Memperkenalkan Administrasi Publik untuk Pelajar dan Praktisi

Judul Buku : Ilmu Administrasi Publik di Indonesia
Penulis : Agus Dwiyanto
Penerbit : UGM Press
Tebal Buku : XV+114 Halaman
Tahun Terbit : Mei 2018 (Cetakan Kedua)
ISBN : 978-602-386-295-5
Peresensi : Reza Maulana Hikam
Mahasiswa S1 Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Unair

Universitas Gadjah Mada telah menghasilkan banyak akademisi ilmu sosial ternama, dibidang politik kita akan mendengar nama Ichlasul Amal, dibidang ekonomi kita akan menemukan nama Mubyarto (alm), dan tidak lupa, di jurusan Ilmu Administrasi Publik, ada Prof. Agus Dwiyanto (alm) yang meninggal 2017 silam. Karya beliau yang satu ini adalah tulisan yang diterbitkan pasca berpulangnya beliau.
Sebagai seorang akademisi, Agus Dwiyanto dipenuhi dengan pertanyaan tentang perkembangan ilmu yang ia geluti, Administrasi Publik. Di awal buku ini, dia mencoba membeberkan beberapa pertanyaan yang kerap dilontarkan para mahasiswanya saat perkuliahan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berkaitan dengan model dan identitas administrasi publik di Indonesia, yang secara jujur ia menganggap masih susah untuk mendefinisikannya.
Menariknya, Prof. Agus memulai dengan mengejawantahkan kritikan terhadap linearitas kajian administrasi publik yang menyebabkan kemandekan perkembangan disiplin ilmu ini. Ia menuturkan di halaman tiga bahwasanya keputusan pemerintah untuk menerapkan linearitas kompetensi staf pengajar, terutama di lingkup administrasi publik, harus ditolak.
Kenapa demikian? Karena beliau beranggapan bahwa administrasi publik adalah ilmu yang multi-disiplin, bahkan inter-disiplin. Pemaknaan administrasi publik yang berkutat di seputar birokrasi berdampak pada pembahasan birokrasi yang digawangi oleh Max Weber yang notabene berlatarberlakang sosiologi. Tidak dipungkiri juga ada beberapa pakar ilmu politik juga menyumbangkan wacana yang berguna bagi perkembangan ilmu administrasi publik.
Awal perkembangan administrasi publik di UGM pada tahun 1948 berkutat pada ketatausahaan negara yang mempelajari ketatausahaan di instansi pemerintah. Ilmu ini mempelajari bagaimana kegiatan perkantoran seharusnya dikelola agar efektif dan efisien. Kedua istilah tersebut: efektif dan efisien adalah nyawa utama dalam administrasi publik. Semua pelaksanaan kegiatan di lembaga pemerintah, harus didasarkan kepada efektif dan efisien.
Pada perkembangan selanjutnya, dengan mengutip dari Woodrow Wilson (mantan Presiden Amerika Serikat), Prof. Agus menjelaskan adanya dikotomi politik dan administrasi, dimana tugas-tugas administrasi dilaksanakan setelah keputusan bermuatan politis telah dibuat. Hal ini menjadikan ruang lingkup administrasi publik hanya pada ranah implementasi (pelaksanaan) kebijakan, bukan pada formulasinya (pembentukan).
Pendekatan lain yang ada dalam administrasi publik adalah manajemen yang membentuk organisasi pemerintah layaknya perusahaan bisnis. Pendekatan ini mendapatkan kritik yang keras dari penulis karena perbedaan mendasar dari pemerintah dan perusahaan. Perusahaan bergerak karena laba yang mereka dapatkan dari penjualan, sedangkan pemerintah menyelenggarakan aktivitasnya dengan anggaran yang didapat bukan dari pembeli, tapi tawar-menawar antar elit politik.
Adapun perusahaan dengan mudah melakukan inovasi demi efisiensi, namun pemerintah yang dibatasi oleh peraturan tidak dapat semudah itu melakukan inovasi. Ada resiko bagi pembuat inovasi jika inovasinya ternyata tidak sesuai dengan peraturan-perundangan yang ada, terlepas peraturan-perundangan tersebut sudah ketinggalan zaman. Namun muncul berbagai pandangan baru yang menempatkan obyek penelitian administrasi publik bukan pada instansi pemerintahan, namun lebih kepada pemenuhan kepentingan publik (public interest).
Pemisahan antara perusahaan dan pemerintahan dapat dilihat sebagai kritikan penulis terhadap pendekatan administrasi publik yang semakin mencari profit dan di satu sisi, tidak sepenuhnya mampu menyelesaikan permasalahan mendasar diantara keduanya. Maka tidak jarang administrasi publik dikembalikan sebagai administrasi pemerintahan, meskipun usaha ini justru memperlemah ruang lingkup pembahasan administrasi publik.
Buku lain dengan tema yang sama dengan karya Prof. Agus ini adalah Ilmu Administrasi Publik Kontemporer karya Prof. Miftah Thoha. Buku tersebut lebih tebal dari tulisan Prof. Agus ini, namun bobot yang hendak disampaikan memang sama, terutama adanya bagian mengenai sejarah perkembangan administrasi publik yang harus dipahami oleh mahasiswa jurusan ini. Perbedaan mendasar adalah buku Miftah Thoha tersebut lebih tebal karena menjadi buku daras administrasi publik, sedangkan karya Agus Dwiyanto ini lebih tipis dan diperuntukkan tidak hanya bagi mahasiswa administrasi publik dengan bahasa yang lebih populer.
Meskipun ditulis oleh seorang akademisi dan diterbitkan oleh penerbit universitas, buku ini bukanlah buku yang sepenuhnya ilmiah. Penggunaan bahasa yang sederhana membuat siapapun yang ingin mempelajari administrasi publik dapat membeli dan membacanya. Penulis berusaha mengejawantahkan empat trend perkembangan ilmu administrasi publik: administrasi pemerintahan, kebijakan, governance, dan kepublikan (publicness).
Trend tersebut mengikuti perkembangan administrasi publik di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman. Selain itu, penulis juga menghubungkan perkembangan wacana di luar negeri dengan penerapannya di Indonesia. Karena dihubungkan juga dengan penerapan di Indonesia, maka buku ini juga bisa dibaca para praktisi administrasi publik. Ada beberapa tips menarik yang acapkali disisipkan Prof. Agus dalam karyanya ini.
Bagi kalian yang ingin masuk ke dalam jurusan administrasi negara / administrasi publik / manajemen kebijakan publik, saya sangat menyarankan untuk membeli buku ini untuk melihat gambaran umum mata kuliah / perkuliahan yang akan kalian temui. Administrasi publik tidak se-membosankan yang kita kira dan pastinya bukan “akuntansi” seperti yang ada dibenak banyak mahasiswa baru. Membeli buku ini tidak perlu merogoh kocek yang terlalu dalam.

——— *** ———-

Tags: