Memetik Berkah Belimbing di Lahan Banjir

Geliat Pariwisata di Bumi Angling Dharma (bagian – 1)

Muhaimin sedari tadi terlihat sibuk. Dia memilah dan memilih buah belimbing yang barusan dipetik. Yang berukuran jumbo disisihkan, begitu pula yang kecil dikumpulkan dengan yang kecil. Sedangkan istrinya, Lasmi, sibuk melayani pembeli yang silih berganti.

Zainal Ibad, Harian Bhirawa

Apa yang dilakukan suami istri itu merupakan gambaran aktivitas sehari-hari di Agrowisata Belimbing Ngringinrejo, yang berlokasi di Desa Ngringinrejo, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro. Setiap akhir pekan ribuan wisatawan domestik dan mancanegara berkunjung di agrowisata yang digagas sejak 1984 ini.
Total Muhaimin memiliki 160 pohon belimbing. Sebanyak 80 pohon di lahan dekat rumahnya, 80 pohon lainnya di Agrowisata Belimbing Ngringinrejo. Setiap hari ia bersama istri memetik belimbing dan langsung menjualnya ke wisatawan.
“Setiap akhir pekan, rata-rata belimbing yang terjual hingga dua kwintal. Kalau libur panjang bisa mencapai tiga kuintal lebih. Makanya saya tidak menjualnya ke pasar. Sebab dijual disini (agrowisata, red) saja sudah tidak cukup. Untungnya, pohon belimbing ini berbuah sepanjang tahun,” kata Muhaimin, saat ditemui Bhirawa di Agrowisata Belimbing Ngringinrejo, Minggu (4/9).
Pria berusia 62 tahun ini mengisahkan, sebelum beralih ke pohon belimbing, kebun miliknya ditanami jagung, palawija dan kenab (bahan untuk karung goni). Pada 1984, ia diajak temannya Zainuri yang merupakah salah seorang penggagas kebun belimbing, untuk ikut menanam pohon belimbing.
Namun sayang, usahanya untuk ikut jejak Zainuri gagal. Pohon belimbing yang ditanamnya mati. Sedangkan milik Zainuri sebenarnya juga nyaris mati, tapi dibelikan obat dari Nganjuk sehingga pohon belimbing Zainuri tetap tumbuh.
“Setelah pohon belimbing saya mati, saya kembali ke jagung dan kenab. Baru pada 1990 saya tanam pohon belimbing lagi, dan akhirnya sukses sampai sekarang. Alhamdulillah hasilnya sangat menguntungkan,” kata bapak empat putri dan lima cucu ini.
Dalam pemeliharaan pohon belimbing, menurut Muhaimin gampang-gampang susah. Kuncinya harus telaten dan rutin memberikan pupuk kandang dan menyemprot obat. “Kita 99 persen pakai organik. Kalau pakai obat kimia itu hanya untuk selingan saja. Paling satu tahun sekali, itu pun tidak pasti,” katanya.
Musuh terbesar pohon belimbing, jelasnya, adalah hewan kecil-kecil yang merusak kembang belimbing. Jika sampai hewan kecil itu berhasil mengerubuti kembang belimbing, pasti akan rontok. “Makanya saat belimbing berusia 15 hari, kita bungkus dengan plastik,” jelasnya.
Untuk harga belimbing bervariatif. Di hari biasa antara Rp5 ribu-Rp10 ribu tergantung besar kecilnya. Namun harga itu bisa melonjak tajam dimomen-momen khusus. Seperti saat libur tahun baru dan lebaran harga belimbing ukuran jumbo yang satu kilogram isi tiga atau empat bisa mencapai Rp15ribu.
Kesuksesan serupa juga dirasakan Suntoro, petani belimbing lainnya. Pria berusia 40 tahun ini senang dengan usaha yang kini digelutinya. Setiap hari rata-rata ia mempu mendapatkan omset sebesar Rp1 juta. Tapi omset ini naik berlipat-lipat saat musim libur panjang seperti tahun baru dan lebaran.
“Kalau libur panjang bisa mencapai Rp6 juta sehari. Jadi usaha agrowisata belimbing ini sangat menguntungkan. Wisatawan paling banyak dari dalam negeri. Tapi luar negeri juga banyak. Biasanya tamu-tamunya Pak Bupati (Bupati Bojonegoro, Suyoto, red) dan dari Exxon (Exxon Mobil Oil Indonesia),” kata Suntoro yang memiliki 90 pohon belimbing ini.
Diatur Perdes
Kesuksesan Muhaimin dan Suntoro ini cermin dari 104 petani belimbing yang ada di Agrowisata Belimbing Ngringinrejo. Keberadaan agrowisata telah mengubah kesejahteraan warga Desa Ngringinrejo, Kecamatan Kalitidu dan sekitarnya.
Berkah belimbing dari lahan yang selalu menjadi langganan banjir ini, semakin terasa beberapa tahun terakhir mengingat kunjungan wisatawan melonjak tajam. Itu artinya, pendapatan petani juga meningkat. Sebab pengunjung yang datang tidak sekadar hanya jalan-jalan melihat pohon belimbing, tapi juga membelinya.
“Kesejahteraan warga kini meningkat seiring semakin ramainya kawasan ini. Sebagian warga bekerja sebagai petani belimbing, penjual, buruh pemeliharaan pohon belimbing dan juga petugas parkir kendaraan milik wisatawan. Banyak petani juga yang sudah menunaikan ibadah haji berkat pohon belimbing,” kata Kepala Desa Ngringinrejo, Moch Syafii.
Apalagi, lanjutnya, harga belimbing per kilogramnya saat ini jauh lebih bernilai dibanding dulu. Jika sebelum 2010 harga satu kilgoram belimbing super hanya Rp3 ribu, sekarang sudah mencapai Rp13 ribu sampai Rp15 ribu. Sedangkan belimbing yang standar harganya dikisaran Rp10ribu.
Agar pengelolaan Agrowisata Belimbing Ngringinrejo berjalan profesional, kata Syafii, pemerintah desa menerbitkan Peraturan Desa (Perdes) Ngringinrejo yang berlaku mulai 1 Januari 2014. Perdes itu mengatur terkait karcis tanda masuk lokasi kebun belimbing yang ditetapkan Rp2.000/pengunjung, parkir kendaraan roda dua Rp2.000 dan mobil Rp5.000.
Berdasarkan data dari Kelompok Sadar Wisata Desa Ngringinrejo, jumlah pengunjung pada 2015 mencapai 12 ribu orang. Pada hari libur tahun baru 2016 lalu jumlah wisatawan mencapai 8.782 orang dalam sehari. Rata-rata pengunjung di akhir pekan sekitar dua ribu orang.
“Sebagian besar wisatawan dari berbagai daerah di Jatim seperti Surabaya; Gresik; Lamongan; Tuban; Sidoarjo juga Malang. Selain itu, pengunjung juga dari berbagai daerah di Jawa Tengah, mulai Purwodadi, Blora, Rembang, Pati hingga Semarang,” kata Ketua Pengelola Agrowisata Belimbing Ngringinrejo, Priyo Sulistyo.
Sarana dan prasarana di agrowisata, kata Priyo, sudah cukup memadahi. Mulai dari tempat parkir yang cukup luas, mushola, kamar kecil, gazebo dan pembangunan jalan paving di dalam lokasi kebun memudahkan pengunjung memetik sendiri buah belimbing dari pohon.
“Sejumlah fasilitas lain yang tengah kami siapkan adalah wisata air Sungai Bengawan Solo dengan perahu boot dan kolam renang. Selain itu, kami juga akan membangun wisata kuliner agar pengunjung bisa dengan mudah mencari kebutuhan makan,” ungkapnya.
Saat ini, total pohon belimbing di Agrowisata Belimbing Ngringinrejo sebanyak 9.604 pohon yang tumbuh di lahan seluas 20,4 hektare. Jumlah pohon belimbing itu belum termasuk yang ditanam di pekarangan warga di Desa Ngringinrejo dan Desa Mojo, Kecamatan Kalitidu. Rata-rata setiap petani memiliki 25-100 pohon. Sementara setiap pohon menghasilkan minimal 30 kg/pohon satu kali panen.
“Selain belimbing, warga juga menanam pohon jambu merah, jambu kristal, juga jambu lainnya. Adanya tanaman tambahan ini untuk mendukung belimbing yang sudah ada,” kata Priyo yang juga Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Ngringinrejo.
Harus Lakukan Promosi
Agar Agrowisata Belimbimbing Ngringinrejo semakin diminati wisatawan, Ketua Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Jatim, Arifudin Syah memberikan saran, pengelola agrowisata harus bisa memberikan keamanan, kebersihan dan kenyamanan bagi pengunjung. Tiga syarat ini harus mampu dipenuhi semuanya, jika ingin agrowisata bisa berkembang pesat dan jumlah wisatawan terus meningkat.
Arifudin menjelaskan, masalah keamanan terkait semua keselamatan wisatawan seperti, keamanan barang-barang yang dibawa wisatawan bebas dari copet hingga penipuan. Sedangkan kebersihan, lokasi agrowisata harus bersih dari sampah atau toiletnya pun juga bersih. Sementara kenyamanan ini menyangkut sarana dan prasarana seperti, lokasi menuju agrowisata harus sudah baik dan mudah dijangkau, tersedianya lahan parkir yang memadahi hingga keramahan orang-orang yang bersinggungan langsung dengan wisatawan.
“Jangan sampai harga parkir itu berbeda-beda. Contohnya kalau biaya parkir mobil biasa Rp5 ribu, tapi kalau mobilnya mewah dikenakan R10 ribu. Parkir itu harus sama jangan membedakan-bedakan. Kalau itu sampai terjadi, sama juga membunuh obyek wisata secara pelan-pelan. Itu harus disadari para pengelola agrowisata,” ungkapnya.
Jika semua sarana dan prasarana sudah baik, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah promosi yang tepat. Promosi ini sangat penting, karena orang tidak akan tahu jika tidak dilakukan promosi. Kalau hanya mengandalkan promosi dari mulut ke mulut, akan membutuhkan waktu yang lama agar suatu obyek bisa cepat dikenal masyarakat. “Saya melihat promosi pariwisata di Bojonegoro belum begitu terasa. Termasuk promosi yang dilakukan di Agrowista Belimbing Ngringinrejo,” katanya.
Tak hanya itu, Pemkab Bojonegoro juga harus menyiapkan obyek wisata lainnya. Maksudnya, ketika orang Surabaya ingin ke Bojonegoro tidak hanya mengunjungi satu obyek wisata saja yaitu agrowisata belimbing, tapi juga bisa datang ke destinasi lainnya.
“Agen travel akan lebih mudah membuat paket-paket wisata jika antara satu obyek ke obyek wisata lainnya bagus. Kalau hanya ada satu obyek wisata, sulit untuk dijual. Mungkin yang mau datang ya hanya orang-orang sekitar Bojonegoro saja,” pungkasnya.  [iib]

                                                                                                            ———– *** ————-

Tags: