Memerdekakan Anak Bangsa dari Jeratan Narkoba

Oleh :
Agus Samiadji
Wartawan Senior di Surabaya

Dengan semangat juang revolusi 17 Agustus 1945 kita berantas penyelundupan, bandar dan pengedar narkoba dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  Karena narkoba adalah merupakan musuh kita yang merusak sendi-sendi dan moral Bangsa Indonesia.
Menurut data dari Badan Nasional Narkotika (BNN) Pusat, pada awal tahun 2013 saja, ada sekitar 4 juta orang kecanduan narkoba dan meninggal dunia setiap hari sekitar 40 orang. Bayangkan, hampir setiap hari terjadi penyelundupan narkoba lewat udara, lewat pelabuhan laut yang berhasil digagalkan oleh aparat kepolisian dan petugas bea dan cukai.
Pada tahun 2016, Kepala BNN Pusat Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso menyatakan bahwa jumlah orang yang kecanduan narkoba bertambah 4,2 juta orang. Yang kecanduan narkoba terdiri oknum petugas dari Polri, TNI, pejabat negara, bupati, walikota, anggota DPRD, mahasiswa, pelajar, dll.
Hambatan yang dihadapi oleh aparat kepolisian dan BNN adalah masalah rehabilitasi orang yang kecanduan narkoba dari jumlah 4,2 juta orang tersebut, yang bisa direhabilitasi hanya 1-2% saja karena kesulitan rumah sakit.
Saat ini baru ada di Batam Kepulauan Riau, Jateng, Jabar dan DKI yang kapasitasnya sangat terbatas tidak sesuai dengan kebutuhan. Sehingga banyak yang tak ditangani dan meninggal dunia. Untuk mengatasi kekurangan rumah sakit untuk rehabilitasi pecandu narkoba tersebut, maka alangkah baiknya dibangun lagi di beberapa provinsi di Indonesia.
Pada saat kita membenahi dan merehabilitasi pecandu narkoba, petugas BNN dan Polri harus berjibaku dengan para penyelundup narkoba lewat darat, laut dan udara. Pada akhir Juli 2017 lalu, BNN dan aparat keamanan berhasil menggagalkan dan menangkap penyelundupan lewat kapal laut sindikat narkoba  dari China dan Taiwan melalui pelabuhan Banten. Polri dan BNN berhasil menangkap narkoba jenis sabu sebanyak 1 ton yang diperkirakan dengan harga   Rp 1,5 juta trilyun. Penyelundupan 1 ton sabu tersebut adalah yang terbesar sepanjang adanya penyelundupan narkoba di Indonesia.
Penyelundupan 1 ton narkoba tersebut mengejutkan para pejabat negara termasuk Presiden Joko Widodo. Presiden memerintahkan kepada Kapolri agar penyelundup jera dan ditembak saja, seperti yang dilakukan negara tetangga Filipina. Memang harus diakui bahwa hukum di Indonesia, dinilai oleh para bandar dan penyelundup narkoba lebih ringan dibanding dengan negara lain. Selain hal tersebut, Indonesia adalah merupakan pasar potensial bagi para bandar narkoba di luar negeri. Karena ketatnya pengamanan di bandara, laut dan darat di Indonesia maka tak jarang bandar luar negeri mendirikan pabrik narkoba di dalam negeri Indonesia.
Masyarakat tidak mengetahui dengan pasti berapa puluh ton jumlah narkoba yang berhasil ditangkap oleh petugas keamanan dan BNN. Karena barang bukti sudah dimusnahkan dan dibakar ramai-ramai oleh aparat penegak hukum, aparat keamanan serta BNN. Berapa trilyun rupiah kerugian negara atas kejahatan narkoba tersebut. Yang pasti, kita bangsa Indonesia sehari kehilangan 40 orang meninggal sia-sia karena kecanduan narkoba. Mereka yang meninggal tersebut terdiri dari berbagai kalangan yang masih berpotensial untuk negara dan bangsa.
Mencegah dan Rehabilitasi
Karena pentingnya bahaya narkoba, untuk memberantas narkoba di tiap kepolisian resort dan kepolisian sektor di seluruh Indonesia Resmob Narkoba dan kabupaten dan kota serta provinsi sudah terbentuk Badan Narkotika Nasional yang tugasnya memberantas peredaran narkoba. Namun, alangkah baiknya petugas Polri yang menangani narkoba dan BNN tersebut juga bertugas mencegah jangan sampai masyarakat terkena dan menjadi pecandu narkoba.
Untuk pencegahan pengguna dan pecandu narkoba petugas bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan dilakukan penyuluhan bahaya narkoba setiap sebulan sekali dan beramah tamah di tingkat desa, rukun tetangga dan rukun warga. Dilakukan penyuluhan bahaya narkoba dan akibat menggunakan narkoba oleh petugas keamanan, tokoh masyarakat dan Dinas Kesehatan sampai tingkat kecamatan. Selain masalah narkoba, juga bisa diselipkan tentang bahaya teroriesme dan kriminal di masyarakat.
Harapan kita bersama, masalah rehabilitasi pecandu narkoba adalah sangat penting bagi masyarakat yang keluarganya terkena kasus kecanduan narkoba yang kehilangan harta benda serta nyawa. Karena kurangnya fasilitas rumah sakit rehabilitasi, maka diharapkan para tokoh masyarakat dan tokoh politik ikut serta memikirkan kekurangan tempat rehabilitasi para pecandu narkoba tersebut.
Perlu diketahui bahwa peran keluarga dan wanita dalam mencegah dan memberantas narkoba sangat penting, maka petugas BNN dan aparat kepolisian perlu melakukan silaturahmi tentang bahaya narkoba. Para keluarga korban menyatakan bahwa sangat berterima kasih kalau pemerintah melakukan rehabilitasi, karena sudah habis hartanya untuk membiayai anaknya yang terkena narkoba. Untuk Provinsi Jawa Timur yang padat penduduknya alangkah baiknya ada rumah sakit rehabilitasi pecandu narkoba. Kalau untuk penanggulangan narkoba saya kira Gubernur Jatim Pakde Karwo akan membantunya menyiapkan lahan dan fasilitas lainnya.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 86 tahun 2009 tentang peredaran narkoba yang dilarang edar 40 jenis. Tetapi kenyataannya narkoba yang beredar berhasil ditangkap oleh aparat kepolisian dan BNN pusat ada 53 jenis narkoba, merupakan narkoba jenis baru. Oleh  itu, bagi masyarakat khususnya para remaja agar berhati-hati bila ada barang makanan atau minuman baru agar dilihat dengan teliti nomor Badan POM. Selanjutnya, Badan POM Pusat maupun daerah harus selalu melakukan penelitian kepada jenis zat yang beredar di masyarakat. Para petugas lapangan Badan POM melakukan regulasi perkembangan zat psikoaktif baru.
Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat bahwa sampai saat ini belum ada terobosan mempercepat agar berbagai jenis zat psikoatif baru tersebut segera dimasukkan dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang narkotika. Sehingga pengedarnya dapat dijerat pidana. Menurut keterangan Kementerian Kesehatan RI masih mengacu pada zat bukan pada struktur kimia zat tersebut. Keterlambatan regulasi tersebut yang membuat zat psikoaktif baru itu leluasa bisa beredar di Indonesia, tanpa tersentuh hukum. Sebagai contoh NPS yang dikenal oleh masyarakat di Indonesia adalah tembakau gorila, telah dijualbelikan lewat media sosial dengan aman tanpa disentuh hukum pidana.

                                                                                                      ———– *** ———–

Tags: