Memperbaiki Komunikasi Guru dan Orang Tua

Imron MustofaOleh:
Imron Mustofa
Mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

Beberapa waktu lalu, publik dikejutkan dengan kasus ‘balas dendam’ orang tua siswa kepada gurunya. Tidak terima dengan yang dilakukan sang guru, yaitu memotong rambut anaknya yang kedapatan panjang, dua orang tua siswa mendatangi rumah gurunya. Jilbab yang dikenakan sang guru, dilepas paksa lalu dicukur rambutnya.
Kejadian ini terjadi di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kalimantan Barat. Menurut berbagai sumber, si guru sudah melakukan teguran sebanyak tiga kali ke beberapa siswa yang rambutnya panjang. Merasa tak diindahkan, maka si guru mengambil sikap dengan memotong rambut beberapa siswanya. Berawal dari sinilah si guru mendapat pelecehan dan kekerasan dari orang tua siswa, berupa cukur paksa.
Jika kita amati, si guru melakukan perbuatan ini demi menegakkan kedisiplinan di sekolah. ‘Prosedurnya’ pun mencerminkan sikap demokratis guru, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk memotong rambutnya secara mandiri. Karena tak diindahkan saja, kemudian guru bertindak tegas. Maka, adakah sisi dimana tindakan orang tua siswa bisa dibenarkan? Atau tindakan si guru disalahkan? Ia hanya menjalankan tugasnya sebagai guru.
Dalam dunia pendidikan dikenal istilah reward and punishment. Meski tak melulu dalam bentuk fisik, tapi dua hal tersebut cukup berhasil untuk memberikan pembelajaran kepada siswanya. Tentu saja, bagi siswa yang mentaati peraturan sekolah, akan mendapat reward berupa pujian, misalnya. Sebaliknya, bagi yang melanggar, akan mendapat sanksi. Jika memang dalam lembaga pendidikan diatur cara berpenampilan, termasuk ‘model’ rambut, memotong rambut siswa yang melanggar merupakan perbuatan sah-sah saja. Ini bagian dari pembelajaran agar disiplin.
Komunikasi yang baik
Dalam berbagai kasus yang penulis amati, kesalahpahaman antara guru dan orang tua siswa lantaran komunikasi yang buruk. Guru tak membangun komunikasi yang baik dengan orang tua siswa. Sementara orang tua siswa menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya kepada sekolah. Jika ada masalah dengan anaknya, misal nilainya jelek, baru orang tua siswa komplain atau sekadar konfirmasi. Itupun terjadi hanya ketika pembagian raport.
Sejatinya, menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan yang paling utama dan pertama adalah keluarga. Dalam keluarga anak dididik budi pekerti dan laku sosial yang baik. Sementara lembaga pendidikan bertugas sebagai wadah untuk menstimulasi anak agar cerdas secara pikiran dan wawasan ilmu pengetahuan. Tentu saja, guru menjadi elemen terpenting dalam lembaga pendidikan. Selanjutnya peran masyarakat yang tak jauh berbeda dengan keluarga.
Namun kenyataannya, banyak orang tua yang belum sadar perannya untuk pendidikan anak. Ada juga yang dengan alasan sibuk, tak sempat mendampingi anak dan memberikan pendidikan kepadanya. Dengan demikian, sekolah atau lembaga pendidikan memiliki tugas yang berat: mendidik budi pekerti serta mencerdaskan siswanya.
Lantaran keterbatasan orang tua dalam mendidik anak, maka diperlukan harmonisasi hubungannya dengan guru. Intensitas dan kualitas komunikasi guru dengan orang tua siswa akan memuluskan misi pendidikan. Guru memang dituntut aktif mengomunikasikan perkembangan siswa kepada orang tuanya. Begitu juga orang tua, perlu lebih aktif lagi menggali perkembangan anak di sekolah. Sehingga, tak terjadi kesalahpahaman.
Pernah suatu kali penulis mendengar percapakan guru dan orang tua siswa sekolah dasar di desa. “Bu, kalau anak saya nakal, dijewer saja tidak apa-apa,” kata orang tua siswa pada guru. Bukan bermaksud mengamini laku kekerasan di lembaga pendidikan yang tercermin dari kata ‘jewer’ dalam kutipan tersebut. Lebih dari itu, komunikasi antara guru dan orang tua siswa. Ada semacam ‘serah-terima’ antara orang tua dan guru.
Selain itu, orang tua juga perlu tahu tata tertib sekolah anaknya. Pemahaman orang tua terhadap tata tertib akan memuluskan misi pendidikan anaknya. Tentu saja, komunikasi dengan guru di sini sangat diperlukan. Sehingga, ketika suatu saat guru melakukan tindakan ke siswanya (dalam batas kewajaran yang sudah dikomunikasikan), tak ada lagi orang tua yang tidak terima. Dengan begitu, kasus cukur paksa guru oleh orang tua siswa atau kasus semacamnya tak akan terjadi lagi.

                                                                                                 ————- *** —————

Tags: