Memperluas Akses Pendidikan

H. DarmadiOleh :
H. Darmadi
Praktisi Pendidikan, Pemerhati masalah Sosial, Budaya, dan Politik Tinggal di Lampung Tengah.

Salah satu persoalan yang kini dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya kualitas pendidikan. Kita sulit bersaing dalam percaturan global karena sumber daya manusianya (SDM) lemah. Sebab, kesiapan sebuah bangsa berkompetisi dalam percaturan global apabila sumberdaya manusianya unggul. Modal dan ciri keunggulan itu terletak dalam penemuan-penemuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin banyak menemukan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka semakin unggul pula bangsa bersangkutan.
Di antara penyebab rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) itu adalah kekurang-memadainya sarana dan prasarana pendidikan. Selain anggaran pendidikan yang kurang, fasilitas pendidikan yang sudah ada pun rusak, baik karena bangunan sudah tua atau diterjang bencana yang terus bertubi-tubi menerpa bangsa ini. Beban pemerintah, dan juga rakyat tidak hanya memenuhi kebutuhan anggaran pendidikan hingga 20% sesuai amanat UUD 1945 dari APBN, tetapi juga harus membangun kembali sekolah-sekolah yang rusak karena bencana alam. Kurangnya anggaran pendidikan dan penanganan keperluan-keperluan darurat membuat persoalan dunia pendidikan makin krusial.
Dua pilar kebijakan di bidang pendidikan yang harus mendapat prioritas pemerintah adalah pemerataan dan perluasan akses pendidikan. Sebagaimana amanat UUD 1945, yang menyatakan bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara dan UU tentang HAM (1999) menyebutkan, bahwa pendidikan adalah hak asasi setiap manusia dan pendidikan bermutu adalah hak dari setiap warga. Sedangkan pilar lainnya adalah peningkatan mutu relevansi dan daya saing pendidikan. Dengan pilar ini kita tidak hanya menyebarkan akses pendidikan, tetapi juga ingin meningkatkan mutu pendidikan.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan itu, pemerintah harus mengatur dan memeriksa serta memberikan penilaian terhadap manajemen pendidikan untuk mengetahui seberapa luas pemerataan pendidikan tersebut, baik antardaerah, antargender dan antarkelompok. Jangan sampai pendidikan hanya dinikmati secara terbatas oleh orang-orang berduit. Pemerintah juga harus serius mencanangkan pendidikan, karena semua pemuda (yang masih bersekolah) merupakan generasi penerus bangsa. Jika amanat UUD 1945 ini tidak dijalankan, khususnya mengenai anggaran 20% dari APBN, maka bisa diprediksikan, SDM Indonesia masa depan akan terbelakang.
Generasi bangsa yang unggul dan handal dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi hanya akan lahir dari sistem pendidikan bermutu, yang dikelola secara akuntabel dan transparan. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus berpartisipasi mengawal akuntabilitas dan transparansi sistem pendidikan.
Dalam usaha meningkatkan mutu SDM Indonesia masa depan, bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tugas semua elemen bangsa. Orangtua dan kaum pendidik harus berperan dalam membinaperkembangan dan pertumbuhan jiwa serta potensi anak didik. Banyak para pendidik mengingatkan bahwa anak-anak di negeri ini akan menghadapi hidup yang penuh dengan tantangan dan lebih berat di masa yang akan datang. Hal itu juga terkait dengan masalah perkembangan pendidikan anak-anak, acapkali kita lupa melakukan kontrol terhadap perkembangan kejiwaan anak-anak.
Prof. Bruno Bettelheim, seorang psikolog pendidikan Amerika Serikat, mengatakan sistem pendidikan itu sangat berbahaya bagi si anak di masa depan, karena buku-buku maupun cerita-cerita yang dibacanya di sekolah hanya menggambarkan hidup ini sebagai lingkaran-lingkaran kenikmatan. Tidak ada cerita orang yang marah, tidak ada juga cerita tentang orang menderita. Dalam berbagai pelajaran yang diterima murid-murid itu, tidak ada satu pun yang menyentuh emosi dan perasaan.
Anak didik di Amerika tidak siap menghadapi realitas hidup yang sebenarnya, di mana tertawa dan air mata akan datang silih barganti. Hidup bukanlah rangkaian-rangkaian kenikmatan saja tanpa adanya penderitaan. Hidup yang tanpa penderitaan hanyalah sebuah dongeng. Walaupun anak orang kaya secara materi tidak akan mengalami kekurangan, namun mereka tidak akan sepi dari penderitaan batin. Mereka tidak akan sepi dari stres, depresi, maupun frustasi.
Anak-anak kita hendaknya disentuh emosi dan perasaannya untuk ikut sambung rasa dengan teman-temannya sebaya yang tidak bahagia dalam harta sedini mungkin. Dengan latihan itu, kelak akan dilihat alangkah mudahnya si kecil ini jika telah dewasa membantu orang-orang yang membutuhkan uluran tangan. Selama ini, dalam pengajaran di banyak sekolah, pada umumnya yang terutama banyak dirangsang adalah aspek rasio atau pikiran melalui pelajaran-pelajaran matematika dan lain-lain. Sedangkan aspek psikomotor jasmani, dirangsang melalui olah raga dan keterampilan.
Menurut tokoh pemikir modern, anak-anak didik dalam era teknologi harus dipicu untuk menghayati realitas hidup ini. Hal itu berguna dalam mencari makna hidup dengan mendekati Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang suatu saat nanti mungkin sangat dibutuhkan jiwanya. Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang itulah harapan dan tempat bergantung satu-satunya bagi anak-anak, jika penderitaan batin melanda hidupnya.
Perkembangan dan pertumbuhan kejiwaan anak didik, membutuhkan bimbingan dan pendampingan orangtua. Sekarang tidak sedikit orangtua yang karena kesibukannya melupakan atau mengabaikan perhatian terhadap anak. Selama masa belajar, anak tidak cukup hanya di antar ke sekolah kemudian pulangnya dijemput. Namun, selama proses itu berlangsung, orangtua harus memantau kemajuan kegiatan belajarnya.
Dalam upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, seperti yang menjadi tujuan pembangunan nasional, baik pemerintah yang berkewajiban menyediakan sarana dan anggaran pendidikan maupun orangtua yang harus mendampingi dan membimbing anak, sama-sama berperan penting. Kerjasama yang sejalan antara pemerintah dan orangtua dalam bidang pendidikan ini akan menopang pembangunan SDM Indonesia yang unggul dan kompetitif. Alhasil, SDM yang unggul hanya lahir dari sistem pendidikan yang berkualitas sebagai muara kerjasama semua elemen bangsa.

                                                                                                      —————– *** —————–

Rate this article!
Tags: