, Dr Silvia juga memaparkan tentang bagaimana memberdayakan anak.
Hal yang tidak kalah penting adalah tetap bersatu dengan pasangan (baca: suami istri) demi anak-anak. Lantaran perceraian kadangkala menjadi akar lahirnya  konflik yang akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan mental anak. Dr Silvia juga menuturkan bagaimana para orang tua harus belajar mengganti persaingan dalam keluarga anda dengan kerjasama dan kompromi. Tidak kalah penting lagi adalah bagaimana meningkatkan hubungan dengan para anggota keluarga lain. Menjalin komunikasi yang sehat dengan lembaga jasa pengasuhan anak, mendukung dan membicarakan perbedaan-perbedaan dengan guru-guru dan sekolah.
Mengembangkan komunikasi yang sehat Lain lagi Pendapat Seto Mulyadi, seorang psikologi yang juga berprofesi sebagai guru TK. Ada beberapa point penting dalam mendidik anak agar tumbuh optimal sebagai panduan dalam mendidik anak dengan cerdas. Pertama,orang tua harus menyadari bahwa semua anak itu cerdas. paparan ini lebih mengarah sebuah konsep kecerdasan multi/multiple Intelligence. Bahwa Intelligensia Quotient (IQ) bukan segala-galanya. Ada juga creativity Quotient, Adversity Quotient (tidak mudah menyerah) Spiritual Quotient, Multiple Intelligences dan Emotional Intelligence. Kak Seto memaparkan bahwa dalam Multiple Intelligence dikenal 8 kecerdasan, yaitu cerdas angka, cerdas kata, cerdas gambar, cerdas teman, cerdas music, cerdas diri dan cerdas alam.
Mengenali kecerdasan dalam diri anak agar mereka bangga dengan diri mereka sendiri. Anak yang cerdas music akan lebih mudah belajar matematika dengan iringan lagu. Ini akan sangat membantu anak mengembangkan kecerdasan lainnya. Kedua,Kak Seto lebih mengajak kepada semua pihak untuk merubah image bahwa belajar adalah hak anak, bukan merupakan kewajiban dan kewajiban negara untuk memenuhinya.
Kebanyakan para orang tua lebih bangga anaknya pintar calistung dibanding pintar mengantre. Semua anak pada dasarnya senang belajar. Kalau anak tidak suka belajar yang salah adalah lingkungannya. Kemudian yang ketiga adalah bagaimana para orang tua dan guru menciptakan belajar efektif denga suasana gembira. Menyenangkan dalam belajar harus mengandung unsur kognitif (ilmu) afektif (kasih sayang) dan psikomotorik (gerak). Ketiga, para orang tua harus melindungi anak terhadap kekersan rumah tangga termasuk dari membulii anak ataupun tindakan fisik. dilingkungan pergaulan maupun di media social.
Misalnya anak yang kecanduan ponografi, banyak orang tua yang gagap teknologi tidak bisa baca bahasa alay yang terdapat dalam gadget anaknya. Sehingga fungsi dan peran control orang tua  terhadap kecerdasan moral dan spiritual anak tidak mampu berjalan dengan baik. Keempat ,hargai pencapaian anak. Hargai semua anak itu unik, dan biasakan mengapresiasi anak jangan membandingkan dengan orang lain. Tapi dengan dirinya sendiri sebelumnya seperti pernyataan ini “Sekarang kakak hebat sudah bisa berhitung sampai 10”. Kelima, kunci dalam mendidik anak adalah komunikasi.
Hal senada juga yang diuraian Dr Silvi Rimm. Komunikasi efektif dengan anak yakni dengan memberi kesempatan anak bercerita, mengungkapkan permasalahannya, kendala apa yang dihadapi sehingga orangtua harus mampu memberi solusi yang bijak dengan bertutur kata yang lembut. Karena hal ini juga sebagai bagian cara mengontrol perkembangan anak. Maka jadilah pendengar aktif dengar tidak langsung mematahkan penjelasan anak. Metode win-win Solution. Jangan terlalu arogan dan bossy menghadapi anak.

                                                                                                                       ————- *** ————–

Tags: