Memediasi Kontroversi Vaksin Nusantara

Polemik vaksin Nusantara sampai saat ini masih terus berlanjut. Pasalnya, Vaksin Nusantara yang digagas eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tersebut dinilai tidak mengikuti kaidah saintifik pengujian vaksin pada umumnya. Padahal, semestinya setiap penelitian vaksin perlu diputuskan oleh lembaga yang memiliki otoritas, termasuk perlu diputuskan oleh lembaga negara yang memiliki otoritas.

Berangkat dari kenyataan itulah, vaksin Nusantara terus menuai sorotan publik dan kontroversi. Oleh sebab itu, untuk memediasi kontroversi vaksin Nusantara tersebut, maka sudah semestinya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang merupakan badan resmi di Indonesia bisa bekerja berdasarkan prosedur-prosedur dan integritas ilmiah. Mengingat pula, kinerja BPOM yang sudah puluhan tahun mengawal berbagai uji klinis obat-obatan serta vaksin, terlebih, selama ini BPOM telah mengabdi untuk menjaga kesehatan masyarakat di negara kesatuan Republik Indonesia, maka integritas keilmuan dan independensi BPOM menjadi harapan kita bangsa ini.

Terkait uji klinis vaksin Nusantara, BPOM menilai bahwa tim peneliti vaksin Nusantara tampak belum memahami seutuhnya proses pengembangan vaksin itu lantaran sebagian besar penelitian berlangsung di Amerika Serikat (AS). Sejumlah tahapan seperti uji prakilinis vaksin yang semestinya diujicobakan kepada hewan tidak dilakukan oleh tim peneliti vaksin Nusantara. Tercatat 20 dari 28 subjek atau 71,4 persen relawan uji klinik fase I mengalami Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) dalam grade 1 dan 2, berupa efek samping seperti gatal, nyeri, hingga bertambahnya kadar kolesterol. Dilanjutkan, KTD grade 3 terjadi pada pada 6 subjek. Rinciannya, satu subjek mengalami hipernatremi, dua subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan tiga subjek mengalami peningkatan kolesterol, (Kompas, 17/4/2021).

Berangkat, dari catatat uji klinis tersebut, maka sudah semestinya penelitian harus dilakukan dengan jujur, data yang akurat, dan kaidah-kaidah etik penelitian. Selebihnya, setiap penelitian dan pengembangan vaksin dan obat meski kita hargai sebagai sebuah ikhtiar membuka kemungkinan baru melawan pandemi. Namun tentu dengan tetap mengindahkan asas-asas ilmiah.

Masyhud
Pengajar FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

Tags: