Memediasi Isu Rumah Sakit ‘Mengcovidkan’ Pasien

foto ilustrasi

Di tengah pemerintah dan bangsa ini harus genggap gempita bersatu memerangi penyebaran dan penularan Covid-19, tiba-tiba jagad publik dikagetkan dengan adanya isu Rumah Sakit (RS) mengcovidkan pasien. Sontak, isu tersebut kini menjadi sorotan publik. Isu rumah sakit mengcovidkan pasien yang meninggal untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah memang sudah menggema di masyarakat. Pasalnya, keuntungan yang diperoleh dalam mafia rumah sakit dalam meng-Covid-kan orang bisa memakan jumlah biaya yang tidak sedikit.

Melalui surat Materi Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020 yang memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien Covid-19, jika seorang dirawat selama 14 hari, diasumsikan pemerintah menanggung biaya sebesar Rp105 juta sebagai biaya paling rendah. Sedangkan, untuk pasien komplikasi, pemerintah setidaknya harus menanggung biaya Rp231 juta per pasien, (kompas.com, 5/10).

Berangkat dari realitas tersebut, terlihat jelas bahwa biaya pasien Covid-19 terbilang cukup mahal. Hingga, isu RS mengcovidkan pasien pun kini muncul. Padahal, berbicara tentang penanganan pasien Covid-19, RS harus berpedoman pada Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Selanjutnya, mengenai pembayaran atas pelayanan pasien Covid-19, RS diharapkan mematuhi petunjuk teknis (juknis) yang diatur dalam Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/446/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit yang Menyelenggarakan Pelayanan Covid-19.

Itu artinya, jelas adanya bahwa pihak RS tidak berkerja semaunya sendiri dalam menangani pasien Covid-19. Jadi, sudah semestinya isu ‘RS meng-Covid-kan pasien’ ini segera terklarifikasi. Bahkan, jika diperlukan suatu bukti yang riil, pemerintah melalui kerjaksaan dan KPK bisa segera turun tangan agar masalah pandemi ini tidak dimanfaatkan oleh para mafia Rumah Sakit yang mengincar keuntungan dari penderitaan masyarakat.

Masyhud
Pengajar FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

Tags: