Memperkuat Ketahanan Pangan

agus-samiadji-1Oleh
Agus Samiadji
Wartawan Senior Anggota PWI Jatim

Indonesia sebagai negara agraris sangat membutuhkan sebuah Lembaga Ketahanan Pangan yang kuat dalam mengurusi masalah sembilan bahan pokok khususnya beras. Hal tersebut sesuai yang diamanatkan oleh UU No. 18 Tahun 2012 tentang pembentukan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang bertugas mewujudkan kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan yang kuat.
Lembaga Ketahanan Pangan yang mengurusi sembilan bahan pokok tersebut berada dibawah dan bertanggungjawab pada presiden. Karena itu pemerintah sebaiknya menjadikan Perum BULOG sebagai lembaga pangan. Hal ini sudah sering dikatakan oleh Presiden Jokowi yang akan mengembalikan peran BULOG sebagai Lembaga Pangan Nasional.
Kalau Bulog jadi Lembaga Pangan, Pemerintah Non Kementerian (LPNK) maka sebaiknya lepas dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Dengan demikian maka Bulog lebih leluasa dalam tugasnya sebagai penyangga dan stabilitas harga pangan sebagai stok pangan nasional khususnya beras, kedelai, gula pasir, tepung terigu, jagung, daging sapi.
Mengapa Bulog perannya dikembalikan sebagai penyangga stok pangan dan menstabilkan harga pangan? karena Bulog sudah mempunyai gudang sebanyak 1.725 unit yang tersebar di seluruh Indonesia yang semuanya berkapasitas tampung sekitar 3,5 juta ton. Bila hasil produksi para petani bagus dan bisa menampung gabah maupun beras, gula sampai 4 juta ton lebih, bisa kerjasama dengan gudang miliki swasta dan koperasi. Melindungi konsumen, utamanya masyarakat miskin, serta masyarakat marjinal agar bisa menikmati harga sembako yang terjangkau. Selain hal tersebut, Bulog harus bisa melindungi petani produsen bila panen raya harga gabah bisa dibeli dengan harga yang tinggi agar petani memperoleh keuntungan. Bisa membeli gabah, beras sesuai dengan harga patokan yang ditetapkan oleh pemerintah. Bila harga dibawah harga patokan pemerintah (HPP) Bulog harus membelinya dan kalau harga sudah di atas harga patokan silahkan petani menjual bebas harga petani bisa memperoleh keuntungan.
Sebenarnya rencana pembentukan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) tersebut sudah sering dibicarakan oleh antar Kementerian terkait bidang perekonomian seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, dll.
Pemerintah berencana akan membentuk Lembaga Badan Pangan Nasional (BPN) yang bertugas berkoordinasi bidang pangan, merumuskan kebutuhan pangan nasional, namun diperkirakan akan menghadapi banyak tantangan dan masalah.
Profesor Riset Pusat Studi Ekonomi dan Kebijaksanaan Pertanian Husen Sawit menyatakan apabila terbentuk Badan Pangan Nasional (BPN) tak mungkin Badan Pangan Nasional (BPN) bisa mengkoordinir Kementerian atau para Menterinya. Sebagai contoh Badan Pengawas Obat Makanan (BPPOM) dan Badan Pusat Statistik (BPS) bila melakukan rapat koordinasi yang datang dari Kementerian hanya pejabat eselon I bahkan eselon II. Karena itu, dibentuk suatu tim ketahanan pangan nasional yang diketuai oleh Menko Perekonomian, Wakil Ketua Kementerian Perdagangan, Sekretaris Kementrian Pertanian dan Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM serta keuangan dan Kementerian Keuangan serta dilengkapi oleh Bulog, BPS, ditingkat pusat. Sedangkan di tingkat daerah Tim Ketahanan Pangan Nasional tersebut ditingkat provinsi diketuai oleh Gubernur, di tingkat kabupaten, ketua bupati dan ditingkat pemerintah kota diketuai oleh walikotanya.
Tim Ketahanan Pangan Nasional selalu memantau perkembangan situasi pangan dan persediaan pangan di dalam negeri serta memonitor perkembangan harga setiap saat. Selain itu, juga mengatur masalah impor beras, kedelai, gula bila di dalam negeri kurang. Namun, tujuan utama adalah bagaimana mengelola ketahanan pangan yang kuat, sehingga bisa mandiri berdaulat bidang pangan dan tidak melakukan impor.
Harga Wajar dan Terjangkau
Pemerintah telah menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pengendalian harga bahan kebutuhan pokok (sembako). Perpres tersebut diterbitkan sebelum memasuki bulan puasa (ramadan), sehingga masyarakat akan dapat menikmati harga yang wajar dan terjangkau, demikian dikatakan oleh Menteri Perdagangan Rachmat Gobel. Peraturan Presiden (Perpres) dikeluarkan untuk pengendalian harga agar petani, peternak, pengusaha untung, masyarakat bisa terjangkau membeli sembako.
Menurut penulis, baru kali ini ada suatu kesepakatan antara pemerintah dan asosiasi pedagang yang terkait dengan kebutuhan bahan pokok untuk menjangkau stabilnya harga sembako di pasaran. Kalau kesepakatan tersebut terlaksana, maka masyarakat akan benar menikmati harga yang wajar dan bergembira. Namun, praktiknya sangat sulit terjadi di lapangan dan di pasar tradisional. Kurang seminggu sebelum puasa, harga sembako sudah naik dimana-mana. Utamanya sayur mayur, telur, gula pasir, beras pun ikut naik. Alasan pedagang eceran karena kulakan harga naik ya dijual naik.
Para distributor ke pedagang eceran menyatakan bahwa harga di tepat produksi naik, ditambah dengan biaya angkutan dan ongkos lain-lain, maka harganya pasti ada kenaikan. Khususnya untuk daerah Jawa Timur, pemerintah Provinsi Jawa Timur telah memberi dana ongkos angkut bagi keperluan sembako. Tujuannya adalah untuk menekan harga sembako di pasaran. Hal tersebut dilakukan oleh pemerintah provinsi Jawa Timur yang jumlahnya milyaran rupiah.
Menteri perdagangan menyatakan bahwa stok beras cukup di Bulog 1,3 juta ton, di pabrik penggilingan padi 5,4 juta ton dan di gudang seluruh Indonesia 246,300 ton cukup untuk bulan puasa sampai lebaran.
Pengalaman tahun 2014 lalu, stok Bulog 1,4 juta ton ternyata setelah digoyang oleh pedagang harga naik tak wajar. Karena hal tersebut, maka Bulog dan Pemerintah daerah mulai sekarang harus melakukan operasi pasar dan bazar. Semoga harga sembako stabil dan terjangkau masyarakat.

                                                                                               ———————– *** ————————-

Rate this article!
Tags: