Memotret Sisi Lain Manusia di Era Digital

Judul    : Kerumunan Terakhir
Penulis    : Okky Madasari
Penerbit    : Gramedia, Jakarta
Cetakan    : Pertama, 2016
Tebal    : 360 Halaman
ISBN    : 9786020325439
Peresensi  : Untung Wahyudi
Lulusan UIN Sunan Ampel, Surabaya

Tak dapat dimungkiri bahwa era digital adalah masa di mana banyak orang mulai bisa menikmati pelbagai informasi dari segala penjuru dunia. Kecanggihan internet menyeret manusia untuk berkerumun, berasyik-masyuk dengan aneka media sosial (medsos) yang dihadirkan seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan medsos lainnya. Medsos juga menjadi media penyampai informasi sekaligus silaturahim antar-pengguna, sekalipun jarak yang membentang hingga ribuan kilo meter. Rons Imawan dalam bukunya Wow Konyol pernah menulis, “Medsos mampu mendekatkan yang jauh sekaligus menjauhkan yang dekat”.
Apa yang dikatakan penulis novel The Fabulous Udin dan pemilik akun Twitter @WOWKonyol itu benar adanya. Terbukti di zaman sekarang manusia sudah mulai sibuk dengan gawai masing-masing. Misal, pada sebuah pertemuan, di dalam satu ruangan saja mereka saling sapa di medsos masing-masing, padahal jarak mereka hanya selemparan batu.
Keriuhan dan kehebohan manusia di era digital inilah yang dibidik Okky Madasari dalam Kerumunan Terakhir, novel kelimanya setelah Entrok, 86, Maryam, dan Pasung Jiwa. Seperti halnya novel-novel Okky yang lain, dalam novel ini ia juga menyoroti dan menyinggung permasalahan sosial yang kompleks, khususnya di era teknologi dan informasi. Sebuah tema yang jarang digarap novelis Indonesia mutakhir.
Lewat novel ini, Okky menghadirkan tokoh utama bernama Jayanegara yang mengalami permasalahan hidup yang sangat kompleks. Keluarganya yang broken home-ibunya minggat setelah mengetahui sang suami berselingkuh dan menikah dengan seorang istri muda yang lebih cantik-membuat Jayanegara frustrasi. Kuliahnya tidak diselesaikan, karena menurutnya, orang yang berpendidikan belum tentu membuatnya lebih beradab. Hal itu ia temukan pada diri sang ayah yang mata keranjang, padahal ia seorang berpendidikan, dan dosen sebuah perguruan tinggi (hlm. 17).
Kemelut masalah kehidupan yang membelit Jayanegara membuat ia gamang menjalani hidup. Ia akhirnya menyusul Maera, pacarnya, ke Ibukota yang bekerja sebagai wartawan. Bersama Maera ia menjalani hidup yang penuh kegetiran. Maera juga tidak mempermasalahkan pacarnya yang seorang pengangguran. Ia hanya menyarankan agar lelaki yang dicintainya setengah mati itu terus berusaha mencari lowongan pekerjaan, baik di koran ataupun internet.
Karena itulah, saat Maera bekerja, Jayanegara pun menjelajahi dunia maya. Lewat koneksi internet ia bisa mencari berbagai jenis lowongan pekerjaan. Tapi, ia sama sekali tidak menemukan pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya, karena ia sendiri masih belum lulus kuliah. Di dunia maya itulah Jayanegara akhirnya berkenalan dengan media sosial Facebook. Medsos yang mempertemukannya dengan sosok vokal dan kritis bernama Akardewa, juga Nura yang sangat membenci Akardewa.
Jayanegara pun mengganti identitasnya menjadi Matajaya. Dengan identitas barunya ia lebih bebas bertualang bersama para petualang lain yang mengekpresikan hidupnya lewat medsos. Dunia baru yang membuatnya lebih bebas bergerak tanpa harus menjaga imej (hlm. 130).
Seperti halnya pengguna Facebook lainnya, Matajaya menceritakan pengalaman hidupnya, terutama tentang keluarganya. Tentang ayahnya yang egois, ibunya yang tak berdaya, dan neneknya yang pernah merawatnya semasa SMP. Matajaya menceritakan semua masalahnya, sehingga dukungan dan komentar demi komentar ia terima. Mayoritas mereka penasaran dengan sosok ayah yang diceritakan Matajaya. Mereka menganggap bahwa sosok seperti ayahnya banyak ditemukan di dunia nyata (hlm. 133).
Novel 360 halaman ini dengan gamblang mengisahkan permasalahan manusia di era digital, di mana banyak orang yang haus eksistensi. Mereka bahagia saat statusnya mendapatkan jempol, komentar yang membanjir, juga follower yang mencapai ribuan, bahkan jutaan. Novel ini merupakan sepotong kisah tentang kegagapan manusia di tengah zaman yang berubah cepat, yang tak memberi kesempatan setiap orang untuk diam dan mengenang, berhenti dan kembali ke belakang.

                                                                                                                        ———– *** ————

Tags: