Memetik Prestise Olympiade

OlympiadeMerah putih berkibar pada tonggak tertinggi arena Olympiade 2016, persis pada tanggal 17 Agustus. Lagu Indonesia Raya, dinyanyikan untuk prestasi atlet ganda campuran bultangkis Indonesia. Pasangan atlet Indonesia, Liliyana Natsir dan Tantowi Ahmad, berdiri pada podium tertinggi. Medali emas pertama telah diraih oleh atlet Indonesia, sekaligus mempertahankan supremasi satu nomor cabor (cabang olahraga) pada laga Olympiade.
Suporter merah-putih menyambut deg-degan untuk skor akhir 21-12, di pavilion 4 venue  Riocentro, Barra da Tijuca. Ini bagai mendendam prestasi yang tertunda pada Olympiade (2012) lalu. Saat itu pasangan China, Zhang Nan / Zhao Yunlei, meraih emas. Untuk pertama kalinya, tim bulutangkis pulang dengan tangan hampa. Seluruh nomor cabor ini terhenti pada babak perempat final.
Kini pasangan ganda campuran, berhasil mempertahankan supremasi (yang tersisa). Supremasi bulutangkis Indonesia pada ajang Olympiade, dimulai pada tahun 1992 di Barcelona. Saat itu dua emas sekaligus diraih pada nomor paling bergengsi. Tunggal putra, melalui final all Indonesia (Alan Budi Kusuma, menaklukkan Ardy Wiranata). Pada tunggal putri, Susi Susanti merebut emas setelah mengalahkan Bang Soo-hyun (Korea). Pada Olympiade Atlanta, 1996, giliran ganda putra Rexy dan Ricky, meraih emas.
Pada Olympiade Sydeny (tahun 2000), pemain debutan pelatnas Tony Gunawan dan Chandra, pada partai final menundukkan pasangan Korea Lee Dong-soo dan Yoo Yong-sung. Soni Dwi Kuncoro pada Olympiade Athena (tahun 2004) gagal memperoleh tiket untuk mewujudkan all Indonesia Final, karena dikalahkan Shon Seung-mo (Korea). Beruntung pada partai puncak, Taufik Hidayat berhasil mengalahkan Seung-mo. Soni memperoleh perunggu.
Olympiade Beijing (2004), menjadi arena tunggal putra dan putri China meraih emas. Hanya disisakan emas untuk nomor ganda campuran (diraih Korea). Serta sekeping emas pada nomor ganda putra diraih Indonesia (Markis Kido dan Hendra Setiawan). Supremasi cabor bulutangkis (sapu habis medali emas) oleh China, benar-benar terjadi pada Olympiade London (2012). Seluruh  (lima) medali emas diborong.
Bersyukur, Olympiade kali ini, berhasil bangkit. Sampai kini, supremasi bulutangkis tetap di genggaman China, dengan total 38 medali. Disusul Indonesia 18 medali, dan Korea pada peringkat ketiga (18 medali). Catatan statistik itu cukup miris untuk Indonesia, karena Korea sangat ketat membuntuti dengan konsistensi tinggi. Begitu pula negara lain (Denmark, dan Jepang) memiliki banyak pemain bermental baja.
Sampai hari ke-10 Olympiade, Indonesia berada di peringkat ke-40. Posisi lebih baik diperoleh negeri tetangga, Thailand, pada peringkat ke-30 (satu-satunya negara di kawasan ASEAN). Asia, “diwakili” oleh kedigdayaan China, berada pada posisi ketiga. Serta Jepang pada posisi ke-6. Kedua negara Asia itu, hampir bisa dipastikan bakal menjadi juara dan runner-up pada Asian Games XVIII di Jakarta (dan Palembang) tahun 2018.
Prestasi olahraga telah dijadikan prestasi negara. Konon diyakini, prestasi olahraga inharent dengan tingkat kemakmuran bangsa. Semakin makmur, semakin berprestasi. Ternyata, gemerlap Amerika, memadai dengan prestasi olahraga. Sejak penyelenggaraan Olympiade pertama (1896), hingga ke-28 saat ini, Amerika Serikat telah 17 kali menjadi juara umum. Dipastikan pula Olympiade saat ini medali emas  terbanyak akan dimiliki Amerika Serikat.
Pada tataran Asia, China akan kokoh menjadi “raja” olahraga, disusul Jepang, dan Korea Selatan. Hal itu berhubungan dengan semakin meningkatnya perekonomian ketiga negara, serta pola pembinaan yang sistemik. Namun stake holder olahraga prestasi nasional (KONI, KOI dan Kemenpora) tak perlu ciut nyali. Walau perekonomian Indonesia belum kokoh, tetapi pola pembinaan menunjukkan tren lebih menghargai atlet. Jika konsisten, kelak akan membuahkan hasil.

                                                                                                            ———   000   ———

Rate this article!
Tags: