Memperingati Hari Ibu

Eko SetyawanOleh :
Eko Setiawan
Pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi-Akademi Wartawan Surabaya (STIKOSA-AWS) Surabaya dan bekerja di Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur.

Di Indonesia, 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu. Peringatan itu untuk mengenang hari pertama penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia di Yogyakarta pada 22 – 25 Desember 1928. Kongres ini melahirkan federasi organisasi perempuan Indonesia dengan nama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) yang kemudian berubah nama menjadi Perikatan Perkumpulan Isteri Indonesia (PPII) hingga akhirnya menjadi Kongres Wanita Indonesia (Kowani) di Tahun 1946.
Kongres serupa kemudian diadakan di Jakarta dan di Bandung. Pada saat Kongres III di Bandung itulah ditetapkan bahwa tanggal 22 Desember, mengacu pada tanggal pelaksanaan Kongres I, sebagai Hari Ibu. Hal ini kemudian dikuatkan dengan Dekrit Presiden Soekarno No. 316 tanggal 16 Desember 1959.
Melihat sejarah lahirnya Hari Ibu, agaknya kita sedikit salah kaprah ketika memperingati Hari Ibu dengan melekatkannya pada kegiatan-kegiatan domestik. Misalnya membebaskan ibu untuk tidak melakukan kegiatan domestik seperti memasak, mencuci, mengasuh anak dan lain-lain. Sejarah Hari Ibu menunjukkan bahwa bagaimana perempuan Indonesia berhimpun, berorganisasi dan berjuang untuk masa depan perempuan yang lebih baik. Peran perempuan tidak hanya sebatas pada peran-peran domestik tersebut. Peran perempuan ada pada ranah publik yang sangat luas. Perjuangan perempuan dilihat dari perspektif kolektif bukan sudut pandang perempuan sebagai seorang individu.
Bahkan rekomendasi yang dikeluarkan kongres-kongres PPPI, PPII atau Kowani juga bukan main-main, sebut saja membentuk Badan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak, Badan Penyeledikan Perburuhan Perempuan, atau merancang pembentukan Komisi Perkawinan untuk menyetarakan hak perempuan dalam pernikahan. Perjuangan perempuan-perempuan yang hari kongresnya kita peringati sebagai Hari Ibu itu sangat mendasar yaitu memperjuangkan hak perempuan.
Namun perubahan rezim waktu itu ikut mengkerdilkan gerakan perempuan agar tidak membahayakan “stabilitas nasional”. Peran perempuan semakin didorong ke dalam. Peran perempuan tidak lagi dilihat sebagai sebuah gerakan. Personifikasi perempuan menjadi sangat individualis dalam sosok seorang ibu. Ranah gerak perempuan tidak lagi di bidang sosial dan politik. Pendek kata: perempuan “dirumahkan”. Urusan perempuan terbatas pada urusan domestik rumahan dan keluarga. Sisi kritis perempuan semakin dibungkam. Perempuan kembali pada urusan dapur, sumur dan kasur.
Hak Ibu
Karena peran yang semakin domestik tersebut, perempuan semakin kehilangan daya untuk memperjuangkan haknya di ruang publik. Salah satu hak perempuan khususnya hak ibu yang kadang diabaikan tersebut adalah hak untuk dapat menyusui di ruang publik atau di tempat kerja. Tidak kurang banyaknya peraturan yang mengatur hal ini, mulai dari undang-undang hingga peraturan di bawahnya.
Pasal 128 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 misalnya dengan tegas menyebut bahwa selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. Adapun penyediaan fasilitas khusus yang dimaksud wajib diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.
Selain itu, Pasal 83 Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga jelas menyebut bekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. Selain kedua undang-undang tersebut masih banyak lagi peraturan yang melindungi hak ibu bekerja untuk menyusui mulai dari Konvensi ILO (Organiasi Pekerja Internasional) No. 183 Tahun 2000 hingga Surat Keputusan Bersama 3 menteri antara Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak serta Menteri Kesehatan pada tahun 2008 yang lalu.
Namun sayangnya berbagai peraturan ini tidak ditindaklanjuti dalam pelaksanaannya di lapangan. Tidak banyak tempat kerja di lingkungan swasta dan bahkan di lingkungan pemerintah menyediakan ruang laktasi bagi ibu menyusui. Sehingga ibu bekerja yang ingin menyusui atau memompa Asi kerap kali mendapatkan tempat yang kurang layak seperti gudang atau bahkan kamar mandi. Padahal secara tegas di dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No. 11 Tahun 2011 tentang Perbaikan Gizi  di Pasal 18 Ayat 4 tergaris peraturan bahwa Setiap sarana pelayanan kesehatan, tempat-tempat umum dan perkantoran/instansi, baik milik Pemerintah Daerah Provinsi maupun swasta wajib menyediakan ruang laktasi guna mendukung keberhasilan Program Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif.
Selain menyusui, hak ibu bekerja lainnya adalah hak untuk mengasuh anak. Dalam hal ini kita baiknya belajar dari berbagai negara lain yang menyediakan fasilitas pengasuhan anak yang terintegrasi dengan kantor para ibu bekerja. Sehingga para ibu akan tetap konsentrasi bekerja sebab yakin sang buah hati mendapat pengasuhan yang sebagaimana mestinya. Penyediaan fasilitas pengasuhan anak bagi ibu bekerja bukan membuat para ibu kemudian tidak fokus pada pekerjaan tapi justru sebaliknya.
Berbagai hak ibu yang kurang diperhatikan tersebut menandakan dukungan kita untuk ibu masih belum maksimal. Peringatan Hari Ibu ke-87 yang jatuh pada tahun ini seyogyanya menjadi momentum untuk meningkatan dukungan kita bagi ibu bekerja untuk menyusui dan mengasuh anak. Sudah saatnya peringatan Hari Ibu tidak hanya diperingati dengan membebaskan ibu dari urusan domestik semata tapi peringatan Hari Ibu menjadi tonggak untuk memberikan hak ibu sepenuhnya. Selain itu sudah waktunya para ibu untuk sadar bahwa sejarah Hari Ibu di Indonesia adalah sejarah perjuangan untuk menegakkan peran ibu di ranah publik bukan hanya menegaskan pentingnya peran ibu di ranah domestik.

                                                                                                     ——————- ^^^ ——————–

Rate this article!
Memperingati Hari Ibu,5 / 5 ( 1votes )
Tags: